When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Selama berhari-hari Qirani merasa dirinya kurang fokus. Termenung lama tanpa alasan, tiba-tiba larut dalam lamunan. Ia terus memikirkan ucapan Kahfi terkait kebenaran bahwa Kalvin telah menjatuhkan pilihannya pada seseorang. Bibirnya mendadak bisu kala itu, kehabisan kata untuk sekadar memberi tanggapan. Kata-kata nahas yang Kahfi gambarkan dalam usahanya menyimpan rasa selama ini sudahlah disimpulkan akan berakhir menyedihkan. “Kenapa melamun, Qirani sayang?” tegur suara bernada lembut, memecah lamunan panjang milik wanita bermata hanzel itu. Yang ditanya buru-buru mengatur air mukanya agar kembali ceria, membalas ucapan tadi dengan senyuman. “Aku lagi berusaha mengingat resep yang kupelajari di buku, Ma,” kelit Qirani, menyembunyikan jawaban yang sebenarnya. “Kalau ada yang tidak ka