MCKR 28 – Pertemuan Tak Disengaja

2191 Words
Tak lama kemudian, Haura dan Samantha pun sudah sampai di tempat ketiga laki-laki itu. “Hai!” seru Samantha yang terlihat sudah akrab dengan ketiga teman laki-lakinya tersebut. Lalu, semua orang pun langsung mengangkat tangan menyaa Haura dan Samantha dengan sangat ramah. “Duduk-duduk!” seru Richo sambil mempersilakan Haura dan Samantah untuk duduk. “Makasih,” kata Samantha. Haura hanya diam saja namun dia tetap mengikuti Samantha yang duduk. Dia duduk di samping Samantha. “Richo, Denis, dan Jordy. Kenalin ini temen gue, namanya Haura. Ra, kenalin mereka temen-temen kita namanya Richo, Denis, sama jody, satu Angkatan sama kita. Sama-sama kelas tiga,” kata Samantha. Haura pun mau tak mau tersenyum. “Gue Richo,” kata Richo yang langsung menyodorkan tangannya kepada Haura. Haura pun langsung menjabat tangan itu. “Haura,” kata Haura sambil menjabat tangan Rich. “Gue Denis!” seri Denis sambil mengajak Haura tos. “Haura,” kata Haura menyambutnya. “Dan gue … Jordy,” kata Jordi. Haura tersneyum, “Haura,” katanya. Tak lama kemudian, mereka pun memesan minuman. “Lo minum, Ra?” tanya Richo. “Eh, Nggak, Kak,” kata Haura. Richo pun menganggukkan kepalanya. Lalu minumanpun di pesan. Haura menyikut Samantha. Dia ingin mengajak Samantha pulang. Dia tidak mau menyentuh alcohol. “Tha, pulang yuk!” kata Haura dengan suara yang sangat lirih. “Apa? Gue nggak denger!” kata Samantha. “Gue mau pulang!” kata Haura yang jadinya berteriak karena Samantha tidak bisa mendengar suaranya yang memang hilang timbul karena suara music yang berdentum-dentum. “Apa?” tanya Samantha yang sedikit berteriak. Richo yang mengamati Haura pun langsung berdiri, “Lo mau pulang, Ra? Ayo, bareng gue aja,” kata Richo. “Eh?” hatra terkejut karena baru menyadari kalau suaranya tertangkap Richo. “Udah nggakpapa. Mau? Gue juga sekalian mau pulang,” kata Richo. “Kamu nggak jadi minum?” tanya Haura. “Gue nggak minum kok. Yang minum Cuma mereka,” kata Richo. Mendengar hal tersebut membuat Haura berpikir kalau Richo memang tidak minum dan situasi Richo sama sekeptu dirinya. Dia jadi merasa kalau Richo memang sama seperti dirinya, terjebak di sana walayupun aslinya baik-baik. Lagi pula, Richo kelihatan sebagai anak yang baik. “Eh, lo mau pulang, Ra? Yaudah tuh sama Richo aja. Rumahnya searah sama lo,” kata Samantha. “Eh, tapi, Ta …” kata Haura, Haura tentulah tidak enak hati kareana dirinya baru mengenal Richo jadi dia merasa spertinya tidak sopan dan tidak enak kalau dirinya sudah minta diantarkan pulang oleh Samantha. “Udah, nurut aja sama gue. Gue di sini dulu. Udah sana dia baik kok,” kata Samantha. “Yaudah deh,” kata Haura. Haura dan Richo pun langsung keluar dari ‘café’ tersebut. Saat perjalanan ma uke luar, Haura hampir saja tersenggol oleh seorang laki-laki untungnya Richo dengan sigap langsung melindungi Haura. Haura diam-diam melirik Richo dengan wajah mernda. Dia merasa Richo memanglah sangat baik seperti ekspekstasinya kepada Richo selama ini. Haura memang baru pertama kali mengobrol dengan Richo, karena selama ini dia hanya menyukai Richo dalam diam. “Ra, lo nggakpapa kan?” kata Richo. Haura pun menganggukkan kepalanya, “Aku nggakpapa. Makasih yah udah bantuin aku,” kata Haura. Richo pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya, “Iya, sama-sama. Kamu, sering ke sana?” tanya Richo. “Enggak. Ini kali pertamanya akuke sana,” kata Haura dengan cepat. Dia tidak mau kalau Richo salah paham. Richo menganggukkan kepalanya. “Ayo, naik?” kata Richo sambil memberikan satu-satunya helm miliknya kepada Haura. Haura awalnya menolak namun karena desakan dari Richo akhirnya dia memakai helm tersebut. Haura pun langsung menganggukkan kepalanya dan naik ke atas motor. Awalnya, Haura merasa bingung harus berpegangan dengan apa jadi dia memilih untuk tidak pegangan namun, dia hampir saja terjungkal hingga dia langsung memegangi baju Richo bagian kanan dan kiri.. “Lo pegang perut gue aja gak papa. Baju gue tipis jadi takutnya robek kalau lo pegangan di situ,” kata Richo. Haura pun menurut saja. Lagi pula kali ini dia memang tidak berpikiran macam-macam. “Kita satu Angkatan kenapa baru ketemu yah?” kata Richo di atas motor. “Tapi aku pernah liat kamu sih,” kata Haura. “Oh ya? kenapa nggak negur gue?” tanya Richo. “Kan nggak kenal. Jadi aku malu negurnya, nanti dikira sksd (sok kenal sok dekat),” kata Haura. Richo tersenyum. “Kan kita udah kenal, jadi lain kali kalo liat gue tegu raja ya? Dan gue boleh negur lo kan pas di sekolah?” tanya Richo. Jantung Haura berdebar-debar mendengar apa yang diaktakan oleh Richo. Laki-laki itu pandai sekali memikat hati Haura. Membuat Haura merasa melambung tinggi. Ntah dari mana datangnya, perasaan itu pun tersiram. Benih rasa yang hanya sekadar benih pun mulai mekar. “Boleh.” Jawab Haura. Setelah mengobrol panjang lebar, Haura pun merasa kalau Richo memanglah laki-laki yang baik. Richo juga anak yang sopan, jadi dia merasa senang saat mengobrol dengannya. Tak lama kemudian, mereka harus mengakhiri percakapan karena motor milik Richo sudah sampai di depan rumah Haura. “Ini Ric, rumah aku,” kata Haura. Richo pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum, “Makasih ya?” kata Haura dengan tulus sambil memberikan helm Richo kepada Richo. Richo menganggukkan kepalanya. “A-aku masuk dulu,” kata Haura. Haura pun langsung berbalik, detak jantungnya benar-benar berdegub dengan kencang. Haura pun hendak masuk ke dalam gerbang. “Ra!” panggil Richo. Haura pun mebalik badannya, “Iya?” tanyanyaa “Boleh minta nomor teleponnya?” *** “Haura! Makan dulu sayang!” seru Ibunya Haura. Haura langsung tersadar dari lamunannya. Haura langsung buru-burur mengmbil foto yang ada di tangannya dan langsung meletakkannya di dalam laci tanpa dia masukkan lagi ke dalam bingkainya. Bingkai dan foto itupun seketika sudah masuk di laci. “Iya, Ma. Tunggu!” kata Haura. Haura pun keluar dari kamarnya dan bergegad menemui ibunya. “Mama …: kata Haura. “Kamu ngapain aja sih di dalam lama banget mama panggil-panggil gak nyaut?” tanya Ibunya Haura “Iya, Ma. Tadi aku ketiduran hehe,” kata Haura. “Yaudah ayo kita makan ke bawah. Di bawah ada papa yang udah nungguin,” kata Ibunya Haura, Haura pun menganggukkan kepalanya. Tak lama kemudian mereka pun ke ruang makan dan makan malam bersama hingga akhirnya mereka selesai makan. “Besok hari minggu kita mau pergi kondangan ke rumah teman Mama sama Papa,” kata Ayahnya Haura. “Aku boleh nggak ikut gak, Pa?” tanya Haura. “Yah, memangnya kenapa, sayang?” tanya Ayahnya Haura. “Ya nggakpapa sih, Pa. Cuma pengen di rumah aja,” kata Haura. “Sayang, ikut aja yah? Dari pada kamu sendirian di rumah,” kata Ibunya Haura. Haura pun terdiam sebentar lalu menganggukkan kepalanya yang tidak gatal. Dia tentu tidak bisa menolak permintaan orang tuanya. “Yaudah deh, Ma, Pa, Haura ikut,” kata Haura. *** Haura sudah bersiap untuk pergi kondangan ke acara teman kedua orang tua Haura. Haura merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk menolak permintaan itu karena tidak mau kalau kedua orang tuanya sedih atau berpikiran yang macam-macam. “Cantik sekali anak mama,” kata ibunya Haura. “Terima kasih, Ma. Mama juga sama. Cantik banget,” kata Haura. Haura kini sudah memakai baju berwarna krem yang sama dengan ibunya. Dan senada dengan ayahnya pula. Mereka memanglah memilih untuk menggunakan pakaian yang diberikan oleh rekan kedua orang tuanya. Sebuah seragam. Tak lama kemudian, mereka bertiga pun berangkat dan sampai di tempat tujuan. Haura hanya bisa mengekori kedua orang tuanya, bersalaman, dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepanya. Dan selama tidak ada orang yang bertanya. Haura memutuskan untuk diam saja, dia tidak mau terlalu akrab kepada semua orang. “Ma, Pa, aku kayaknya mau duduk aja deh di sana,” kata Haura. “Oh yaudah. Mama sama Papa mau keliling dulu soalnya mau ketemu teman-teman kami yang lain,” kata Ibunya Haura. Haura pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Haura pun langsung berjalan menuju bangku yang disediakan oleh pihak penyelenggara. Acara itu begitu megah, Haura mengakui hal tersebut. Setelah duduk di tempat yang disediakan, Haura pun langsung mengeluarkan ponselnya. Dia memutuskan untuk bermain ponsel. Dia ingin mengambil makanan sebenarnya namun dia merasa malu untuk melakukan hal tersebut. Nantilah, kalau dia memiliki teman di sana, dia akan mengambilnya. “Ekhm.” Demem seseorang. Haura pun langsung menoleh ke kirinya, Seketika dia pun terkejut saat melihat sudah ada Albie dengan memakai jas dan kemeja rapih tengah duduk di sana. Seketika otak Haura menjadi ‘blank’ karena dia tidak meyangka akan bertemu dnegan ketua rohis tampan tersebut. “Kok kakak ada di sini?” tanya Haura. Albie hanya bisa menaikkan bahunya. “Ya sama kayak lo. Disuruh ikut kan sama orang tua?” kata Albie. Haura pun menganggukkan kepalanya. Karena merasa memiliki teman meski pertemuannya seakan tidak memungkinkan, akhirnya Haura pun langsung menyimpan ponselnya di dalam tas. “Kak, … jangan-jangan orang tua kita saling kenal lagi,” kata Haura. “Saya  juga nggak tau kalau begitu,” kata Labie. Haura pun langsung menganggukkan kepalanya. “Eh, Kak. Foto dulu yuk!” kata Haura yang langsung mengeluarkan kembali ponselnya. Albie sontak langsung menggelengkan kepalanya, “Saya nggak suka foto,” kata Albie. “Foto dang, Kak. Gak akan gue upload ke sosmed kok,” kata Haura. “Nggak, nggak mau,” kata Albie. “Harus mau,” kata Haura yang langsung mengarahkan kamera depan ponselnya dan berpose dengan Albie yang ada di belakangnya. Albie sempatbersembunyi apda tuuh Haura agar tidak tertangkap kamera namun bagaimana pun dia berusaha, Haura selalu memiliki cara untuk menjepret wajah mereka berdua. “Sekali lagi,” kata Haura. Haura langsung pindah tempat duduk di dekat Albie. Lalu mengarahkan ponselnya lagi. “Bener ya jangan di upload!” kata Albie. “Iyaaa …” kata Haura. Albie pun akhirnya menatap kamera. Haura pun langsung tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Haura memglah sangat cantik saat ini. Padahal, Rambut Haura hanya digerai saja, make up-nya tidak menor seperti tante-tante. Namun, itu sudah cukup membuat Haura tambah cantik. Bahkan tarap kecantikannya benar-benar tidak main-main. Haura sangat cantik. “Sini kakak aku fotin,” kata Haura yang langsung mengarahkan kamera belakang ponselnya pada Albie. Albie haya bisa menggelengkan kepalanya menolak. Dia bahkan mencoba meraih ponsel milik Haura, “Dari pada kamu foto saya. Lebih baik, saya aja sini yang fotoin kamu,” kata Albie. Albie sangatlah paham kalau perempuan memanglah suka kalau difotokan oleh orang lain, dan benar saja Haura pun langsung memberikan ponselnya kepada Albie dengan senang hati. Lagi pula kampan lagi dia berdandan cantik seperti itu. “Mau-mau kak,” kata Haura. Albie pun langsung mengambil ponsel tersebut. Haura pun langsung berpose di depan kamera. Haura memanglah jarang foto namun, belakangan dia sudah aktif bermain sosial media lagi sehingga dia pun sudah bisa gaya ala-ala model. Haura memang memakai baju dres selutut tanpa lengan. “Sebentar,” kata Albie. Albie pun langsung melepaskan jasnya hingga dia memakai kemeja saja. Haura pun terdiam sebentar melihat apa yang dilakuka oleh Albie. Haura tentu tidak tau mengenai apa yang kan Albie lakukan kepada dirinya. Kalau di tempat sepi, Haura tentulah akan berpikiran yang macam-macam, namun ini adalah acara yang di dalamnya banyak orang sehingga Haura merasa tidak perlu mencemaskan apapun. “Ini pakai,” kata Albie kepada Haura. “Loh, kenapa, Kak?” kata Haura. “Pakai aja,” kata Albie. “Ih, nggak cocok sama baju aku,” kata Haura. “Cocok kok, masuk,” kata Albie. Haura menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Namun, akhirnya dia pun langsung memakai jas tersebut. Lumayan juga, dia jadi tidak perlu lagi merasakan kedinginan. Dia yang sebetulnya memang dingin karena ruangan tersebut memanglah sangat dingin, akhirnya bisa haangiat berkat Albie. “Nah, udah, kayak gini aja, bagus fotonya,” kata Albie. Haura pun langsung mengerucutkan bibirnya. Pada saat mengerucutkan bibir, Albie pun langsung memotret Haura. Haura tidak menyadari hal tersebut karena ponsel milik Haura memanglah menggunakan mode diam sehingga tidak ada suara yang tibul pada saat membidik foto. “Udah belum?” kata Haura. “Satu .. dua . tiga,” kata Albie. Albie pun mulai memotret Haura beberapa kali. Lalu Haura pun langsung meminta ponselnyaa untuk elihat hasil bidikan seorang Albie. “Coba liat,” kata Haura. Albie pun langsung memberikan ponselnya kepada Haura. Karena Haur aduduk di samping Albie persis sehingga Albie pun memutuskan untuk menjauh satu bangku dari Haura, jadi kini antara Albie dan Haura duduk dengan halangan sebuah bangku. “Ihhh … gendut bangte,” kata Haura mengomentari fotonya sendiri. HAlbie hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu saja. Dia memang mengerti kalau perempuan memanglah seperti itu. “Sekali lagi dong, Kak.” Kayta Haura yang langsung menyodorkan ponselnya kepada Albie. Albie pun langsung menganggukkan kepalanya dan mengambil ponsel tersebut dan langsung memotret Haura ketika Haura sudah siap. Setelahnya dia pun langsung memberikan ponnsel tersebut ke empunya lagi. “Nih,” kata Albie. “Wahhh … makasih, Kak,” kata Haura yang seperti baru mendapatkan hadiah. “Ih, yang ini lucu,” kata Haura. Albie tidak menanggapi. Dia pun memilih untuk mengelauarkan ponselnya dan mulai bermain games di ponselnya yang baru saja dia keluarkan dari sakunya. Haura pun seketika menoleh pada Albie. “Kak, kenapa nggak mau diupload fotonya di media sosial?” taya Haura.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD