4. He is A Nightmare!

1196 Words
“Bodoh!” Seketika, pelayan wanita itu menatap nyalang ke arah Tiara. Gadis itu spontan terperanjat dan menggeser tubuhnya ke belakang dengan cepat. Ia terkejut dengan umpatan yang tiba-tiba diungkap untuknya. Sang pelayan dengan seragam hitam putih itu langsung maju dan membungkukkan badan pada Tiara. Dia menjepit dagu wanita berambut hitam kecokelatan itu dengan telapak tangannya. “Bagaimana kamu tidak bisa kenal dengan dia? Kau bahkan tidak bisa sembarang menyebut namanya! Semua orang yang berada di dalam gedung ini, harus bersikap hormat kepada dia jika tetap ingin hidup! Tak terkecuali dirimu!” Hanya karena bertanya siapa itu Tuan David, Tiara mendapat perlakuan seperti ini. Wajahnya melongo dan langsung berkeringat dingin. Gadis itu tidak tahu harus merasa takut atau bagaimana? Hanya saja dia merasa terkejut karena sentakan yang tiba-tiba. Dalam pikirannya, jika pelayan yang bekerja di bawah orang bernama David saja sudah memperlakukannya seperti ini, bagaimana pula perangai dari Tuan David itu sendiri? “Saat ini kau akan menjadi ratu di sini, tapi setelah ini ... kau adalah bawahan kami!” Usai dari kalimat yang ia katakan, pelayan tersebut langsung melepas tangan dari dagu Tiara. Gadis itu tidak bereaksi, dia hanya mengedipkan mata dua kali setelah terlepas dari cengkeraman wanita pelayan tersebut. “Makananmu akan diantar oleh pelayan nanti! Ingat, jangan coba-coba kabur dari kamar ini!” ancamnya lagi sebelum meninggalkan Tiara. Batinnya sudah berada dalam ketakutan yang teramat sangat, tapi Tiara sudah tidak bisa mengekspresikan rasa takutnya. Seluruh tubuhnya sangat sakit karena tadi dia diikat, kemudian para preman yang memperlakukan dirinya dengan kasar, tubuhnya ditarik bahkan juga dibanting. Menyisakan jejak-jejak lebam dan juga warna keunguan pada bagian tubuh yang merupakan bekas tali. Mencoba untuk bangun, dia menurunkan terlebih dahulu salah satu kakinya dari ranjang dengan cover berwarna merah itu. “Aaaw!” Pergelangan tangannya agak sakit untuk digerakkan saat ia gunakan untuk bertumpu di tepi ranjang. Sendi-sendi tubuhnya seperti akan terlepas dan dia agak tertatih saat berjalan. Entah ke mana tujuannya, yang jelas Tiara tak ingin diam saja. Tapi bagaimana dia bisa pergi? Bahkan untuk menuju ke arah pintu saja, butuh usaha ekstra seakan ia harus mengarungi Gurun Sahara. Menempelkan telapak tangan ke bagian dinding samping pintu untuk tumpuan. Tiara menyingkap tirai penutup jendela kamarnya. Di luar ternyata ada sebuah selasar yang terdapat pinggiran tangga. Dia juga dapat melihat, bagaimana pemandangan lantai dasar melalui jendela ini. Di luar terdapat tangga dengan dekorasi yang antik, patung serigala bertaring panjang menghiasi, dan juga pintu-pintu dari ruangan lain. Batin Tiara berfirasat, jangan-jangan di balik pintu-pintu lain yang ada di seberang pintunya ini, juga ada para tawanan bernasib serupa dengan Tiara. “Perintahkan Yohan untuk menyiapkan pesawat tercepat ke Vietnam!” Bass yang menakutkan itu terdengar lagi. Tiara langsung menutup tirai yang sebelumnya telah ia singkap. Ia menurunkan tubuhnya untuk duduk di lantai dan bersandar di tembok. Suara langkah kaki yang bergemuruh itu semakin mendekat. “Seharusnya aku sudah memenggal jalang itu sejak dulu, daripada memberinya kesempatan!” Suara penuh amarah bak serigala mengaum. “Untuk gadis itu, bagaimana, Tuan?” “Biar saja pelayan mengurusnya! Jangan sampai ada satu pun menyentuh mainanku, karena harus aku yang pertama untuk setiap jengkal kulit tubuhnya!” Jantung Tiara berdegup kencang saat mendengarnya. Dia mencoba berbalik lagi untuk melihat ke arah jendela, lalu menyingkap tirai sedikit hingga menimbulkan celah yang sangat kecil. Matanya memicing sebelah dan ia mengintip melalui bagian tirai yang sudah ia buka. “Siapa mereka ...?” gumam Tiara dengan lirih. Seorang pria dengan jas yang sangat necis lewat di depan kamarnya. Pria tersebut memiliki lambang petir sebagai aksen yang diukir dalam cukuran rambut di kepala. Alisnya tebal dengan mata yang tidak terlalu lebar, tapi pandangan yang dibuat dari kedua mata itu sangat menakutkan. Hidung, mulut, dan juga rahang, memiliki bentuk yang simetris dan sangat mendukung ekspresi garangnya. Beberapa orang berpakaian hitam dan tak kalah necis mengikutinya. Pria dengan aksen petir di kedua sisi kepalanya itu seakan memancarkan aura menakutkan dari dalam dirinya, sehingga pria-pria sangar di belakang sangat takut kepadanya. Apakah dia adalah pria yang dipanggil sebagai Tuan David dan harus dihormati di tempat ini? Begitu batin Tiara bertanya-tanya. Entah apa yang terjadi, mendadak jantung Tiara berdenyut sangat nyeri. Dia pun teringat pada kejadian beberapa jam yang lalu saat seseorang memaksa untuk menyentuh area pribadinya. Spontan, Tiara langsung menutup kembali celah tirai yang ia buat lalu membelakangi jendela. Gadis itu merapatkan kedua pahanya sambil bergidik mengingat momen tersebut. Rasanya dia tidak akan rela jika seseorang menyetubuhinya dengan paksa. Tapi ia beruntung, karena tepat hari ini datang bulannya tiba. Setelah puas mengintip, Tiara kembali duduk di ranjangnya. Gadis itu memutar otak, bagaimana cara dia untuk keluar dari tempat ini? Dia tak ingin menyerah begitu saja, hanya karena ancaman dari pelayan tadi. Dirinya tidak rela dijadikan pemuas nafsu dari pimpinan para preman hanya karena sebuah hutang yang tak pernah ia pakai sedikit pun uangnya. Seharusnya sang bapaklah yang bertanggungjawab atas semua pinjaman tersebut. Tapi memang, ini bukan satu atau dua kali, pria tua yang sudah dikenal b******k di mata Tiara itu melempar anaknya sendiri dalam kobaran api kesengsaraan. Setelah beberapa menit, Tiara baru sadar jika di depan sangat sunyi. Dia kembali berjalan dengan tertatih dan mengintip keluar. Ternyata sangat sepi dan tidak ada siapa-siapa yang berjaga di depan kamarnya. Tempat ini seakan dibiarkan begitu saja dan tidak ada satu orang pun mengawasi. “Mereka lupa sedang menahan orang di sini? Tak ada penjagaan sama sekali, kalau begini aku bisa dengan mudah kabur dari tempat ini,” gumam Tiara yang merasa dia memiliki kesempatan. Tanpa banyak berpikir, karena momen sepi ini mungkin tak akan terulang lagi. Tiara langsung meraih gagang pintu dan menariknya. Tidak dikunci? Batinnya bersorak kegirangan. Di luar benar-benar tidak ada orang, yang akhirnya tanpa pikir panjang, Tiara pun berjinjit dan berusaha untuk melangkah tanpa suara. Dia berjalan melewati pintu-pintu yang sama seperti pintu ruangannya. Bagian dalam ruangan lain, tak terlihat dari jendela. Sebagian dari kamar tersebut gelap, sebagian lagi lampunya menyala tapi tertutup tirai. Benar perkiraan Tiara, pasti ada tahanan lain yang dikurung oleh mereka di kamar-kamar itu. Tiara hendak menuruni tangga, tapi matanya tiba-tiba melihat ke salah satu ruangan yang terang dengan tirai terbuka. Dia melihat seorang anak kecil sedang duduk di dalamnya. Urung niatnya untuk turun dari tangga, karena dirinya kali ini berpikir harus menyelamatkan anak tersebut. Bahkan seorang anak pun sampai dijual oleh orang tuanya untuk membayar hutang mereka pada preman! Jiwa kemanusiaan Tiara sebagai seorang guru SD merasa harus menyelamatkannya! Dia mengendap meninggalkan mulut tangga, lalu berjalan ke arah pintu kamar yang mengurung anak kecil tersebut. Tangannya meraih gagang pintu dan ia berhasil membukanya. Ternyata sama, pintu ini tidak dikunci sama seperti pintu kamarnya tadi. Begitu pintu terbuka, anak kecil itu langsung menatap ke arah pintu tempat Tiara berdiri. Niat hati hendak menghampiri dan menggendongnya pergi, tapi ia juga tak tahu bagaimana cara keluar dari tempat ini. Lalu sesuatu membuat tubuh Tiara menegang, sebuah tangan yang besar penuh kekuatan menyergap tangannya dari belakang dan mencengkeram pergelangannya begitu erat. Kemudian yang paling membuat Tiara bergidik lagi, suara bass itu kembali menggerung dengan volume yang rendah di telinganya. “Siapa menyuruhmu ada di sini?” Meski tak melihat wajahnya, Tiara bisa tahu pada pria yang akan selalu memberinya mimpi buruk itu. “Tu ... Tuan David?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD