Episode 5

1848 Words
"Dulu aku pernah berpikir buat menikah sama perempuan yang aku cintai karena aku pikir perempuan itu bisa buat aku bahagia. Tapi kemudian aku berpikir lagi, ternyata menikah bukan hal yang tepat." Renatta masih ingat jelas saat Gabriel mengatakan hal seperti itu. Renatta tidak menyangka kalau Gabriel akan seserius ini padanya. Renatta memang sangat mencintai Gabriel, tapi untuk menikah dengannya Renatta masih belum mikir sampai ke tahap itu. Karena saat Renatta dulu baru mengenal Gabriel, Gabriel masih kekanak-kanakan. Apalagi usianya yang lebih muda 4 tahun darinya. Renatta takut saat mereka sudah menikah, mereka belum bisa menyesuaikan diri dan hal lain yang membuat mereka tidak bisa mempertahankan pernikahan. Jujur, Revan memang sosok laki-laki dewasa yang Renatta cari selama ini. Revan sudah dewasa dan bisa berpikir secara dewasa juga. Jika mungkin mereka punya masalah dalam rumah tangga, mereka bisa menyelesaikannya secara baik-baik. Mungkin selama ini Renatta salah mengambil keputusan untuk menjalin hubungan dengan Gabriel, harusnya dia tidak jatuh cinta dengan Gabriel. Semua ini salah Renatta kenapa harus jatuh cinta dengan laki-laki yang lebih muda darinya. Renatta membuka laci mejanya, dia lalu mengambil sebuah buku lalu membukanya. Di dalam buku itu, ada sebuah foto yang tak lain adalah foto dirinya dan juga Gabriel. Itu adalah foto pertama yang mereka ambil saat mereka pertama kali memutuskan untuk menjalin hubungan sekitar 2 tahun yang lalu. Renatta mengusap wajah Gabriel dalam foto tersebut, seketika air matanya menetes. Renatta menghapus air matanya, kala mengingat pertemuan pertamanya dengan Gabriel. Berawal dari Renatta yang hampir tertabrak motor Gabriel karena buru-buru, lalu bertemu dengan Gabriel lagi di sekolah. Renatta tidak menyangka saja, karena kejadian itulah keduanya saling suka dan menjalin hubungan. Sebenarnya lucu juga, mengingat Renatta jatuh cinta pada Gabriel. Laki-laki yang bahkan 4 tahun lebih muda darinya. Padahal dulu sebelum Renatta bertemu dengan Gabriel, Renatta ingin mencari laki-laki yang lebih dewasa darinya. Bukan anak kuliahan macam Gabriel, Gabriel sangat jauh dari tipenya. Tapi mau bagaimana lagi, justru anak kuliahan macam Gabriel lah yang membuat Renatta jatuh cinta. Dan anehnya, mereka hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk saling mengenal, sangat singkat bukan? Awalnya Renatta ragu menerima Gabriel sebagai kekasihnya, tapi melihat perjuangan dan keseriusan Gabriel, Renatta mencoba untuk menerima. Renatta berjengit kaget saat seseorang menyentuh kedua bahunya. Buru-buru Renatta menyimpan kembali fotonya di dalam buku. Renatta menoleh ke samping, "Mas Revan?" "Kenapa kamu sendirian disini, hm?" "Nggak papa mas. Tadi aku cuma beres-beres meja yang berantakan." "Kenapa tadi tiba-tiba kamu pergi Renatta? Kamu bahkan cuma makan sedikit. Apa kamu sakit?" Renatta menggeleng pelan, "Aku baik-baik aja mas." "Gimana sama Chelsea?" Tanya Renatta. "Chelsea udah pulang tadi. Tadinya dia mau pamitan sama kamu, tapi kamunya nggak ada, jadi dia cuma bilang sama aku untuk menyampaikan terima kasih sama kamu karena udah masak enak-enak malam ini." "Iya mas. Aku mau tidur dulu." "Tidurlah." Renatta naik ke tempat tidur lalu merebahkan dirinya. Sedangkan Revan, dia tengah menyelesaikan pekerjaannya yang belum selesai. Renatta memejamkan matanya, namub dia masih belum bisa tidur, dia justru memikirkan hubungan Gabriel dengan Chelsea. "Mas?" "Iya sayang?" "Menurut kamu gimana hubungan Gabriel sama Chelsea?" "Menurut aku, Chelsea itu perempuan yang cantik dan sopan, tidak ada salahnya kalo Gabriel pacaran sama dia. Selama ini, Gabriel tidak pernah pacaran, dan aku senang karena Gabriel sekarang punya pacar, setidaknya Gabriel tidak akan kesepian." "Kalo menurut kamu gimana?" Revan balik bertanya. Renatta sangat tau bagaimana sifat Chelsea, bagaimana terobsesinya Chelsea pada Gabriel. Renatta sebenarnya tidak setuju dengan hubungan mereka, bukan karena Renatta cemburu, tapi Renatta takut kalau Chelsea hanya dijadikan pelampiasan Gabriel saja. Gabriel akan menyakiti Chelsea nantinya. "Kalo kamu setuju sama hubungan mereka, aku juga setuju mas." Hanya itu yang bisa Renatta katakan. "Hm, sebaiknya kamu tidur, sudah larut malam." "Iya mas." Renatta kembali memejamkan matanya, dia berusaha untuk tidak memikirkan Gabriel lagi. Sedangkan Gabriel, dia merasa puas melihat Renatta tiba-tiba pergi dari meja makan. Renatta pasti tidak suka dengan keberadaan Chelsea karena dari dulu Chelsea memang tidak berhubungan baik dengannya. Gabriel sangat yakin, Renatta sangat kaget saat tau kalau dia dan Chelsea berpacaran. Sangat mudah membujuk Chelsea yang sudah sangat tergila-gila pada Gabriel. Karena itulah Gabriel berhasil membawa Chelsea untuk makan malam di rumahnya. ******* Gabriel berjalan ke arah dapur, tenggorokannya terasa sangat kering setelah bangun tidur. Saat di dapur, Gabriel melihat Renatta tengah berkutat dengan alat masaknya. Gabriel tidak mempedulikannya, dia mengambil air dingin di kulkas. Saat Gabriel hendak meneguknya, tiba-tiba seseorang merebut botol minumnya. "Apa yang lo lakuin?" "Nggak baik minum air dingin di pagi hari." Renatta menuangkan air hangat untuk Gabriel dan memberikannya, "Ini minum air hangat, biar tenggorokan kamu nggak sakit." "Nggak usah sok perhatian Renatta. Kembaliin botol minum gue!" Renatta menggeleng, "Nggak bisa, kamu harus minum air hangat Gabriel!" Gabriel berdecak, dia mencoba merebut botol minum di tangan Renatta, namun Renatta menyembunyikannya di belakang tubuhnya. "Jangan main-main Renatta, gue butuh air dingin sekarang." "Aku nggak akan berikan ini, kalo perlu aku akan membuangnya." Renatta mengancam. Tidak ingin berdebat dengan Renatta, Gabriel membuka kulkas untuk mengambil air dingin lagi, namun sayangnya hanya botol itu stok terakhir, tidak ada lagi. Saat Gabriel berbalik, dia justru melihat Renatta tengah membuang air dinginnya di wastafel. Seketika Gabriel kesal, dia merebut botol minum yang sudah kosong dari tangan Renatta. "KENAPA LO BUANG HAH?!" "TERSERAH GUE MAU MINUM APA, LO NGGAK BERHAK BUAT IKUT CAMPUR!" "DAN ASAL LO TAU, GUE PALING BENCI SAMA ORANG YANG SOK PERHATIAN!" Setelah membentak Renatta, Gabriel lalu kembali ke kamarnya. Renatta sangat terkejut, kenapa Gabriel menjadi sangat marah padanya? Renatta hanya membuang air dingin, tapi Gabriel marah seakan-akan Renatta melakukan kesalahan besar. Lagipula Renatta hanya ingin Gabriel hidup sehat. Satu jam kemudian, Gabriel keluar dari kamarnya hendak berangkat kuliah. Renatta melihatnya, "Gabriel?" Gabriel menghentikan langkahnya saat Renatta memanggilnya. "Kamu mau berangkat kuliah kan?" "Hm." "Aku boleh numpang ke rumah ibu nggak?" "Hm." "Terima kasih Gab." Gabriel lalu berjalan lebih dulu, Renatta menyusulnya di belakang. Awalnya Gabriel ingin membawa motor, tapi karena Renatta ikut, Gabriel akhirnya membawa mobil. Di dalam mobil, keduanya diam satu sama lain. Entah sudah berapa lama Gabriel tidak satu mobil dengan Renatta. Entah kenapa Gabriel merasa bersalah karena tadi sudah membentak Renatta. Gabriel hanya tidak suka dengan sikap Renatta pagi tadi. Karena itu, Gabriel mengijinkan Renatta untuk ikut dengannya sebagai ucapan maaf atas tindakannya. Sayangnya, Gabriel terlalu gengsi untuk minta maaf langsung pada Renatta. "Gabriel, aku minta maaf." "Buat apa?" "Tadi pagi, aku udah buat kamu marah. Aku cuma nggak mau kamu sakit karena sering minum air dingin waktu pagi." "Lo lupa sama apa yang gue bilang?" Jeda- "Gue paling benci sama orang yang sok perhatian! Lo nggak perlu sok perhatian ke gue Renatta, karena gue nggak butuh itu." Renatta menggeleng seraya melirik Gabriel, "Aku cuma khawatir kamu sakit." "Peduli apa lo sama gue? Sebelum ini pun, gue udah sakit, tapi lo nggak peduli kan?" Renatta tau maksud ucapan Gabriel, tapi apa yang Gabriel katakan tidak benar. Bagaimana mungkin Renatta tidak peduli dengan Gabriel, Renatta peduli hanya saja dia tidak bisa berbuat apa-apa selain diam hingga membuat Gabriel berpikir seperti itu. "Gabriel, sampai kapan kamu seperti ini? Aku tau aku salah, tapi apa kamu nggak bisa nggak bersikap dingin seperti ini?" Gabriel menghentikkan mobilnya, karena rupanya mereka sudah sampai di depan rumah Renatta. "Gabriel, aku--" "Udah sampai, mending lo turun." Ucap Gabriel dengan nada datar. Renatta menghela nafas pelan, dia lalu turun dari mobil. Padahal Renatta ingin meminta Gabtriel untuk terus bersikap dingin padanya. Renatta merasa tidak nyaman, mereka tinggal satu rumah tapi seperti orang bermusuhan. Gabriel yang memusuhinya, Renatta sudah mencoba berulang kali untuk meminta maaf pada Gabriel, tapi Gabriel tidak pernah mau mendengarkannya. Setelah itu, Gabriel melanjutkan perjalanannya ke kampus. Gabriel memarkirkan mobilnya di area parkir. Matanya tertuju pada sosok perempuan yang tengah berdiri di depan. Gabriel berdecak, Chelsea pasti sedang menunggunya. Sepertinya Gabriel sudah salah menjadikan Chelsea sebagai alat. Menyusahkan! Gabriel lalu turun dari mobil, Chelsea tersenyum padanya lalu mendekatinya. Chelsea langsung menggandeng lengan Gabriel, "Gabriel, lo dari mana aja? Dari tadi gue nungguin lo tau." "Gue ada urusan." Jawab Gabriel singkat. "Urusan apa? Penting banget ya?" "Bukan urusan lo Chel." Gabriel melepaskan tangan Chelsea dari lengannya, "Lepasin tangan gue!" "Emangnya kenapa Gab? Gue kan pengen semua orang tau kalo lo pacar gue, milik gue, biar nggak ada cewek-cewek yang sengaja cari perhatian sama lo." "Gue bukan milik siapa-siapa, apalagi milik lo, jadi stop bilang gitu." "Ah ya, jangan lupa sama perjanjian kita. Lo emang pacar gue, tapi di depan Renatta. Selain itu, gue sama lo nggak ada hubungan apa-apa. Jadi, jangan ganggu gue saat nggak ada Renatta. Ingat itu!" Gabriel harus memperingati Chelsea tentang hubungannya dengan Gabriel hanyalah hubungan palsu, yaitu untuk keuntungan masing-masing. Chelsea harus selalu diingatkan bahwa mereka menjalin hubungan bukan karena Gabriel menyukainya. Kalau bukan karena ingin membuat Renatta cemburu, mana mungkin Gabriel mau membuat kesepakatan konyol dengan Chelsea. Setelah memberi Chelsea peringatan, Gabriel pergi meninggalkannya. Chelsea mengepalkan tangannya, dia tau kalau Gabriel hanya memanfaatkannya saja. Tapi Chelsea bukan perempuan yang dengan mudah menyerah begitu saja. Chelsea akan membuktikan kalau dia bisa mendapatkan Gabriel seutuhnya. Chelsea akan membuat Gabriel melupakan Renatta, hanya Chelsea satu-satunya perempuan yang berhak menjadi kekasih Gabriel. Chelsea akan membuat hubungan ini menjadi hubungan yang nyata, bukan hanya pura-pura. Gabriel duduk di bangkunya, dia memijit pelipisnya yang sedikit pusing. Kenzi lalu datang menghampirinya, "Lo kenapa? Sakit, eh?" "Gue nggak papa." "Nanti malam, Daniel ngajak kita pergi ke club. Lo mau ikut?" Gabriel menggelengkan kepalanya pelan, "Kalian pergi aja, malam ini gue nggak akan pergi kemana-mana." "Kenapa? Biasanya juga lo mau-mau aja kalo Daniel ajak kita pergi." "Gue lagi nggak mood." "Kayakanya lo lagi ada masalah, ada apa?" "Gue nggak papa." Gabriel berdiri dari duduknya, hendak pergi. Kenzi lalu bertanya, "Lo mau kemana Gab?" "Gue pergi dulu. Bilang aja sama dosen kalo gue sakit." Gabriel lalu pergi meninggalkan Kenzi. Kenzi merasa ada sesuatu yang sudah terjadi dengan Gabriel. ******* Bukannya pulang ke rumah, Gabriel justru berhenti di depan sebuah rumah. Gabriel tidak turun ke sana, dia hanya diam menatap pintu rumah tersebut. Gabriel ingin sekali masuk ke dalam, seperti dulu. Rasanya sudah sangat lama, Gabriel tidak berkunjung kesana. Sayangnya, Gabriel tidak bisa masuk ke dalam sana, Gabriel lebih memilih untuk tetap di dalam mobil. Tak lama, seorang perempuan keluar rumah bersama dengan wanita paru baya. Tanpa sadar, Gabriel tersenyum tipis melihat wanita paru baya tersebut. Entah sudah berapa lama, Gabriel tidak pernah melihatnya. "Gabriel?" Renatta mengernyit melihat sebuah mobil parkir tak jauh dari rumahnya. Renatta yakin kalau mobil itu adalah mobil Gabriel. Renatta berjalan mendekat. "Gabriel?" Ucap Renatta seraya mengetuk kaca depan mobil. Sadar ada yang mengetuk pintu, Gabriel mengerjapkan matanya, dan melihat kalau Renatta sudah tidak ada bersama ibunya. Renatta justru tengah mengetuk kaca mobil. "Gabriel?" Panggilnya sekali lagi. Gabriel lalu menurunkan kaca mobil. "Kamu ngapain disini?" "Tadi gue nggak sengaja lewat sini." Entahlah, tiba-tiba saja Gabriel ingin lewat jalan ini agar bisa melihat kondisi rumah Renatta. Renatta tersenyum, tidak mungkin Gabriel sengaja lewat depan rumahnya. Jelas-jelas ini bukan arah jalan ke rumahnya. "Apa kamu mau masuk ke dalam? Sudah lama kamu nggak datang kesini Gab." "Gue mau pulang!" "Tunggu, aku boleh sekalian ikut?" Gabriel diam sebentar, setelah itu Gabriel menggunakan matanya untuk mengarahkan Renatta agar masuk ke mobil. Apa susahnya mengatakan 'boleh'? ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD