BAB 2

888 Words
BAB 2 “Meskipun Nuria masih berumur delapan belas tahun, semoga saja dia bisa jadi istri yang baik untuk juragan. Dia sudah dewasa, sudah bisa memasak dan mengurus rumah, Juragan.” Paman Nursam kembali berujar. Ada sedikit rasa khawatir melihat ekspresi Juragan Arga yang datar. Namun, lagi-lagi, tak ada sahutan dari mulut lelaki itu. Nuria, yang sejak tadi duduk di samping Bi Lela, hanya kuasa menunduk. Ia tak berani menatap lelaki yang umurnya dua kali lipat dari dirinya. Hatinya mengkerut, ketika sekilas bersitatap tadi. Juragan menoleh ke arah Suryadi, sang tangan kanan yang duduk di sisi sebelahnya. Mereka saling tatap, lalu Juragan mengangguk. Suryadi gegas berdiri dan ke luar. Suasana hening, tak ada yang berani membuka percakapan. Lima orang lainnya yang datang bersama rombongan Juragan juga tak ada yang membuka suara. Tak berapa lama, Suryadi—lelaki dengan rambut plontos dan kulit sedikit gelap itu—datang membawa satu kotak berwarna hitam yang berukuran agak besar. Lalu, dia serahkan pada Nuri. “Neng Nur, mohon diterima. Ini adalah tanda ikatan dari Juragan kalau mulai hari ini, Neng Nur adalah calon pengantinnya.” Dia menyimpan kotak itu di samping Nuria yang sejak tadi duduk bersimpuh sambil menunduk. Nuria mengangkat wajah dan sekilas menatap Suryadi, tetapi lelaki itu menundukkan pandang. Dia tahu seperti apa watak Juragan. “Apa ini, Pak?” tanya Nuria dengan suara lirih, hampir tak terdengar. “Silakan dibuka saja, Neng. Untuk cincinnya, tolong dipakai.” Suryadi menjelaskan. Nuria menatap bingung kotak itu. Suryadi seperti mengerti, gadis itu tak paham bagaimana cara membukanya. “Ini nomor kombinasinya. Sengaja dibuat seperti ini, biar aman,” tukasnya seraya memutar tombol pengunci dari kotak hitam tersebut. Kotak itu pun terbuka, ada dua kotak lagi di dalamnya, berwarna merah marun. Suryadi mengangsurkan semua barang itu ke hadapan Nuria, lalu dia kembali duduk bersila di samping juragan. “Silakan dipakai untuk cincinnya, Neng.” Suryadi kembali mengulang perintah. Nuria membuka kotak berwarna marun itu. Ternyata, isinya sebuah cincin berlian yang berkilau cantik. Sontak saja mata Bi Lela membulat. Seumur-umur, dia baru melihat sendiri kilau dari mata berlian yang begitu indah. “Sini, bibi pakein, Nur!” Dia gegas mengambil cincin itu, ditatapnya lekat dengan mata membulat. Sebuah ide terlintas dalam pikirannya. Bibirnya tersenyum dan matanya tak terlepas dari kilau berlian itu. “Wah ... bagus banget, Juragan! Ini pasti mahal!” tukas Bi Lela, sengaja memancing agar dia tahu berapa harganya. Rencana licik sudah melintas di kepalanya. Lagipula, Nuri masih begitu lugu, dia pasti nurut-nurut saja juga nantinya. Juragan masih bergeming. Entah memang seperti itu wataknya atau karena memang tak nyaman. Namun, Suryadi kembali menjawab pertanyaan dari Bi Lela. “Harganya dua ratus lima puluh juta, Bu Lela. Jadi, tolong pastikan tetap menempel di tangan Neng Nur, hingga akad nikah nanti. Jika hilang, rumah ini bisa disita buat jadi penggantinya,” jelasnya. Ucapannya telak membuat kedua mata Bi Lela semakin membulat, tetapi kalimat pamungkasnya membuat dirinya tak bisa berbuat apa-apa. “Oalah, kamu itu beruntung ikut bibi, Nur. Coba kalau gak ikut bibi di sini, mana mungkin kamu bisa dapetin barang semahal ini! Sini, bibi pakein. Awas, jangan sampai hilang, ya!” tukasnya seraya meraih jemari Nuria. Dengan hati tak rela, dia pun menyematkan cincin itu pada jemari keponakannya. “Iya, Bi!” Hanya itu ucapan yang terlontar dari mulut Nuria. Jujur, tak ada secercah pun rasa bahagia menggelindang di hatinya. Bukan impiannya menikah dengan orang setua Juragan Arga. Bahkan, lelaki itu benar-benar lebih pantas menjadi ayahnya. Bi Lela mengambil kotak bekas berlian itu lalu disimpannya semula ke tempatnya. Dia pun membuka satu kotaknya lagi. Sontak mulutnya menganga, tangannya gemetar saat mengambil kalung emas berwarna putih dengan bandul permata itu. Bukan hanya kalung, tetapi juga ada beberapa gelang yang beratnya ditaksir puluhan gram. “Ya ampuuuun, Nuri! Ini bagus banget! Kamu mau pake sekarang?” Bi Lela menatap perhiasan mewah yang tak pernah dimilikinya itu dengan pandangan tak berkedip. Terbersit seberkas sesal di dalam d**a. Kenapa Nirina malah mati-matian menolak rejeki sebesar ini? Nuria pun hanya mengangguk. Bi Lela—dengan rasa gamang karena hatinya pun menginginkan barang-barang itu—perlahan memakaikan kalung dan gelangnya pada Nuri. Ada tiga buah gelang yang dipakaikannya. Rasa iri berkelindan. Entah kenapa dia begitu tak rela jika Nuria mendapatkan barang-barang mewah yang bahkan tak bisa diberikannya pada Nirina, putri kesayangannya. Sepertinya, setelah ini, dia akan mengompori Nirina agar mau menggantikan Nuri menjadi istri Juragan Arga. Meskipun sosoknya asing dan tak banyak dikenal, tetapi melihat harta kekayaaan yang melimpah, sontak mata Bi Lela menjadi hijau. Suryadi lebih mendominasi obrolan, dia langsung membahas tanggal pernikahan dengan Paman Nursam. Katany, Juragan tak bisa menunggu lebih lama lagi, dia harus segera menikah sebelum tanggal 14 bulan depan. Jadi, ada kisaran 3 minggu lagi tersisa dari tanggal yang akhirnya disepakati. “Neng Nuri, tolong jangan sampai membuat rencana pernikahan ini gagal, ya. Apalagi jika terbersit untuk mengganti pengantin perempuannya. Jangan salahkan kami kalau terjadi apa-apa pada keluarga ini.” Suryadi berbicara pada Nuri, tetapi matanya menatap Bi Lela, seolah dia bisa membaca pikiran perempuan tua itu tengah merencanakan sesuatu. Semantara itu, Juragan Arga sejak tadi lebih banyak diam. Sesekali ia memperhatikan Nuri, Paman Nursam dan Bi Lela bergantian. Pertemuan pertama ini, sama sekali tak memberikan gambaran pada Nuri seperti apa sosok lelaki yang akan menjadi suaminya nanti. Dia masih menjadi hal misterius yang membuat Nuri berada dalam rasa ketakutan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD