“Di Ciputat, Om,” kata Albie.
“Oh, Ciputat, Oke,” kata Ayahnya Haura.
Haura pun menghembuskan napasnya lega karena ayahnya tidak mengatakan kalau rumah mereka tidak ke Ciputat. Mereka tentulah akan muter balik setelah mengantarkan Albie.
“Kamu Ciputatnya di mana?” tanya Ibunya Haura.
“Di Perumahan Bintang, Tante. Tante dan Om di mana?” tanya Albie.
“Oh, kami di daerah Blok M. Di dekat Taman,” kata Ibunya Haura.
Aduh. – Haua kini merutuki dirinya.
Diam sejenak. Haura tidak tahu apakah Albie akan mengatakan kepada kedua orang tuanya kalau dirinya berbohong atau tidak.
“Om, Tante, bagaimana kalau saya sampai sini saja? Rumah saya lumayan jauh,” kata Albie.
“Nggakpapa. Kamu santai saja,” kata Ayahnya Haura.
***
Keesokkan harinya, Haura pun merasa bingung dengan apa yang harus dia lakukan jika bertemu dengan Albie. Dirinya tentulah sudah tidak memiliki muka lagi untuk bertemu dengan ketua rohisnya tersebut.
“Lo kenapa sih, Ra?” tanya Indah yang menangkap gelagat aneh dari Haura.
Haura terlihat terus memperhatikan sekitar seperti tengah mengindari seseorang yang Indah tidak tahu siapa.
“Gue lagi takut ketemu sanma Kak Albie.” Jawab Haura jujur.
“Lah, emang kenapa? Tumben baget,” kata Indah.
“Nggakpapa. Udah deh mending lo bantuin gue biar hari ini gue nggak bisa ketemu sama dia,” kata Haura.
“Gimana lo isa gak ketemu sama Albie? Nanti kan lo rohis bukan?” kata Indah.
“O ya, duh, gimana yak? Apa gue harus bolos nih?” Kata Haura.
“Di panggil sama Bu Sulis lagi lo,” kaa Indah.
“Ih, indah, kok diingetin sih,” kata aura.
Indah hanya bisa tertawa sja mendangar apa yang dikatakan oleh Haura.
“Eh, Ra … itu bukannya Kak Samantha sama Richo ya?” tanya Indah.
Haura pun langsung menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Indah.
Haura pun seketika terkejut melihat Richo dan Samantha yang terlihat tengah mengobrol di tempat yang sepi. Haura menjadi ebrtanya-tanya menegani apa yang tengah dibicarakan oleh kedua sejoli itu.
“Mereka lagi ngomongin apa sih? Keliatannya serius banget. Dan tumben Kak Samantha mau ngomong sama anak cowok berduaan gitu aja di tempat sepi?” cerocos Indah.
Haura yang mendengar apa yang dikatakan oleh Indah hanya bisa diam. Bagaimana tidak, kini kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan namun satu hal yang ada di dalam kepalanya yang paling mendominasi, “Apa Samantha sama Richo jadian?”
Pertanyana itu hanya ada dalam pikirannya saja tidak sampai direalisasikan ke dalam kata-kata yang bisa didengar oleh semesta.
“Jadian keli ya mereka berdua? Tapikan Kak Samantha itu deketnya sama Bang Albie bukan Richo,” kata Indah yang tak sadar telah menyuarakan apa yang ada dalam kepala Haura.
“Udah, ah. Yok, balik ke kelas!” kata Haura.
Haura tidak mau kalau kedatangan Haura dengan Indah akan diketahui oleh Samantha dan Richo. Bisa gawat, Haura dan Indah tentulah akan disebut-sebut sebagai penguping bahkan penguntit.
Siang itu, Haura benar-benar merasa sedikit lega karena dirinya tidak bertemu dnegan Albie sekalipun.
Namun, meski begitu, timbulah pertanyaan dalam benak Haura, “Kok dia gak keliatan ya? Apa dia gak masuk?”
***
Sepulang sekolah, Haura hendak membolos, dia benar-benar tidak siap kalau dirinya harus bertemu dengan Albie. Dia bisa dibilang cewek freak oleh Albie. Haura tentulah sadar kalau dirinya memanglah salah karena sering ikut menebeng dengan Albie namun mereka berbeda arah.
Ponsel Haura pun berdering.
Haura melihat ponselnya, dan jantungnya berdegub dengan sangat kencang saat melihat nam yang tertera dalam layarnya adalah nama Albie. Albie tidak mengirimkan pesan melainkan menelepon dirinya.
Haura hendak mengabaikannya namun dia berpikir kalau untuk apa dia mengabaikan telepon dari Albie. Haura benar-benar anak yang sangat labil.
“Angkat aja, Ra. Kali aja penting,” kata Indah yang sedang berada di samping Haura yang masih memegang ponsel.
Haura pun tak memiliki jawaban lain sehingga Haura pun langsung menganggukkan kepalanya begitu saja.
“Oke,” kata Haura sambil menghela napas.
Indah pun langsung mendekatkan telinganya pada ponsel Haura yang sudah menempel di telinga Haura. Indah mau menguping pembicaraan sahabatnya itu dengan Albie. Indah memanglah melihat nama yang terpampang di sana.
“Halo, Assalamualaikum.” Salam Haura.
“Waalaikumsalam. Kamu di mana?” tanya Albie.
“Di … Di- Di rumah, Kak. Ada apa?” tanya Haura.
“Nggak usah bohong. Kamu masih ada di kelas kan? Ada hal penting yang ingin saya diskusikan dengan kamu,” kata Albie.
Haura pun seketika memikirkan yang tidak-tidak. Bagaimana kalau Albie akan membahas tentang kebohongannya.
Haura pun terdiam.
“Saya tidak akan membicarakan kebohongan kamu,” kata Albie yang sepertinya paham dan menegtahui apa yang ada di dalam kepada Haura.
“Siapa yang bohong.” Kilah Haura.
“Sudah. Ke sini saja. Kamu tidak boleh membolos, kamu harus bantu Samantha untuk menyiapkan keputrian hari Jumat,” kata Albie.
“Kan di sana banyak orang kenapa harus aku?” tanya Haura.
“Makanya itu saya ingin membicarakanna sama kamu. Lekas ke Masjid, saya tunggu,” kata Albie yang langsung mematikan sambungan telepon tersebut.
Haura pun menghela napas dengan kecewa. “Kenapa sih dia harus tau nomor gue?” gumam Haura.
“Sabar ya, Ra. Lo kan lagi bucin sama dia. Jadi nggak boleh marah-marah gitulah,” kata Indah.
“Trus ini gue gimana dong?” tanya Haura.
“Ya, mau nggak mau lo kudu ke Masjid,” kata Indah. “Padahal gue mau kita main.” Sambungnya.
“Hade, yaudah deh gue ke Masjid dulu. Gue jadi penasaran apa yang mau diomongin ke gue,” kata Haura.
“Iya, abis itu nanti lo kabarin gue ya! Jalan lupa,” kata Indah.
“Yeuuu … Dasar ratu gosip,” kata Haura.
Indah langsung terkekeh mendengar julukan dari Haura kepada Indah yang sangat menggelikan. Indah memanglah suka cari berita jadi terlihat seperti ratu gosip.
“Makasih loh,” kata Indah.
“Gue ke Masjid ya, lo baik-baik di jalan. Bilang sama yang jemput jangan ngebut-ngebut,” kata Haura.
“Siap, Bos.” Jawab Indah.
Haura pun langsung berjalan menuju Masjid. Seperti bisa sekolahnya kembali sepi. Semua orang khususnya yang tidak memiliki kegiatan di sekolah sudah pulang.
Haura pun seketika melihat Samantha dan Richo yang juga sedang berdua. Haura hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berputar arah. Dia lebih memilih untuk pergi ke Masjid melalui taman belakang.
“Assalamualaikum, Haura!” salam Sarah.
“Waalaikumsalam, Sarah,” jawab Haura.
Haura pun langsung mencari keberadaan Albie. Lalu setelah mengetahui keberadaan laki-laki tersebut yang tengah asyik mengobrol dengan temannya, Haura pun berjalan menuju ke Albie.
“Kak Albie …” panggil Haura. Lagi pula dia datang untuk menemui Albie.
Albie pun langsung mendongak dan langsung mendapati wajah Haura yang sangat cantik.