Chapter 1

1738 Words
Angel menggerutu saat bel apartemennya berbunyi tanpa henti. Dia tahu tangan siapa yang tak punya akhlak itu. “Berisik, woy!” amuknya saat pintu sudah terbuka. “Astaga, kaget gua,” sahut salah satu tamu sambil nyelonong ke dalam. Dapur, area wajib yang harus dikunjungi pertama kali masuk apart Angel. “Woy, Risa. Awas aja lu colong cake gua!” teriak Angel memperingatkan temannya yang sudah membuka lemari pendingin. Yang merasa terpanggil, hanya cengengesan, tapi tetap saja jarinya mencubit kue bolu yang tersaji di depannya. “Ck, niat dia ke sini kan emang buat itu. Di jalan kita ketemu nyokap lu. Tante Bel bilang habis dari sini nganterin cake buatannya pesenan lu.” Jasmine ikut mendelik ke arah Risa yang sudah beraksi. Mengeluarkan beberapa cemilan dari dalam lemari pendingin itu. Dasar, si ratu makan gratisan. Angel dan Jasmine menghampiri Risa yang tengah menuangkan jus mangga ke dalam gelas jangkung. Beneran terniat dia numpang makannya. “E-eh, jus gua,” jerit Risa saat gelas itu sudah berpindah tempat ke bibir Angel. “Maaf, haus,” sahut Angel tanpa dosa. Risa mendengus, menuangkan kembali jus mangganya, dan bersiap memakan spaghetti yang baru saja dipanaskannya. Angel dan Jasmine menatap ngeri ke arah Risa. Meski sudah terbiasa, tapi tetap saja rasanya horor. “Makannya yang tenang, woy! Lu yang makan, tenggorokan gua yang sesek,” seru Angel melemparkan tisu ke arah Risa. “Iya, heran gua. Kayak gak makan setahun aja ni anak,” timpal Jasmine. Tak perlu menunggu hitungan menit, sepiring besar spaghetti itu ludes, yang tersisa hanya piringnya saja. Menengguk jus dalam sekali nafas. Disusul suara 'ERGGGGGH' dari mulut mungil itu. “Ah, beneran kenyang gua,” sorak Risa seraya mengelus perutnya. Tak mempedulikan kedua temannya yang tengah menatapnya seram. “Jel, makasih ya udah memberi gadis mungil yang cantik ini makan makanan bergizi.” “Spagethi lu bilang bergizi. Itu junk food, Nona,” cerca Angel. Risa mengendikkan bahunya, “Setidaknya, yang ini ada tambahan lauknya, ada cincangan daging, sayur mayur, ditambah jus sebagai penutup.” “Ck, jangan kayak orang susah,lu!” Risa berdecak, “Akhir-akhir ini job nyanyi gua sepi, Beb. Jika gua gak menghemat uang, gimana mau bayar kontrakan, gua. Itu juga sebabnya kenapa tubuh gua gak ada semok-semoknya macam lu pada. Cungkring.” “Lah, gimana mau jadi daging tu makanan. Makannya aja langsung telan begitu, gak dikunyah dulu. Minum dalam sekali teguk. Gua heran, lu itu duyung, apa ular pithon, sih?” Risa mendelik ke arah Jasmine. Wajah aja yang anggun, bibir mah ngalahin cabek rawit sekintal. “Ck, orang senang mah gak bakalan ngerti sama kehidupan susah cem gua, huhuhu.” Drama Risa kembali beraksi. Angel dan Jasmine tahu, jika Risa tak pernah sakit hati dengan ucapan cablak mereka. “Punya uang tuh dinikmatin, Bu. Gak bisa dibawa mati juga.” “Ck, kan udah gua bilang, job nyanyi gua akhir-akhir ini sepi.” “Lagian, kenapa gak balik ke rumah aja sih? Bisa makan sepuasnya lu di sana. Hidup jadi princess lagi. Ini malah milih jadi gelandangan.” “Ih, ogah. Bisa-bisa gua jadi Cinderella. Mending gua numpang makan di sini, daripada lihat wajah nenek lampir itu.” Angel dan Jasmine sontak terdiam. Lupa jika di rumah teman yang merupakan mansion itu suasananya tak lagi sama. Ayah Risa menikah lagi setelah sekian lama menduda. Namun sayang, pria paruh baya itu tak mahir, atau buta memilih pasangan, malah menikahi wanita antagonis berhati belatung. “Ck, gegara interogasi kalian, perut gua jadi lapar lagi, kan?” Risa bangkit dan menghampiri kulkas. Mengeluarkan cake yang tadi dilarang Angel untuk disentuhnya. Kali ini Angel tak menghalanginya lagi. Membiarkan sahabatnya itu membawa ke atas meja depan mereka. Mereka menikmati kue tersebut yang sudah dipotong-potong oleh Risa. “Eeeuuh, Tante Bell memang dabest lah. Udah cantik, seorang designer profesional, pinter masak pula,” decak Risa sambil memasukkan potongan kue tersebut. “Andai bokap gua dan nyokap lu berjodoh, Jel. Bahagia bumi dan langit, gua. Gua pasti manggil lu kakak.” “Ck, kalau makan yang anteng, Ris. Tersedak baru tahu rasa.” “Ris-Ris. Apa itu Ris? Emang gua Harus?” “Bukan, tapi jodoh lu namanya Haris.” “Uhuk-uhuk. Telor ceplok, lu. Sembarangan aja kalau ngomong.” Angel dan Jasmine mengernyit, “Canda, kali.” “Heh, ucapan adalah doa, tahu,” sembur Risa. Bergidik saat kepalanya mengingat sesuatu. Mendengar jawaban Risa barusan, sontak Angel menoleh ke arah Jasmine. Seketika wajahnya mengeruh dan bibirnya cemberut. “Kenapa, lu. Kok mukanya mendadak suram. Kayak diputusin pacar, lu,” tanya Jasmine. “Eh, iya. Soal pacar, gimana acara lu sama Gio kemarin. Lancar? Romantis?” cecar Risa. Meski di antara mereka bertiga, dirinya paling tomboi, Risa adalah pengagum kisah romantis. Fangirl K-Pop. “Boro-boro. Ini gara-gara si Jassy,” tuduh Angel. “Lhaa, kok malah nyalahin gua?” protes Jasmine. “Gegara lu sumpahin gua kemarin. Acara Aniv gua benaran berantakan, tahu gak, lu? Bahkan sampai sekarang gua sama Gio masih marahan.” “What? Kenapa bisa? Gua kan becanda doang.” Angel semakin cemberut. “Sudahlah, tunggu kepala kalian dingin dulu. Gua sangat tahu si Gio itu bucin banget sama lu. Ya ... meski sedikit pelit, sih,” hibur Risa yang diangguki Jasmine. “Gua gak mikirin itu,” sahut Angel. “Lhaa, terus?” “Gua ....” mengalirlah cerita Angel saat kejadian memalukan kemarin. “Huahahahahhahaahahhahahaha ....” Angel menatap galak ke arah dua sahabatnya. Yang sedari belum berhenti tertawa. Apalagi Risa, dia sudah guling-guling di lantai mirip gelindingan. “Puas-puasin aja ketawanya. Ayok, sekalian aja pakai sound sistem biar terasa membahana.” “Adu-duh, perut gua keram, hahahaha, mau kentut, gu----.” Preeeeet! “Telor busuk! Bau banget kentut lu, Hariiiis,” teriak Angel menggema. Risa hanya menanggapinya dengan tertawa sambil berlari menuju toilet. “Gua lupa, semalam makan jengkol 3porsi.” “Astaga, bau banget, huekk!” Tawa Jasmine seketika terhenti. Menjepit hidungnya kuat begitu pun Angel. Tak tahan dengan aroma kentut Risa yang entah kenapa awet banget, mereka memutuskan pergi dari dapur. “Sumpah ya si Risa, kentutnya aja cubluk banget, apalagi ... Hoeeeeek.” Sepertinya, aroma kentut Risa memang sesuatu. Pasalnya pikiran mereka langsung teralihkan dari cerita Angel tentang insiden pelukannya yang salah sasaran. ..... Drrrrt! “Tunggu. Pak Bagas menelpon.” Angel meletakkan telunjuknya supaya Jasmine tak bicara. “Hallo, iya, Sir?” “Jel, makan siang kamu, sudah beres?” Dahi Angel mengerut, tumben sekali bosnya menghubunginya di saat jam istirahat. Pasti ada yang penting. “Emmm---.” Jujur saja, pesanannya baru saja datang. Dan dia beneran lapar. Tapi, kalau menolak, dia merasa tak nyaman juga. “Oke-oke. Saya mengerti. Selesaikan dulu makanmu. Setelah itu, kamu langsung ke ruangan saya, ya. Saya tunggu.” Angel menghembuskan nafas lega. “Baik, Sir.” “Ada apa, tumben banget pak Bagas nelpon di jam istirahat?” tanya Jasmine penasaran. “Gak tahu juga. Kayaknya penting banget. Tapi untungnya bos kita perhatian. Tak memaksa.” “Iya, sayangnya aja masih jomblo. Padahal doi tampan dan macho.” “Kenapa gak lu deketin aja, Jass?” goda Angel. “Selara doi gak doyan cem kita, doyannya yang lebih tua. Eh, gimana, doi masih ngejar-ngejar nyokap lu, gak?” Angel menampol lengan Jasmine. “Sembrangan aja. Nyokap gua gak tua amat, kali.” “Maksud gua yang lebih tua dari pak Bagas. Emang bener kan usia nyokap lu sama bos kita beda 11 tahun?” Angel mengangkat pundaknya. “Gak tahu lagi gua. Nyokap gua sampai parno tu sama dia.” “Beneran terobsesi kayaknya. Gak heran sih, secara wajah nyokap lu itu gak kelihatan usia 40 ke atas. Kek masih kuliahan.” “Ck, udah ah. Gua buru-buru, makan dulu.” Baru saja menyuapkan dua sendok, ponsel Angel kembali bergetar. Tertera nama 'Big Boss' di layar ponselnya. Kenapa nelpon lagi? Apa segenting itu? “Iya, Sir?” “Hmm, Jel. Bi-sa kamu ke sini sekarang? Saya minta maaf, karena sedikit mendesak kamu.” Mata Angel menatap makanan di depannya dengan berat, “Baik, Sir. Saya segera ke sana.” “Oke. Sekali lagi, saya minta maaf.” Telpon terputus. Angel bergegas bangkit, sebelum pergi, dia menyantap beberapa suapan. “Jass, gua cabut duluan, ya. Sepertinya masalah sedikit genting.” Jasmine mengangguk, “Oke. Take care.” .... “Masuk!” Angel membuka pintu setelah dirinya mendapat izin. “Apa ada yang perlu saya bantu, Sir?” Bagas menatap sekretarisnya dengan sedikit tak enak hati. “Silakan duduk, Jel. Sekali lagi saya minta maaf karena sudah mengganggu waktu istirahat kamu.” “Tidak apa, Sir.” “Begini, tentu kamu sudah mendengar jika perusahaan ini akan berganti alih kepemimpinan. Yang mana sampai waktunya tiba, kursi yang saya duduki ini bukan lagi hak saya.” Angel mengangguk tanpa menyela. “Dan waktunya sudah tiba,” ucap Bagas penuh lega, membuat Angel bertanya-tanya. Apa semelegakan itu? Biasanya jika di film-film kan malah sebaliknya. The Heirs, perebutan tahta. “Rencananya, setelah makan siang nanti, kita mengadakan meeting direksi untuk mnegesahan pemimpin baru kalian.” “Baik, Sir. Akan saya siapkan----.” “Tidak-tidak. Untuk masalah ini, kamu tak perlu khawatir. Semuanya sudah ditangani.” “Oh, baik, Sir.” Kalau sudah ditangani ngapain dirinya dipanggil? “Angeli.” “Iya, Sir.” “Calon CEO kalian, adalah manusia perfeksionis yang tidak bisa menerima kesalahan sedikit pun. Dia sangat teliti dan cermat. Harus terarah dan terpadu,” ucap Bagas. Entah mengapa nada suaranya seperti tengah kesal sekali. Angel mengangguk meski tak faham. Tadi lega, kenapa sekarang terlihat jengkel. “Maka dari itu, saya minta tolong kepadamu untuk menjadi tour guide-nya calon Boss kalian, ya. Dia ingin berkeliling dulu di sekitaran kantor, dan ingin kamu yang menemaninya sebagai calon sekretarisnya nanti.” “Ba-ik, Sir.” Tak tahu kenapa, bulu kuduknya mendadak berdiri semua. “Kamu tak perlu khawatir. Jika dia berani macam-macam sama kamu. Jangan tinggal diam, tendang saja bird-nya.” “Uhuk-uhuk-uhuk!” Angel seketika menoleh ke arah sofa di ruangan itu yang mana terlihat seorang pria tengah terbatuk hebat. Mengernyitkan dahi, baru menyadari jika di ruangan bosnya ternyata ada orang lain selain dirinya dan Bagas. Setelah batuknya mereda, pria itu mendongak. Angel seketika menjerit tertahan. Mata mereka bertemu untuk beberapa saat. Jantung Angel berpacu kencang. Kenapa pria ini bisa di sini? “S-sir,” panggil Angel terbata. “Angel, perkenalkan. Dia adalah keponakan saya yang akan menggantikan posisi saya di sini. Rangga Dewa Permana.” “What? Kok bisa?” Lord, help me, pleaseeee!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD