1st Teen - Birk

1814 Words
          Tanpa berpikir panjang, Michelle mengikuti arah suara itu yang terus memanggilnya. Ia mulai terengah dan tidak tahu sudah berapa lama ia berlari mengejar suara yang tidak kelihatan pemiliknya. Napasnya mulai berembun di udara dan barulah ia sadari bahwa ia telah sampai pada sebuah kolam kecil dengan air yang berwarna hitam pekat. Suara itu telah menghilang kembali dan Michelle memandang sekeliling kolam itu. Pohon-pohon melingkar mengitari tempat itu. Sebuah batang pohon yang berbeda dari pohon-pohon lainnya mencolok perhatiannya. Ia mendekati pohon itu dan meraba batangnya yang kokoh. “Apa ini pohon Giant Sequoia ?” gumamnya mengernyit. Ia mulai mengingat buku Treasure of the Earth.           Ada sebuah gambar pada lembaran terakhir yang dibacanya. Dengan cepat, Michelle membuka ranselnya dan mengeluarkan buku besar itu dan membalik halamannya dengan cepat hingga ke halaman dimana ia tidak bisa membuka kelanjutannya. Ada gambar kecil pada bagian bawah paragraf itu dengan gambar pohon yang mirip dengan pohon yang ada di depannya. Michelle menyadari bahwa ia telah berada di tempat yang tepat setelah memandang sekelilingnya sekali lagi untuk memastikan bahwa itu adalah pohon Giant Sequoia satu-satunya di tempat itu. Ia tersenyum puas dan mulai mengamati kembali pohon Giant Sequoia itu.             Michelle mulai berpikir bagaimana mencari apa yang dimaksud oleh buku itu. Ia melirik kolam hitam di dekatnya dan hampir berniat untuk masuk ke dalamnya. Siapa tahu ada yang tersimpan di dasarnya, pikir Michelle. Tangannya masih meraba-raba pohon itu sementara matanya tidak lepas dari kolam. Tiba-tiba, Michelle merasakan ada getaran aneh menjalari tangannya yang masih meraba pohon. Senyumnya mulai memudar dan perlahan ia menoleh ke arah pohon Giant Sequoia itu. Michelle melotot memandang pemandangan aneh di depannya. Ia sampai melepaskan tangannya dari pohon itu dan tidak mempercayai pandangannya. Pohon itu menggeliat ! Michelle benar-benar yakin bahwa pohon itu bergerak.             Pelan-pelan, terdengar suara cekikikan dari pohon itu. Michelle semakin kaget dan ketakutan melihat hal itu.           “Hahahaha...geli sekali jika kau merabaku begitu.” sebuah suara berasal dari pohon Giant Sequoia yang sedang dipandanginya. Michelle menjulurkan kepalanya untuk melihat lebih jelas dan menyadari bahwa ada dua buah kelopak mata berwarna senada dengan batangnya. Kedua bola mata berwarna hitam itu memandanginya dengan ramah. Sebuah lubang besar menganga di bawahnya sebagai mulut dan Michelle yakin sekali bahwa ia tadi melihat lubang itu bergerak. “Kau kaget, nak ?” pohon itu berkata kembali. Michelle hanya mengangguk gugup. “Tidak masalah. Semua orang pasti kaget karena melihat sebuah pohon berbicara,” celoteh pohon itu. “Um, ma...maaf...siapa anda ?” Michelle memberanikan dirinya untuk bertanya setelah memperhatikan bahwa pohon itu tidak akan menyerangnya. “Ohh, maafkan aku. Aku lupa memperkenalkan diri. Panggil saja aku Birk si Pohon Penjaga. Dan siapa namamu, gadis kecil ?” Birk tersenyum padanya. Kerutan di pohon itu semakin bertambah. “Michelle Lambert. Maafkan ketidaksopananku, tapi bagaimana sebatang pohon bisa berbicara ?” Michelle mendekat selangkah padanya. “Well, aku sudah mengatakannya padamu. Aku adalah pohon penjaga di Dering Wood ini. Dan Tuhan berwelas asih memberiku kemampuan untuk berbicara. Tapi, aku tidak berbicara pada sembarang orang, nak. Hanya orang-orang terpilih dan yang kusukai saja yang berhasil membuatku bicara,” jelasnya dengan suara serak. “Anda menjaga apa ? Apa ada sesuatu yang berhubungan dengan 'diriku yang lain' ?” Michelle mulai semakin penasaran. “Ohh kau sudah membaca kitab Treasure Of the Earth sepertinya. Dan aku menduga kau datang kemari karena kitab itu ?” tanya Birk. “Kitab ? Itu bukan buku cerita biasa ?” Michelle mulai memahami apa yang dikatakan Birk. “Tentu saja bukan. Itu adalah kitab, Michelle. Kitab yang hanya ada tujuh di muka bumi ini. Dan kau sepertinya memiliki salah satunya. Selamat ! Karena kau menjadi orang yang terpilih untuk mengambil 'dirimu yang lain' di tempat ini,” Birk tertawa keras hingga Michelle menebak bahwa tidak mungkin kedua temannya tidak mendengar gema tawanya. “Jadi, apa wujud dari 'diriku yang lain' itu ?” tanya Michelle. “Kau akan melihat wujud itu nanti setelah aku menjelaskan padamu untuk apa kau harus mendapatkan 'dirimu yang lain',” Birk tersenyum penuh makna padanya. Michelle hanya diam menanti jawaban dari Birk.           “Kau pasti sudah membaca mengenai Pusat Bumi ? Tempat itu memang benar-benar ada dan aku menjadi salah satu penjaga gerbangnya yang kedua. Tentu saja gerbang-gerbang lain berjumlah tujuh juga sesuai dengan kitab yang tersebar dan petunjuk yang ada di dalamnya. Kau hanya akan bisa menembus Pusat Bumi jika kau telah bersatu dengan 'dirimu yang lain'. Setiap penjaga gerbang menjaga 'dirimu yang lain' sampai kau berhasil menemukannya. Tidak akan sulit karena kau pasti telah memiliki firasat untuk datang kemari. Hal itu karena 'dirimu yang lain' yang memanggilmu untuk sampai ke tempat ini. Aku menebak kau pasti mendengar suara-suara yang memanggilmu, bukan ?” Birk menunggu jawaban dari Michelle sebelum ia melanjutkan ceritanya. Michelle mengangguk cepat. “Teman-temanku tidak dapat mendengarnya,” katanya.            “Wajar saja. Karena kau lah yang terpilih. Banyak yang telah datang kemari mengikuti kitab palsu yang beredar. Tapi, aku tidak berbicara pada mereka karena mereka datang bukan karena panggilan diri mereka. Mereka hanya mengikuti sebuah peta dari kitab palsu itu. Setelah mereka melihat tidak ada yang terjadi setelah mengikuti buku itu, mereka pergi meninggalkan tempat ini dan menganggap kitab yang mereka pegang hanya berbual. Tapi, kau berbeda. Kau datang karena panggilan yang hanya bisa didengar olehmu. Kecuali kalau teman-temanmu dapat mendengarnya berarti bukan panggilan itu. Kadang-kadang hutan ini memang benar-benar 'menjerit', nak. Yah, itupun kalau kau sudah mendengar kisahnya,”  Birk mengayunkan beberapa dahannya ke sekeliling dengan cuek. “Tapi, aku tidak akan membahas hal itu. Tidak penting sama sekali. Nah, aku juga akan mengatakan padamu bahwa gerbang-gerbang menuju Pusat Bumi tidak pernah berada di satu tempat atau negara yang sama. Dengan kata lain, gerbang-gerbang itu tersebar di seluruh penjuru dunia. Jika kau memilih untuk mengambil 'dirimu yang lain', maka kau kuizinkan untuk masuk ke Pusat Bumi dan jika kau beruntung kau akan bertemu dengan orang-orang terpilih lainnya dari negara-negara asing. Tapi, jika kau menolak untuk mengambilnya, kau boleh meninggalkan tempat ini dan berpikir ulang. Aku menyambutmu kapan saja jika kau ingin kembali,”  Birk menyampaikan hal itu dengan sangat serius. “Umm, ada apa di Pusat Bumi ?” tanya Michelle dengan cemas. Ia sudah membayangkan sesuatu yang tidak mengenakkan.            “Ada bermacam-macam hal di sana. Kau akan tahu jika kau sudah sampai di sana. Yang jelas, satu hal yang bisa kau dapatkan di sana. Pusat Bumi akan mengabulkan satu permintaanmu jika kau bisa menebak teka-tekinya yang tentu saja banyak tantangan di dalamnya,” jelas Birk. “Mengabulkan permintaan ? Apa saja ?” bola mata Michelle mulai membesar.           “Ya. Apa saja. Kau bahkan boleh meminta pada Pusat Bumi untuk menghidupkan kembali seseorang yang telah meninggal,” Birk tersenyum misterius karena berhasil mendapatkan perhatian Michelle sepenuhnya. Michelle meneguk ludah. Permintaan yang mustahil seperti itu saja dapat dikabulkan. Ia berminat sekali untuk masuk. Tapi, yang membuatnya ragu adalah kata 'tantangan' yang disebutkan Birk tadi. “Um, lalu tantangannya apa ?” tanya gadis itu. Birk menggoyangkan dahannya lagi. “Aku juga tidak tahu, nak. Itu semua diputuskan oleh Pusat Bumi begitu ia mengetahui apa yang kalian inginkan untuk dikabulkan. Tantangan setiap orang yang terpilih berbeda sesuai dengan permintaannya,” jawab Birk dengan sangat tenang.             Michelle terdiam selama beberapa saat. Ia mulai berpikir apakah ia bersedia untuk melaksanakan semua tantangan yang akan diberikan demi satu permintaannya yang masih membuatnya bingung untuk memilih. Banyak hal yang ingin ia penuhi dan sekarang ia harus memilih salah satu yang paling penting dari semuanya. “Bagaimana ? Apa keputusanmu ?” tanya Birk. “Kau belum menjelaskan padaku tentang 'diriku yang lain',” Michelle mengingatkan.            “Ah ya, maafkan aku nak. Menjadi tua ternyata membuatku mudah lupa sampai dimana aku bicara. Well, 'dirimu yang lain' adalah kekuatanmu sendiri yang akan menolongmu saat kau berada di Pusat Bumi. Setiap 'Yang Terpilih' memiliki kekuatan yang berbeda. Mereka ada karena kita menyadari keberadaan mereka dan mengagumi mereka. Semua kekuatan dari 'dirimu yang lain' berasal dari alam,” Birk mulai menekankan suaranya dengan dalam. “Seperti apa bentuknya ?” tanya Michelle penasaran.           “Kau baru akan melihat wujudnya jika kau bersedia masuk ke Pusat Bumi. Jika kau mengambil kekuatan itu, tapi tidak berniat untuk menempuh Pusat Bumi, maka kau hanya akan menyebabkan keseimbangan dunia menjadi kacau, Michelle. Bayangkan saja, jika seorang manusia memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan manusia normal hidup di tengah-tengah masyarakat, perlahan-lahan ia pasti akan berubah menjadi sombong dan mulai memamerkan kekuatannya. Akibatnya, dunia akan menjadi lebih parah dari sebelumnya,” jawab Birk. Michelle hanya mengangguk-angguk paham. “Tidak bisakah kau memberitahukan padaku kekuatan apa yang akan aku dapatkan jika aku bersedia ?” pancing Michelle berusaha membuat Birk berbicara lebih jauh. “Tidak bisa, nak. Kalau kau mengetahuinya tapi tidak berniat masuk, maka itu menjadi keserakahanmu kelak,” senyum Birk. “Apa kekuatan itu sangat berharga sampai perlu kau sembunyikan seperti itu ?” selidik Michelle. “Tentu saja. Sangat berharga untuk membuat seseorang yang mendengarnya menjadi tamak,” Birk mengayunkan dahannya dengan cuek. “Baiklah. Berikan aku waktu untuk berpikir dulu,” kata Michelle dan ia berbalik membelakangi Birk.           Ia melipat kedua tangannya di d**a dan mulai berpikir keras. Ia harus memikirkan keinginannya yang paling ingin dikabulkan. Michelle sama sekali tidak tahu apa yang paling diinginkannya. Karena telah berpikir begitu lama, ia berbalik kembali menghadap ke arah Birk yang sedang asyik memainkan dahannya. “Kalau aku tidak punya permintaan saat ini, apa aku boleh masuk ?” ia bertanya pada pohon itu. “Boleh saja. Karena setiap orang yang pernah masuk ke Pusat Bumi dan tidak memiliki keinginan apa pun, akan mendapatkan sesuatu yang berharga sebagai imbalannya. Terkadang saat mereka berada di Pusat Bumi, permintaan mereka akan muncul begitu saja dan tantangan dapat berubah kapan saja,” jawab Birk. Michelle terdiam selama beberapa saat. “Aku ingin masuk. Apa aku sudah boleh mengambil 'diriku yang lain' ?” Michelle sudah merasa ia benar-benar penasaran dan ingin mengetahui apa yang disembunyikan di Pusat Bumi. “Kau yakin ?” Birk menyeringai dengan serius. Michelle mengangguk pasti.             Birk kembali menegakkan tubuhnya yang berupa batang pohon itu dengan kokoh. Ia meregangkan beberapa dahannya hingga beberapa lembar daun berguguran. “Lihatlah kolam itu,” kata Birk tiba-tiba. Michelle langsung membalikkan dirinya dan memandang ke arah kolam dengan air berwarna hitam itu. Ia mengamatinya dan bingung karena tidak ada yang terjadi. Michelle mendelik pada Birk sekali lagi. “Masuklah ke dalam kolam itu,” lanjutnya setelah melihat tatapan Michelle. Gadis itu langsung membelalak padanya. “Apa kau ingin aku mati ??? Ini hampir musim dingin ! Kau menyuruhku masuk ke dalam kolam itu dengan cuaca begini ???” Michelle benar-benar tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Itu tidak akan membunuhmu. Coba saja. Kau tidak akan mati kedinginan setidaknya, kujamin,” Birk memandangnya dengan tatapan tidak percaya juga. “Lalu apa yang harus kulakukan di dalam kolam itu ?” Michelle mengernyitkan alisnya. “Ambil sesuatu yang ada di dasarnya,” jawab Birk singkat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD