MCKR 24 – Satu Bangku

1129 Words
Semua orang langsung memperhatikan Haura. Haura pun hanya bisa berjalan dengan malas, namun dia sadar kalau dirinya memanglah salah saat ini jadia dia pun langsung berniat untuk meminta maaf kepada semuanya. “Maaf semuanya,” kata Haura. “Iya, nggakpapa.” Jawab semuanya. Namun, meski mulut mereka mengatkaan tidak apa-apa namun dari bagaimana raut wajah mereka, mereka semua terlihat begitu kecewa. Namun, apa yang harus Haura lakukan selain pasrah. “Yaudah, ayo semuanya berangkat” kata Albie yang memberikan intrupsi kepada semua annggota rohis. Haura mengamati sekitar, dia belum tahu kendaraaan apa yang akan mereka gunakan. Lalu seketika matanya tertuju pada sebuah metromini yang ada di dekatnya. Semua orang tampak masuk ke dalam, sedangkan Haura seketika diam. Ini kali pertama dirinya naik angkutan seperti itu. Haura terlalu sering diantar jemput atau naik taksi online. Semua orang masuk ke dalam. Samantha hanya bisa melirik Haura lalu naik juga ke atas bus. “Ayo, Haura?” ajak Sarah. “Eh, iya, duluan,” kata Haura. Sarah pun langsung naik ke atas metomini. Kini giliran Haura yang berdiri mematung di bawah. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia merasa bingung harus melakukan apa. Ingin rasanya dia mengatakan kepada Albie kalau dirinyaa menyusul saja menggunakan mobil lain. “Kenapa nggak naik?” tanya Albie di belakang Haura. Haura pun menoleh ke belakang dan langsung bertatapan dengan Albie, Albie seketika mengalihkan pandangan ke arah lain. “Mmmm … Kak, boleh gak kalau aku nyusul aja?” tanya Haura dengan ragu. “Emang kenapa?” tanya Albie. Haura terdiam. Dia jadi bingung harus mengatakan apa. Kalau dia mengatakan kalau dia tidak pernah naik metromini dan sedikit mengkhawatirkan keadaan di dalamnya. Dia tentu akan dianggap sebaga orang sombong. “A-aku …” kataHaura. Matanya mulai ke kanan dan ke kiri, bingung manjawab. “Nggak biasa naik angkutan umum?” tanya Albie yang seperti bisa membaca gelagat Haura. “Eh?” kata Haura yang terkejut mendengar apa yang ditanyakan oleh Albie. Pertanyaan itu sungguhlah sampai hatinya. “Ayo, naik!” titah Albie. “Tapi, Kak …” Haura yang mulai memasang wajah memelas. “Naik …” kata Albie lagi. Haura pun menghela napas, lalu berjalan ke depan, namun baru dua langkah dia langsung berbalik secara tiba-tiba. Hal tersebut membuat Albie yang hampir saja menabrak Haura dari belakang kalau saja Albie tidak cepat menghentikan langkahnya. “Ada apa?” tanya Albie. Tanpa Haura dan Albie sadari, di dalam bus oren bertuliskan metromini itu semua orang tengah mengamati mereka berdua. Mereka seperti taengah menonton drama. Beberapa teman Haura yang perempuan bahkan merasa sebal karena Haura terlihat bisa berdekatan dengan Albie, idola mereka semuanya. “Kalau ada apa-apa Kak Albie nggak boleh tinggalin aku,” kata Haura. Albie menganggukkan kepalanya, “Iya, insyaAllah. Naik sana, teman-teman sudah menunggu, nanti kita telat sampai tempat lomba,” kata Albie. Haura pun megerucutkan bibir sebentar namun dia tidak memiliki pilihan lain. Sehingga akhirnya, Haura pun masuk ke dalam metromini. Sesampainya di dalam bus semua bangku sudah terisi selain dua bangku yang ada di belakang supir. Haura mencari keberdaan Sarah yang ternyata sudah duduk dengan teman rohis perempuan yang lain. Lalu dia pun secara refleks menari Samantha namun Samantha juga sudah duduk bersama temannya yang juga perempuan. “Dudduk, Neng!” kata supir. Haura pun menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya. Lalu dia pun duduk. Lalu di belakang Haura, Albie juga melihat kondisi mobil. Namun, agar tidak terlihat tengah mencari bangku, dirinya pun bertanya kepada teman-temannya mengenai apakah ada yang tertinggal. “Teman-teman, apakah semuanya sudah masuk bus?” tanya Albie. “Apanya yang bus? Inikan metromini.” Gumam Haura. Albie melirik Haura. Haura yang menyadari lirikan itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Nggak ada, Bang!” seru semua anggota rohis kelas 10 dan 11. “Nggak ada, Bie!” seru semua anggota kelas 12. Albie memanglah kelas 12. Jadi wajar kalau anggota kelas 11 dan 10 memanggilnya dengan sebutan “Bang Albie”. “Yaudah kalau begitu sebelum kita berangkat mari kita berdoa terlebih dahulu,” kata Albie. Albie pun langsung memimpin doa. Haura seketika memandangi Albie tak berkedip, bacaan Albie begitu fasih, terlihat khusyuk, dan ketika serius seperti ini Albie terlihat begitu tampan. Haura seketika merasakan ada yang aneh dalam dirinya, jantungnya kini berdebar-debar, kupu-kupu mulai beterbangan, dan ntah mengapa senyum tipisnya tidak bisa lagi ditahannya. Haura yang terlalu fokus pada Albie pun tidak menyadari kalau Albie sudah selesai berdoa. Seusai berdoa, Albie yang merasa kalau ada yang memperhatikannya langsung menoleh pada Haura. Haura sontak langsung menengadahkan tangannya dan pura-pura khusyuk berdoa. Albie hanya bis menggelengkan kepalanya. “Tong, duduk, Tong!” seru Supir bus tersebut. “Iya, Pak,” kata Albie yang mau tak mau berjalan menuju Haura. Mau bagaimana lagi? Tidak ada lagi tempat untuk dia duduk. Sampai di tempat duduknya, Haura merasa bingung. Tangannya menengadah namun dia menatap Albie. “Kamu lagi ngapain?” tanya Albie. “Berdoa.” Jawab Haura dengan polos. “Oh …” kata Albie. Haura jadi bingung, “Kok duduk?” tanyanya. “Ya emang kenapa?” tanya Albie. “Kan lagi berdoa?” tanya Haura. “Udah selesai dari tadi.” Terang Albie. “Eh? Udah selesai?” tanya Haura. Albie menganggukkan kepalanya. “Ehhhh … kok aku nggak tau? Eh, Aaamiiin,” kata Haura yang langsung mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Albie hanya bisa menggelengkan kepalanya. Lalu, Bus pun mulai dilajukan namun ada sedikit kendala karena salah satu ban belakangnya masuk ke sebuah lubang jadi sedikit sulit untuk dinaikkan. Hal tersebut membuat bus tersebut harus di gas dan membuat penumpangnya tersentak ke depan. Haura hampir saja jatuh kalau tidak ada tangan yang menahannya. Tanpa mau menoleh, Albie memang memasang tangan di depan d**a Haura agar Haura tidak terjerembab ke depan. Haura yang merasa ketakutan langsung memegani tangan Albie. Kerudung pashmina yang dia pakai asal-asalan pun jatuh ke pundak. Lalu, setelahnya, Bus pun bisa melewatinya dan mulai berjalan dengan normal. Setelah normal, Albie pun langsung berkata, “Tangan,” katanya. Haura yang mendengar itu pun langsung melepaskan tangannya dari Albie. “Iyaaa … nih dilepas,” kata Haura. Semua orang kini tengah mengobrol dengan teman-teman di samping mereka perjalanan terasa seru bagi mereka. Padahal mereka buka hendak pergi berekreasi melainkan hanya pergi ke tempat perlombaan. Albie menarik tangannya lagi. “Kerudungmu botulin,” kata Albie. “Nggak bisa.” Jawab Haura. “Yaudah minta tolong sama Samantha,” kata Albie. “Kenapa sih, Kak. Perasaan apa-apa Samantha apa-apa Samantha. Sebegitu sukanya ya sama Samantha?” kata Haura yang ntah mengapa merasa kesal mendengar seperti Albie menyukai Samantha. “Bukan begitu. Kata Samantha dulu kalian satu sekolah,” kata Albie. DEG! Haura yang mendengarr apa yang dikatakan oleh Albie langsung menoleh pada Albie. Dia jadi berpikir kalau Samantha juga menceritakan apa yang tidak boleh diceritakan. Apakah Samantha menceritakan bagaimana masa lalunya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD