“Diam kau! Jangan banyak merengek!”
Tiara merasakan tubuhnya yang sedang dipanggul bagai karung beras itu pun dibanting di atas sebuah permukaan yang empuk. Tubuhnya sedikit ngilu dan sendi-sendinya terasa kehilangan pelumas.
“Emmmh!” rintihnya dengan tangan terikat dan kepala yang tertutup.
Dia tidak bisa melihat apa yang ada di sekitar, tapi dia hanya merasakan jika tempat ini lebih teduh dari sebelumnya. Sepertinya dia sudah berada di dalam sebuah ruangan.
“Emmmh! Emmmh!” Dia meronta ingin melepas ikatan yang menahan tangannya di belakang punggung.
Tapi sepertinya itu tak berguna, karena sekeras apa pun dia berusaha, tali itu tidak akan melonggar begitu saja, kecuali ada orang yang melepasnya.
Ranjang mewah dengan kasur berwarna merah, tidak ada benda lain di sana selain ranjang tersebut sebagai satu-satunya perabotan yang mengisi.
Tiara mendengar, langkah kaki tersebut perlahan meninggalkannya. Seakan tidak ada orang yang mau mendengar rintih dan sakitnya, ruangan ini berubah menjadi sepi.
Dia masih menangis terisak-isak, hingga beberapa menit kemudian dia mendengar sebuah langkah kaki yang lebih berat dari sebelumnya. Setiap suara ketukan pantofel itu, berhasil membuat tangisnya diam.
Bukan berarti karena Tiara tidak merasa sakit lagi, dia hanya sedang merasakan takut yang teramat sangat, sampai untuk menangis pun ia terlupa.
Seorang pria berwajah arogan masuk ke sana. Dengan langkah yang perlahan dan mendominasi, matanya menatap tajam pada ‘kelinci’ yang sedang meringkuk dengan tubuh terikat di sana.
Basnya yang berat pun mengeluarkan kata-kata. “Kau Tiara, ya?”
Gadis yang sedang tertutup kepalanya itu tak mengangguk atau menggeleng.
“Kau tuli? Jawab aku!”
Meski suara itu sangat menuntut, tapi Tiara hanya bisa meringkuk dan menekuk kepalanya lebih dalam.
“Aku suka membunuh orang cacat! Jika kau tuli maka ini adalah hari terakhirmu!”
Kecaman itu membuat tubuh Tiara bergidik. Lalu dia terpaksa menganggukkan sedikit kepala, walau di balik kain hitam itu, tangisan banjir membasahi penutup mata dan juga mulutnya.
“Bagus!”
Tiara kini merasakan ada sesuatu yang membuat permukaan kasur ini sedikit turun. Seperti ada seseorang yang sedang naik dari sisi ranjangnya.
Dia tidak tahu itu siapa, tapi mungkin orang tersebut adalah si pria dengan suara dingin dan berat tersebut.
Gadis itu menggeser sedikit tubuhnya untuk lebih ke belakang. Entah apa tujuannya, walau ia semakin mundur, dia juga tahu jika lawannya tetap bisa meraihnya.
Sampai akhirnya, Tiara merasa sesuatu yang lembut mengenai tangannya yang terikat di belakang. Sesuatu yang terbuat dari busa dan tertutup oleh kain yang halus.
Sementara itu, pria yang kini telah berada dalam satu ranjang dengan Tiara, duduk dengan lutut yang ditekuk ke belakang, pantatnya bertumpu pada tumit, lalu kedua tangan yang ia simpan di pinggang.
Dia mengamati gadis yang sedang meringkuk dengan tubuh gemetar itu dari atas ke bawah. Kepalanya setengah miring yang kemudian ia putar agar bisa melihat semua sisi dari si gadis tawanan.
Seandainya Tiara tidak menggunakan penutup mata, mungkin dia bisa melihat seperti apa ekspresi menakutkan dari ketua mafia ini saat memindai tubuhnya dari atas ke bawah.
“Tubuhmu sangat tidak menarik!” Dia menarik kaki Tiara agar menjadi lebih lurus.
Bisa dilihat bagaimana gumpalan lemak yang ada di paha Tiara karena roknya yang tersingkap. Dia datang kemari dengan menggunakan seragam mengajarnya. Sebuah blouse putih dan juga rok hitam sepanjang lutut.
Tanpa segan, pria dengan alis tebal dan mata yang selalu menatap tajam itu langsung membuka ikatan di kaki Tiara.
“Emmmh!” Tiara merintih, karena orang ini melakukannya tanpa belas kasihan.
David mencondongkan tubuhnya, untuk mendekati Tiara. Dia mencium aroma dari leher gadis tersebut sembari mengulurkan tangan ke area pangkal kaki si tawanan. Menyingkap roknya, dengan jemari tengah yang memanjang menuju pada sebuah pusat untuk memeriksa sesuatu di sana.
“Emmmh!” Tiara terkejut sambil merapatkan kedua kakinya. Dari balik kain itu dirinya meringis, dia sudah menduga dari kalimat ‘menyerahkan diri’ yang ditulis bapaknya melalui pesan mengandung arti jika dia akan diperlakukan seperti ini.
Pria dengan rahang yang mengeras itu melotot dan menatap nyalang pada Tiara. Tanpa tanggung-tanggung, dia mendengkus sembari menarik kedua lutut tersebut menggunakan sebelah tangannya. Kemudian sebelah tangan lagi masih berkonsentrasi untuk mencari sebuah lapisan tipis di dalam inti seorang perempuan menggunakan jari tengahnya.
“Ahk!” Tiara menjerit kesakitan, karena ia merasakan sesuatu yang panjang, ramping dan keras menembus daerah yang paling ia jaga. Jari itu tidak terlalu dalam, tapi Tiara merasakan perih yang teramat sangat.
Perih di bagian inti dan juga perih di dalam hati.
“Masih utuh rupanya!” Suara berat itu keluar bersamaan dengan seringai dan perasaan puas. “Walau tubuhmu tidak menarik, setidaknya aku akan menjadi yang pertama untukmu!”
David melepas kembali jarinya dari sana, dia mencium sisa cairan yang menempel dengan menarik udara dalam-dalam. Aroma-aroma kemurnian dari seorang perawan menyegarkan indra penciumannya.
Setelah memeriksa hal yang paling menyenangkan untuk David, ia pun turun.
Tiara merasakan busa kasur yang tadi sedikit menurun karena ada orang lain, kini kembali naik. Seakan orang tersebut telah pergi dari ranjang yang menjadi tumpuannya.
Setelah suara pintu itu kembali tertutup, tidak ada lagi ketukan pantofel atau langkah-langkah lain yang menyusul. Di sana, Tiara langsung mengembuskan napas lega.
Padahal dia masih belum dilepaskan dari ikatan, tapi kepergian seseorang yang baru saja mendatanginya, seperti mengembalikan oksigen ke sekitar Tiara.
Baru saja Tiara bisa bernapas lega, derit pintu kembali terdengar. Kali ini disertai dengan suara langkah kaki dari beberapa orang. Hanya saja, kaki-kaki ini tidak seperti tadi. Tidak terdengar arogan, langkah mereka terdengar ringan, seperti kaki yang lebih mungil bahkan mungkin seperti kaki milik Tiara sendiri.
“Kami akan membantu membuka ikatanmu. Dengan syarat kau tidak boleh melawan dan jangan berusaha untuk kabur dari tempat ini! Ini adalah perintah dari Tuan David!”
Kali ini seorang perempuan yang berkata padanya, hal tersebut membuat Tiara sedikit lega. Setidaknya dia tidak dikelilingi lagi oleh preman-preman bertubuh gempal dan berwajah sangar.
Perlahan Tiara merasakan jika kain yang menutup kepalanya terlepas. Udara dingin langsung menerpa dan masuk ke dalam hidungnya. Kemudian ikatan yang menutup mata dan juga mulutnya.
Dia merasa sedikit pusing, mungkin karena efek dari perjalanan jauh sambil diikat seperti tadi. Gadis itu bahkan tak tahu sudah berapa lama dia diikat seperti tadi.
Penglihatannya tidak langsung kembali. Begitu ia membuka kelopak mata, pemandangannya masih tampak buram. Lalu bayangan para perempuan dengan seragam putih dan hitam terlihat mengelilinginya.
“Ekhmm ... ekhmm!” Tiara mendehem untuk menormalkan lagi suara. Dia ingin bicara tapi tenggorokannya sangat kering.
Tak lama kemudian, dia juga merasakan ikatan di tangannya melonggar. Rasa seperti kesemutan langsung menyentak ke seluruh jari. Mungkin aliran darahnya bisa kembali normal setelah beberapa jam lamanya terhambat oleh tali.
Dia membawa ke depan dua pergelangan itu. Tampak bekas dengan warna abu-abu kehitaman membentuk jejak tali di sana.
“Kami akan memandikanmu! Nanti malam kau harus memenuhi tugasmu pada Tuan David!”
Tiara masih terdiam. Tugas apa? David itu siapa? Dia masih tak tahu.
Lalu saat itu ... sebuah gelenyar disertai aliran hangat terasa mengalir dari pusat tubuhnya. Tiara bisa merasakannya.
“Anu ....” Wajahnya tampak panik, tapi dia harus mengatakannya. Walau agak malu, tapi setidaknya semua yang ada di ruangan ini adalah perempuan.
“Kenapa?” Wanita dengan bentuk eyeliner paling runcing langsung menoleh dan menatap ke arah Tiara.
“Sepertinya ... aku sedang datang bulan! Bisa aku meminta pembalut?”
Mereka tidak serta merta panik atau bereaksi sebagaimana perempuan biasanya. Yang ada, kelimanya saling bertatapan menatap satu sama lain.
Kemudian perempuan yang tadi bicara kembali. “Kau tidak hanya beralasan, kan?”
Tiara terkejut, kenapa pula dia beralasan dengan menggunakan kata ‘datang bulan’?
Jadinya gadis itu menggeleng.
“Kalian, bicarakan ini pada Tuan David! Apakah harus kita yang memeriksa atau dia sendiri yang memeriksanya! Cepat!”