2. Memberi Pelajaran

1223 Words
Di sebuah meja dekat jendela, Amelia dan Raka duduk berdua. Mereka nampak sedang berbincang santai. Amelia yang mengenakan gaun sederhana namun elegan, sesekali tertawa kecil mendengarkan cerita Raka yang tampak sedang berusaha membuatnya tersenyum. Malam itu suasana restoran yang terletak di pinggir kota tampak lebih sepi dari biasanya. Hanya beberapa meja yang terisi, dengan suasana yang tenang dan pencahayaan lembut. Di sudut ruangan, seorang pelayan muda berjalan melayani pelanggan. Di luar restoran, sebuah mobil hitam terparkir dengan tenang. Dari dalam mobil itu, seorang pria sedang memperhatikan keduanya dari kejauhan matanya tajam seperti elang yang menyerupai mangsanya. Sementara pria yang lainnya menatap layar ponselnya dengan serius, bahkan sesekali mengumpat saat kalah telak dalam pertandingan game online. "b*****t! Lebih baik pulang saja kalau kau masih mau bermain game sialan itu!" bentak pria bermata elang itu. "Yayayaya. Aku akan mematikan game yang kau bilang sialan ini," sahutnya dengan nada sarkas. Tak lama ponsel pria bermata elang itu berbunyi, membuat keduanya menghentikan perdebatan tak berguna ini. Pria itu segera memasang earphone-nya, bersiap untuk menerima panggilan telepon itu. "Bagaimana dengan hasil pengamatan kalian?" tanya orang yang berada di ujung sambungan telepon itu. "Bos Leo, mereka masih di dalam. Pria yang bernama Raka itu sepertinya sedang bercanda dan Nona Amelia kelihatan menanggapinya dengan santai." Lapor pria itu kepada Leonardi. "Kerja bagus. Awasi mereka terus, hati-hati agar tidak terlalu mencolok. Pastikan Amelia tidak merasa kalau dia sedang diawasi. Begitu ada kesempatan segera beri pelajaran kepada pria itu, tapi saya tidak mau Amelia sampai terluka." Suara Leonardi terdengar tenang namun penuh perintah. "Tentu, Bos. Saya akan pastikan semuanya berjalan lancar." Suasana malam kembali terasa hening, setiap detil pergerakan Amelia dan Raka terekam jelas dalam pengawasan mereka. Dari dalam mobil, kedua orang itu terus memantau. Sementara di dalam restoran, Amelia terlihat tersenyum dan menikmati kebersamaannya dengan Raka tanpa tahu jika semua gerak-geriknya sedang diawasi. "Aku senang kita dapat menghabiskan malam minggu berdua seperti ini," ucap Raka dengan disertai senyum hangat. "Aku juga senang menghabiskan waktu sama kamu. Sejujurnya akunnggak pernah menyangka kalau kita bisa jalan berdua seperti ini," tutur Amelia. Raka yang merasa bingung segera melontarkan pertanyaan kepada gadis yang hari ini memakai dress bermotif bunga yang sangat cocok melekat pada tubuhnya. "Karena aku tidak pernah menyangka jika ternyata kamu ini orang yang sangat humoris, tapi tidak macam-macam," jelas Amelia yang membuat Raka hanya mengangguk. "Kenapa kamu bisa berpikir jika aku tidak akan macam-macam sama kamu?" tanya Raka kembali. Aku juga nggak tahu hanya perasaanku yang mengatakan seperti itu," timpal Amelia yang membuat Raka semakin tersipu malu. Tidak sia-sia dia memulai pendekatan kepada Amelia 6 bulan yang lalu, meskipun baru mendapatkan respon positif sekitar sebulan yang lalu. "Kalau begitu apakah ini artinya kita bisa melangkah ke hubungan yang lebih serius?" tanya Raka. Amelia tersentak saat mendengarnya meskipun dia berjanji dalam hatinya untuk melupakan Leonardi tetap saja di dalam hatinya yang terdalam Amelia masih mencintai pria itu. Bukankah Amelia akan berdosa jika menerima pernyataan cinta dari Raka sementara di dalam hatinya masih tersimpan nama pria lain. "Kalau untuk itu jujur saja terlalu cepat untukku. Kita baru memulai pendekatan selama sebulan masih banyak yang belum kita ketahui satu sama yang lain ...." "Aku mengerti Amelia, maaf kalau aku yang terlalu lancang menyatakan perasaanku sama kamu. Aku tidak keberatan jika kita memperpanjang masa pendekatan ini sampai kamu merasa siap." Seharusnya dengan perkataan yang romantis seperti itu dapat menggetarkan hati setiap wanita yang mendengarnya tapi tidak dengan Amelia yang semakin merasa bersalah terhadap Raka. Merasa tidak ingin melanjutkan pembicaraan mereka, membuat Amelia mengajak Raka untuk pulang. Lagi pula hari sudah menunjukkan angka 21.00. Amelia merasakan ponselnya bergetar dia melirik sekilas dan melihat jika Rina yang meneleponnya. Amelia menghembuskan nafas lega merasa memiliki alasan untuk segera pulang. "Aku ambil telepon dulu dari mamaku ya, Raka," ucap Amelia meminta izin. "Iya Mah ini aku juga mau pulang jadi jangan khawatir." Tanpa menunggu suara Rina terdengar Amelia langsung berbicara membuat sang ibu hanya tertawa kecil. "Padahal Mama inginnya kamu lebih malam lagi pulangnya, tapi kayaknya kamu udah nggak betah ya. Ya sudah Mama tunggu di rumah," ucap Rina yang lalu mematikan sambungan telepon. "Kamu sendiri 'kan Raka kalau Mama udah mencari aku. Kita pulang sekarang, aku juga sudah mulai mengantuk," ajak Amelia. Meskipun merasa sedikit kecewa Raka tidak bisa menolak keinginan Amelia, dia sadar jika gadis itu masih sangat jauh dari jangkauannya. Sejujurnya seperti yang dikatakan oleh Amelia tadi dia juga tidak menyangka jika malam ini akan berdua dengan gadis itu. Gadis cantik yang sama sekali tidak menyadari pesona yang dimilikinya. "Oke, tapi aku harap minggu depan kita bisa keluar seperti ini lagi," ucap Raka yang lalu bangun dari duduknya. Keduanya menuju mobil Raka setelah pria itu membayar tagihan makanan mereka. Seketika saja Amelia merasakan firasat buruk, bulu kuduknya merinding tanpa sebab. Padahal AC di dalam mobil Raka tidak terlalu dingin. "Kamu kenapa Amelia? Kok kelihatannya gelisah sekali?" tanya Raka yang menyadari gelagat aneh Amelia. "Aku juga nggak tahu Raka, tiba-tiba saja firasatku nggak enak," jawab Amelia yang tanpa sadar menggosokkan kedua tangannya. "Mungkin karena kamu baru pertama kali keluar sampai semalam ini jadi merasa aneh. Kalau sudah sering juga biasa," tutur Raka menenangkan Amelia. Amelia hanya dapat menghela nafas panjang mencoba mengenyahkan firasat buruk yang entah mengapa semakin membuatnya gelisah. Dan saat mobil Raka melalui jalanan yang sepi sebuah mobil menyalip serta menghadang, membuat Raka menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. 'Sial! Ternyata firasat Amelia benar!' umpat Raka di dalam hatinya. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Orang-orang yang berada di mobil itu jelas sekali memiliki niat yang buruk sama kita?" tanya Amelia sembari mengguncang keras bahu Raka. "Kamu tidak perlu turun Amelia. Biar aku saja yang turun dan menghadapi mereka," ucap Raka dengan tenang meskipun dalam hatinya merasa takut. "Aku nggak setuju, Raka. Bagaimana jika mereka menyakiti kamu?" cegah Amelia dengan setengah berteriak. "Tapi kalau aku tidak melakukan ini kita dalam bahaya," ujar Raka mengemukakan alasannya. "Tapi tetap saja bagaimana ... kalau seandainya mereka ...." Amelia tak sanggup meneruskan kalimatnya, tangisnya pun pecah dan membuat Raka mengusap rambutnya dengan lembut seraya berkata. "Nggak usah takut aku yakin kalau kamu akan baik-baik saja. Sekarang kita hanya dapat berdoa jika Tuhan memberikan bantuan dengan mengirimkan orang-orang kemari untuk menyelamatkan kita." Tangis Amelia semakin kencang saat Raka menyelesaikan kalimatnya. Raka menepuk bahu Amelia berusaha untuk menenangkan gadis itu. Akhirnya dengan berat hati Amelia terpaksa mengijinkan Raka untuk turun dari mobil ini dan berhadapan dengan orang-orang yang menghadang jalan mereka. Amelia tidak dapat mendengar jelas percakapan yang dilakukan oleh Raka dan kedua orang pria berbadan tegap itu, tapi dari gerak bibir ketiganya yang tertangkap oleh Amelia membuat wanita itu menyimpulkan jika target sebenarnya adalah Raka. Tak lama kemudian yang ditakutkan Amelia terjadi, salah seorang pria berbadan tegak itu langsung melayangkan pukulan bertubi-tubi kepada Raka yang hanya dapat meringis kesakitan. Amelia hanya dapat menutup mulutnya dengan kedua tangannya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Melihat sekujur tubuh Raka dihajar habis-habisan oleh kedua pria berbadan tegap itu membuat Amelia menjadi histeris jeritannya pun terdengar sampai keluar mobil dan membuat kedua pria berbadan tegap itu menghentikan pukulannya. Salah seorang diantaranya bermaksud untuk mengecek keadaan Amelia yang berada di dalam mobil. Tapi yang dilihatnya membuat pria itu tersentak. Amelia terkulai lemas di mobil dengan mata yang terpejam. "Sial! Nona Amelia pakai pingsan pula bisa-bisa kita dihajar sama Bos Leo!" Teriakan menggelegar dari salah satu pria berbadan tegap itu membuat suasana penuh amarah, berganti dengan ketegangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD