Jena kembali menatap ke pintu besar nan megah butik J. Athar tak kunjung muncul. Ia lalu menatap ponselnya di atas meja. Tidak ada telepon atau pun chat dari lelaki itu pula. Ke mana Athar Sebenarnya? Tak biasanya ia tidak memberi kabar sama sekali pada Jena. Sampai seharian dan sekarang sudah malam.
Tadi siang Jena mengabari Athar. Memberi tahu bahwa ia hari ini akan lembur. Misal Athar repot di malam hari, tidak usah menjemputnya tidak apa - apa.
Tapi Athar sama sekali tidak membalas. Jangankan membalas, membaca pesan itu pun tidak.
Dan sejak sore tadi ponsel Athar sudah tidak aktif.
Bisa jadi Athar ada pekerjaan mendadak. Tapi apa iya sampai tak ada waktu untuk melihat ponsel sama sekali?
Jena ingin bersikap tenang. Tapi nyatanya tidak bisa. Apa sesuatu sedang terjadi? Jena bertanya - tanya tentang itu.
Terbesit di pikirannya untuk menghubungi Archie untuk bertanya di mana keberadaan Athar. Tapi ia mengurungkan niat. Sepertinya itu bukan ide bagus, mengingat Archie dan Athar tidak terlalu dekat.
Mereka sama sekali tidak akrab.
Nanti saja saat Jena sudah pulang, ia akan mampir ke rumah Athar untuk bertanya pada kedua orang tua lelaki itu tentang keberadaannya.
Sebenarnya Jena masih berharap bahwa Athar akan tiba - tiba muncul, menjemputnya seperti biasa. Hanya saja, tiap melihat pintu, dan tidak ada siapa - siapa di sana. Jena jadi pesimis.
Akhir - akhir ini ia semakin bergantung dengan Athar. Ia sudah sangat terbiasa dengan keberadaan Athar di sekitarnya. Athar yang begitu perhatian padanya. Athar yang mencintainya tanpa syarat. Bahkan dengan segala penolakan yang dilakukan oleh Jena selama ini, Athar tak pernah gentar untuk terus berjuang mendekatinya.
Jujur akhir - akhir ini ia merasa kehilangan sosok Athar. Seakan dirinya bukan lagu dunia Athar.
Jena rasa ... Athar lebih fokus pada orang lain belakangan. Entah siapa orang lain itu. Jena juga tidak tahu.
Waktu Athar yang biasanya ia persembahkan seutuhnya untuk Jena, kini tidak lagi. Athar jadi sering terlambat menjemput.
Jena harusnya biasa saja dengan perubahan sikap Athar. Mengingat ia tetap yakin bahwa ia tidak memiliki perasaan apa pun pada Athar. Kecuali perasaan sayang antar bersaudara kakak beradik.
Jena menyadari sekarang itu sudah berubah. Jena sudah mulai membalas cinta Athar. Tapi di saat bersamaan Athar mulai bosan padanya. Bukan kah ini ironi?
Nanti saat ia dan Athar sudah ada kesempatan bertemu kembali, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk memperlakukan lelaki itu dengan jauh lebih baik.
Ia harus membuat Athar tahu bahwa ia mulai ada rasa. Supaya Athar tidak jadi berpindah ke lain hati. Dan tetap menjadikan Jena sebagai dunianya.
***
Freya sudah tertidur, agak jauh posisi berbaring dari Athar. Sementara Athar ... ia masih terjaga. Sudah ia coba untuk menutup mata dalam kurun waktu yang lama. Tapi percuma, ia tetap tidak bisa tidur.
Seluruh badannya terasa remuk. Kepalanya terasa begitu nyeri. Satu tangan Athar mencengkeram dadanya. Untuk bernapas rasanya sulit. Seperti ada yang mengingat Dadanya dengan begitu kuat. Rasanya begitu sesak, sakit, menghimpit.
Athar tentu tidak pernah lupa membawa obatnya. Sialnya obat itu ia letakkan d mobil. Ia bahkan tidak tahu di mana mobilnya sekarang. Ternyata benar kata dokter Joel, ia tidak bisa hidup tanpa obat. Satu hari saja ia absen minum obat, ia akan langsung kambuh.
Ia benar - benar membenci dirinya yang begitu lemah.
Sering kamu bertanya pada Tuhan, kenapa ia tidak sekuat kakaknya, Archie? Kenapa ia begitu lemah?
Ia benar - benar harus keluar dari tempat ini besok, atau ia benar - benar akan mati setelah ini.
Athar mencoba menarik napas dalam, berharap oksigen akan masuk ke paru - parunya, dan ia merasa lega. Tapi percuma, ia masih saja seperti itu. Sesak, kesakitan, merasa seperti terhimpit.
***
Jena benar - benar datang ke rumah kediaman Virendra pada malam harinya sepulang dari butik. Ia benarb- benar harus pulang sendiri malam ini. Alih - alih minta supirnya untuk menjemput, ia justru mencari taksi online di sekitar tempat kerja.
Sebenarnya Jena memiliki keinginan bahwa yang berada paling dekat adalah taksi online milik Athar. Ya, tentu saja itu hanya harapan belaka.
Athar benar - benar seperti hilang ditelan bumi. Entah ke mana perginya.
Pintu dibuka oleh seorang asisten rumah tangga dengan seragam khas. "Nona Jena, silakan masuk." Ia langsung mengenali Jena dan mempersilakan ia masuk.
"Aku mau ketemu Athar, Bu." Jena langsung mengutarakan maksudnya.
"Lho, Mas Athar nya belum pulang, Mbak."
Jena mengernyit. Jadi Athar juga belum pulang? "Kalau boleh tahu Athar hari ini pergi ke mana ya, Bi? Kok seharian ini hp nya nggak aktif. Dihubungi juga nggak bisa."
"Waduh ... saya nggak tahu, Mbah Jena. Biar saya panggilkan Ibu aja ya. Nanti Mbak Jena ngobrol sama Ibu aja. Silakan duduk dulu."
Asisten rumah tangga itu segera pergi setelah mempersilakan Jena duduk.
Jena duduk dengan pasrah sembari menunggu Nyonya Virendra.
Sementara pikirannya belum bisa berhenti memikirkan Athar. Kira - kira di mana Athar sekarang? Perasaannya jadi semakin tak enak. Semoga saja tidak terjadi apa pun yang berarti. Athar pasti hanya mendapatkan tugas dari ayahnya. Iya, kan? Semoga saja benar begitu.
***