MCKR 11 – Perjodohan Tak Terduga

2175 Words
Albie melotot dia tidak bermaksud untuk melakukan apapun. “Maaf-maaf saya nggak bermaksud untuk …” kata Albie kelimpungan.   Haura yang melihat bagaimana Albie yang merasa bersalah langsung terkekeh, dia tidak masalah dengan apa yang dilakukan oleh Albie, sebab, jika dilihat dari bagaimana Albie salah tingkah dan wajahnya memerah, dia tahu kalau Albie hanya tidak sengaja.   Haura menganggukkan kepalanya.   “Saya duluan,” kata Albie yang langsung berjalan meninggalkan Haura. Haura pun memutuskan untuk pergi ke kamar mandi.   ***   Haura masih terdiam, sesekali pikirannya tertuju pada kata-kata yang pernah dilontarkan oleh Samantha beberapa hari yang lalu, namun dia memilih untuk membuang jauh-jauh memorinya itu. Dia tidak mau membuat kepalanya semakin terbeban.   “Pulang main yuk, Ra?” tanya Indah.   Saat ini Indah dan Haura sedang berada di koridor sekolah dengan tas gendong yang sudah ada di belakang mereka. Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi.   “Eh, nggak bisa. Ekskul Rohis tiga kali dalam seminggu, Ndah, jadi nanti gue ada ekskul,” kata Haura.   “Oh, gitu yaudah deh. Betah banget lo ikut ekskul begitu,” kata Indah.   “Ya betahlah masa gak betah,” kata Haura sambil terkekeh.   “Gue mencium bau-bau lo masuk sana cuma karena ketuanya,” kata Indah.   “Yang penting gue ikut,l” jawab Haura.   Saat Haura dan Indah berjalan, Haura pun melihat Sarah berjalan mendekat, Sarah yang melihat bagaimana Haura berjalan mendekat juga pun tersenyum, “Assalamualaikum, Haura, Indah.” salamnya.   “Waalaikumsalam,” jawab Haura dan Indah kompak.   Haura sebenarnya merasa bingung karena dia Sarah bisa mengenal Indah juga. Namun, mungkin itu karena mereka satu sekolah hanya berbeda kelas aja.   “Haura, rohis kan?” tanya Sarah.   “Agendanya apa, Sar?” tanya Haura yang memang tidak hafal.   “Baca Al-Quran, Ra,” jawab Sarah.   Haura yang mendengar apa yang dikatakan oleh Sarah pun terdiam. Dia merasa malu kalau harus membaca Al-Quran di hadapan teman-teman rohis yang lain, sebeb dia tidak begitu lancar dalam membacanya.   “Duh, kayaknya aku nggak rohis dulu deh, Sar. Aku ada kerja kelompok sama Indah dan besok harus dikumpulin tugasnya,” kata Haura.   Indah terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Haura, namun Haura yang mengerti kalau Indah pasti akan terkejut langsung menoleh dan langsung mengedipkan matanya, mengajak Indah untuk berbohong.   “Eh, iya, Sar. Kita mau ngerjain kelompok dulu. Kalo Haura nggak ikut ngerjain, gue nggak bisa ngerjainnya soalnya kan kerja kelompok trus tugasnya juga banyak banget,” kata Indah yang menjelaskan panjang lebar.   Bohongnya lancar banget. -batin Huara.   “Oh, gitu, yaudah bilang sama Bang Albie aja kalau gitu, Ra. Itu ada Bang Albienya,” kata Sarah menunjuk Albie yang hendak melewati mereka.   Haura pun tersenyum, beberapa hari setelah insiden salah tarik, Albie memang menghindari Haura. Haura bahkan merasa bingung melihat dia yang menjauh begitu saja.   “Oke,” kata Haura.   Indah memutar bola matanya, kalau sudah begini, tentulah mata sucinya akan melihat sebuah drama yang seharusnya tidak dia lihat. Namun, dia masih penasaran. Benar-benar perasaan yang kontradiktif.   “Kak Albie!” sapa Haura yang langsung berdiri di depan Albie, dia sengaja menghalangi jalan Albie.   Albie hanya bisa melirik Haura lalu menolehkan pandangannya ke arah lain, “Kenapa?” tanyanya begitu dingin.   “Kak Albie, aku mau izin. Aku nggak bisa ikut ekskul dulu ya. Aku mau kerja kelompok dulu sama Indah,” kata Haura.   Albie melirik Indah yang membuat Indah salah tingkah karena dia berbohong pada Albie. Ada perasaan segan di dalam hati Indah. Haura pun melotot pada Indah.   “Eh, iya, Bang. Kita mau kerja kelompok,” kata Indah.   Albie menganggukkan kepalanya lalu hendak pergi namun Haura buru-buru mencegahnya.   “Udah?” tanya Haura.   “Kalau mau main bilang aja, nggak usah bohong,” kata Albie.   Albie pun berjalan pergi meninggalkan Haura, Haura pun tersenyum melihat punggung Albie. Sarah pun merasa bingung setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Albie.   “Enggak kok, Kak. Nggak main,” kata Haura berbohong.   “Yaudah, aku ke Masjid dulu ya, Ra,” kata Sarah.   Huara yang merasa tidak mau kalau sampai Sarah berjalan beriringan dengan Sarah pun langsung menahan Sarah terlebih dahulu, “Mmmm … Sarah, aku boleh minta tolong gak?” tanya Haura.   “Boleh, kamu mau minta tolong apa. Ra?” tanya Sarah.   Haura pun terdiam sebentar dia hanya asal bisara, jadi dia harus memutar otaknya terlebih dahulu.   “Boleh gak nitip bilang ke Samantha maksudku Kak Samantha kalau aku nggak ikut rohis dulu?” tanya Haura.   “Oh, oke deh kalau begitu, nanti aku sampaikan ke Kak Samantha ya?” kata Sarah.   “Iya, makasih ya?” kata Haura.   “Iya sama-sama ya?” kata Sarah.   Haura melirik Albie yang sudah tidak ada di koridor. Ini artinya dia sudah bisa mengakhiri kegiatannya untuk mencegah Sarah berjalan dan beriringan di samping Albie.   “Kalau gitu aku ke Masjid dulu ya?” kata Sarah.   “Iya, silakan. Makasih ya?” kata Haura.   “Iya, sama-sama,” kata Sarah.   Lalu Sarah pun pergi, Indah hanya bisa menggeleng sambil melihat Haura. Indah tentu mengetahui apa isi dari kepada Haura yang benar-benar membuatnya menggelengkan kepalanya.   “Bisa aja lo.” Celetuk Indah.   Haura pun hanya bisa terkekeh begitu saja mendengar celetukan itu. Sebab, Haura pun mengerti kalau Indah seakan bisa membaca pikirannya. Indah mengetahui kalau Haura hanya mengulur waktu agar Sarah tidak lekas pergi.   “Bisa apa sih?” kata Haura pura-pura tidak mengerti.   “Nggak usah pura-pura bloon, nanti bloon beneran,” kata Indah.   Haura pun hanya bisa tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Indah tersebut, “Udah ah yuk pergi,” kata Haura.   Haura dan Indah pun langsung pergi melancarkan aksinya, Haura sudah mengabari kepada supirnya agar tidak menjemputnya sekarang karena mau main bersama Indah.   Haura hanya bisa mengekori indah, dia sebenarnya merasa tidak enak hati pada Albie karena dia harus berbohong namun apalah dayanya yang memang malu dengan keadaan.   Katakanlah Haura begitu kekanak-kanakkan kareana hanya karean perasaan malunya, dia tidak mau mnegikuti ekskul rohis lagi. Padahal ekskul tersebut adalah ekskul pilihannya. Namun, ntahlah, dia benar-benar malu.   Terlihat bodoh di hadapan seseorang yang disukai memang akan menampilkan efek yang begitu dahsyat.   "Kita mau ke mana deh?" tanya Haura.   Kini mereka sudah berada di sebuah taksi online. Indahlah yang memesan taksi tersebut jadi Indahlah yang tau ke mana dia akan pergi.   "Kita ke cafe yang ada di daerah Ciputat aja, ada cafe baru, minumannya enak-enak, tempatnya juga bagus buat selfie." kata Indah.   Haura terperanjat mendengar nama daerah yang disebutkan oleh Indah. Namun, hanya sebentar saja, sebab, pada detik selanjutnya, sebuah senyuman terbit di bibir tipis milik Haura.   "Kenapa lo senyum-senyum?" tanya Indah.   "Enggak, nggakpapa." kata Haura.   Namun, Haura juga berpikir bahwa dia bisa saja ketahuan oleh Albie jika dirinya benar berada di sebuah cafe yang berada di jalur rumah Albie.Tapi Haura bisa bersembunyi bila hal tersebut terjadi. Jadi, dia tidak perlu mengambil pusing tentang hal tersebut.   ***   “Gimana keren kan tempatnya?” tanya Indah sambil membanggakan tempat yang dituju.   Haura pun mengedarkan padangannya ke segala arah lalu dia tersenyum. Apa yang dikatakan oleh Indah memang benar, café tersebut sangatlah bagus, dan cocok sekali untuk mereka abadikan.   “Iya. Keren. Lo sering ke sini ya?” tanya Haura.   “Iya, lumayan sering sejak café ini buka,” kata Indah.   Haura hanya bisa menganggukkan kepalanya. Lalu mereka pun memesan minum dan langsung naik ke lantai atas agar bisa lebih menikmati suasana.   Sudah sangat lama Haura tidak bermain seperti ini, nongkrong dengan teman-temannya tidak pernah dia lakukan, dan ini adalah kali pertama, tentunya setelah insiden itu. Dulu, ke manapun Haura pergi, dia selalu dikawal oleh Richo.   “Gimana? Udah sampe mana lo?” tanya Indah penasaran dengan hubungan Haura dengan Albie.   “Udah sampe apanya?” tanya Haura tak mengerti.   “Ya itu, sama Bang Albie,” kata Indah.   Haura pun menyesap es coklat miliknya dan langsung terkekeh, dia tidak tahu harus menjawab apa mengenai pertanyaan Indah ini.   “Gimana jelasinnya ya?” Tanya Haura.   “Ayolah~” desak Indah.   “Ya, lo tau sendiri lah. Gue cuma ngejar sebuah kemungkinan yang nyaris nggak bisa disemogakan,” kata Haura.   Kali ini indah tertawa, sebelumnya dia sudah menasehati Haura akan kemungkinan besar itu namun Haura tidak mau mengindahkannya, “Kan gue udah bilang,” kata Indah.   “Gue juga udah bilang kalau gue udah nyiapin tempat untuk rasa kecewa. Jadi, lo tenang aja ya?” kata Haura.   “Gimana kalau lo pindah haluan aja?” tanya Indah.   “Maksud lo?” tanya Haura yang tidak mengerti.   “Iya, maksud gue gimana kalau lo deket sama cowok lain aja,” kata Indah.   “Jangan bilang lo mau jodoh-jodohin gue.” picing Haura.   Indah hanya terkekeh.   “Lagian mana ada yang mau sama gue, Ndah. Kak Albie aja justru ilfeel,” kata Haura.   Memikirkan bagaimana sikap Albie yang semakin menjauhinya membuat dia kesal. Padahal, beberapa hari yang lalu, Haura sudah sempat berharap banyak namun hari ini pemikirannya itu harus terbantahkan lagi.   “Hahahaha tenang aja, Ra. Gue udah siapin cowok yang bakal mengisi kekosongan hati lo,” kata Indah.   “Hah? Siapa?” tanya Haura terkejut.   “Tunggu aja. Katanya si tadi lagi di jalan. Gue belum ngechat lagi sih, tapi gue udah kasih tau dia alamatnya,” kata Indah.   Haura menghela nafas, ternyata temannya ini bukan hanya sekadar mangajaknya main saja melainkan ingin menjodohkannya dengan seseorang. Indah memang baik, Indah hanya ingin teman barunya bahagia dan tidak lagi mengejar orang yang susah digapai. Namun, Haura merasa sedang tidak mau dekat dengan pria manapun selain Albie.   Hanya di dekat Albie saja dia merasa nyaman, merasa terlindungi, dan merasa dijaga dengan sungguh-sungguh.   “Jadi, sekarang lo beralih profesi jadi mak jomblang?” tanya Haura.   Indah pun terkekeh, “Enggak juga sih, gue cuma mau liat lo bahagia. lagian kalau lo nggak suka, nggakpapa gue nggak akan maksa, toh yang mau jalanin elo sama pasangan, gue mah tugasnya cuma buat buka jalan aja,” katanya.   Haura hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Cakep gak?” tanya Haura.   “Cakeplah. Masa gue jodohin temen gue sendiri sama cowok yang gak cakep? Jahat dong gue?” kata Indah.   “Ya kali aja,” kata Haura.   Indah dan Haura pun terkekeh. Mereka pun muelia bercanda-canda lagi. Haura merasa sangat senang saat ini. Mengobrol bersama teman, mengobrolkan hal-hal yang tak maasuk akal dan lucu membuah hatinya merasa senang. Sejenak rasa sepi yang selama ini hinggap di dadanya mulai terbang ntah ke mana.   Haura hanya bisa berharap kalau perasaan itu tidak akan lagi mendatanginya dan menuntut dirinya untuk merasakannya lagi.   “Nah, Ra. Itu dia udah datang,” kata Indah.   Haura pun langsung menoleh ke belakang.   Indah melambaikan tangan.   Haura terdiam, terkejut melihat siapa orang yang diminta datang oleh Indah. Jantungnya kembali berdegub dengan kencang, dia merasa ketakutan, namun dia kembali mencoba mengedalikan dirinya dengan cara mengepalkan tangan.   “Ric! Kita di sini!” seru Indah.   Haura menelan ludahnya sendiri. Dia tidak menyangka kalau orang yang hendak dikenalkan kepadanya dalah Richo. Kalau Richo, dirinya tentu sudah sangat mengenalnya. Seorang laki-laki bregsek.   Haura pun kini mengamati Indah yang tersenyum pada Richo. Dia pun mulai merasa bingung dengan Indah. Dia mulai merasa curiga. Dia curiga kalau Indah dan Richo adalah awan. Kalau sampai hal tersebut terjadi, Haura tentu harus berpikir untuk menjauhi Indah. Padahal, Indah teman yang menyenangkan, namun kalau sudah begini, Haura tidak mau mengambil resiko.   *** “Ra … tunggu!” seru Indah.   Haura mencoba sebisa mungkin menjauhi Indah. Dia tidak mau lagi berkawan dengan Indah yang ternyata merupakan teman Richo. Dia tidak mau terlibat apapun dengan semua yang berhubungan dengan Richo.   Haura terus mempercepat langkahnya namun Indah tidak menyerah dan langsung mencekal tangannya.   “Ra, tunggu dong!” seru Indah kesal.   Indah seakan hantu yang akan menyakiti Haura karena Haura terus-menerus menghindarinya. Haura menatap Indah dengan tatapan malas, “Apa?” tanyanya.   “Lo kenapa sih kenapa lo ngehindar dari gue?” tanya Indah bingung.   Haura memutar bola matanya dan lebih memilih untuk pergi ketimbang di sana bersama Indah. Dia sudah tidak percaya dengan Indah. Tadinya dia begitu mempercayai Indah, namun sejak kemarin, dia memilih untuk tidak mempercayai Indah lagi.   “Ra, jelasin ke gue. Kalo gue salah bilang jangan kayak gini!” kata Indah kesal.   “Enggak lo nggak salah. Gue yang salah, Ndah,” kata Haura.   Haura pun memilih berjalan lagi, namun Indah yang mulai benar-benar tidak tahan  dengan sikap Haura pun langsung berteriak. Meneriakkan sesuatu yang membuat Haura berhasil bergeming di tempat, “Apa ini karena Richo?” tanyanya.   Mau tak mau, Haura pun langsung menghentikan langkahnya. Indah pun langsung berjalan menuju Haura. Melihat bagaimana Haura yang tediam membuat Indah merasa apa yang dikatakan memang benar adanya.   Semua yang terjadi karena Richo.   Namun, Indah tidak mengetahui apa yang menyebabkan Haura menjadi marah padanya, padahal dia merasa sudah berbuat baik kepada Haura dengan menghadirkan sosok yang cocok dengan Haura.   “Jadi, benar karena Richo?” tanya Indah.   “Lo cerita semua tentang gue sama Kak Albie sama Richo?” tanya Haura.   “Enggaklah, ngapain gue ceritain hal itu ke Richo?” tanya Indah.   “Kenapa dia bisa datang ke café itu?” tanya Haura.   Haura berharap kalau Indah akan mengatakan hal yang sebenarnya. Dia merasa ingin Indah jujur kepada dirinya mengenai apa yang telah terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD