bc

Ray of Life (18+)

book_age12+
9.5K
FOLLOW
65.6K
READ
billionaire
dark
possessive
love after marriage
pregnant
dare to love and hate
CEO
sweet
bxg
assistant
like
intro-logo
Blurb

Ethan Vincent, pria mapan dengan paras yang menawan membuat para wanita tergila-gila padanya, bahkan ia hanya butuh kedipan mata untuk membuat seorang wanita bertekuk lutut demi menjadi wanitanya. Kadang kala ia bersifat datar dan dingin, namun juga bisa menjadi arogan dan bossy.

Namun, saat ia bertemu dengan seorang wanita bernama Evelyn Fiorenza, sifat m***m tiba-tiba merasukinya. Evelyn yang pemberani dan sulit diatur membuatnya penasaran dan tertantang.

Berbagai cara ia lakukan untuk menaklukan hati Evelyn, namun tetap saja gagal. Evelyn berbeda dari wanita lain. Bahkan wanita itu tidak terpesona pada parasnya yang tampan sekalipun wanita itu menjadi sekretarisnya, tetap saja Evelyn tidak tergoda.

Ketika suatu hari, suatu hal terjadi. Permasalahan terjadi di hidup Evelyn. Membuat wanita itu harus tunduk pada Ethan. Ethan menyeringai senang. Inilah yang ia tunggu. Hari demi hari mereka lewati bersama. Dan sejak itu pula benih-benih cinta mulai ada.

Evelyn perlahan mencintai Ethan, namun sebaliknya Ethan hanya memanfaatkannya. Berbagai cobaan dihadapi, dan berakhir Evelyn harus pergi.

Ethan menghancurkan kepercayaannya.

“Kau datang membawa harapan, lalu pergi membawa cinta. Seharusnya aku tahu, kau hanya tamu di hatiku.”

AYO INTIP CERITANYA! MUNGKIN KAU AKAN KETAGIHAN SAAT MEMBACA PART PERTAMA HIHI ;)

chap-preview
Free preview
PART 1 [PRIA GILA YANG MESUM]
Seorang wanita tengah duduk santai di ruang keluarga rumahnya. Evelyn namanya. Wanita cantik dan mempesona itu merupakan salah satu lulusan terbaik ketiga di Universitas Oxford, Inggris. Ia baru saja kembali ke negara asalnya sepekan lalu. Evelyn sering mendapat pujian karena menjadi salah satu lulusan terbaik ketiga di Universitas itu. Namun, wanita itu malah tidak suka terlalu disanjung. Ia benci kalimat pujian yang pada akhirnya membanding-bandingkan. Tiba-tiba terdengar derap langkah kaki menujunya. Evelyn memperbaiki duduknya dan menatap siapa gerangan tersebut. Dan ternyata itu adalah ibu dan ayahnya. Pasangan romantis yang selalu menebar kemesraannya di depan orang lain maupun di depan Evelyn. Sangat romantis. “Dad ingin pergi belanja bulanan bersama Mommy mu, apa kau mau ikut sayang?” tanya Sean, ayah dari Evelyn. “Dan menjadi nyamuk diantara kalian? Menyaksikan keromantisan yang kalian tebar tiada henti? Oh, tidak! Eve lebih baik di rumah saja.” Evelyn mendengus kesal dan kembali fokus pada acara televisi yang ia tonton. Serra tertawa melihat anaknya yang sedang merajuk atau bahkan cemburu. Ia berkata, “Tidak sayang, Mom tidak akan mengabaikan mu. Bagaimana mungkin Mom mengabaikan kamu yang baru saja pulang dari Inggris sepekan yang lalu, hm?” Serra mengelus surai halus milik Evelyn dengan pelan, dan penuh kasih sayang. “Tidak!" Evelyn masih terus merajuk. “Baiklah, kali ini Dad akan mengalah, silahkan kamu ambil Mom hari ini. Ingat! Hanya untuk hari ini saja, bagaimana?" Sean melepas rangkulannya pada Serra dan menatap anaknya dengan senyum geli. “Baiklah, lagian Eve ingin membeli pakaian.” ucap Evelyn pada akhirnya. “Oh jangan lagi!” dengus Sean. Pasalnya ia tahu betul, jika kedua wanita itu sedang berbelanja pakaian maka akan membuang waktu sangat lama. “Dad tidak mau?” Evelyn menatap Sean dengan muka memelas yang tampak sangat menggemaskan. “Ah, kamu sangat pandai merayu sekarang. Baiklah, ayo!” Sean mengalah. Pria paruh baya itu menghela napas dan menatap istrinya. Ia tidak bisa terlalu lama untuk berjauhan apalagi tidak menyentuh Serra bahkan untuk satu jam saja. Serra telah menjadi candunya. Serra terkekeh saat menatap suaminya yang menampilkan ekspresi tidak bersemangat. “Baiklah, Eve akan mengganti baju sebentar. Tunggu,” Evelyn bergegas berlari menuju kamarnya yang berada di tingkat dua. “Aku tidak menyangka dia sudah sebesar ini tapi masih saja bertingkah kekanakan. Sepertinya, sifatmu yang cemburuan menurun pada Evelyn.” aku Serra saat melihat Evelyn yang selalu cemburu jika ia lebih memprioritaskan Sean daripada dirinya. Sean mendekati istrinya dan mendekap erat, “Karena dia anakku, jadi itu wajar.” “EKHEM! Apa acara peluk-pelukannya sudah selesai?” dengus Evelyn terdengar tak suka. Ia memisahkan ayah dan ibunya lalu memeluk lengan kanan Serra posesif. “Mom hari ini hanya boleh milik Eve. Dad jangan coba-coba mencari kesempitan dalam kesempatan.” “Kesempatan dalam kesempitan, sayang” Sean tertawa lepas saat Evelyn memarahinya seperti anak kecil. “Ya, itu maksudnya, huh. Ayo Mom, kita tinggalkan Dad sendiri.” Serra kembali tertawa melihat tingkah anak tunggalnya itu. “Ya kamu benar, ayo tinggalkan Dad mu.” “Kalian kejam,” Evelyn memeletkan lidahnya untuk mengejek sang ayah dan bukannya marah, Sean malah tertawa. *** “Ayo ambil yang mau kamu beli, Dad dan Mom menunggu di sini,” ucap Sean sembari mencuri-curi menyentuh istrinya. “Eits! Dad sudah janji, bukan? Mom hanya milik Evelyn hari ini.” peringat Evelyn angkuh. “Baiklah, baiklah. Anggap itu tadi sebuah ketidaksengajaan.” Evelyn memutar bola matanya malas dan hal itu diketahui oleh Serra. Wanita paruh baya itu segera menepuk mata Evelyn pelan. “Tidak sopan, Eve.” “Iya, Mom.” Sean tertawa jahat mengejek Evelyn yang cemberut karena baru saja di marahi Serra. Evelyn menatap wajah Serra yang terlihat memucat. Dan seketika Evelyn panik. “Ya Tuhan, Mom! Kenapa bisa wajahmu pucat begini? Dad?” Evelyn menatap ayahnya dan ternyata ayahnya tak kalah kaget. “Tidak apa-apa, Mom hanya kurang istirahat saja.” Serra melepaskan pegangan Evelyn pada lengannya. “Kurang istirahat? Bukankah, Mom dan Dad sering istirahat di kamar?” tanya Evelyn bingung. “Ah, bukan itu maksudnya bukan astaga...” pipi pucat Serra berubah merona seketika. “Dad! Jangan bilang bahwa Dad terus memaksa Mom untuk melakukan itu,” tuduh Evelyn pada ayahnya dan jangan lupakan tatapan maut yang Evelyn lemparkan pada ayahnya itu. “Dad hanya melakukannya sehari lima kali dengan Mom mu,” aku Sean tanpa malu. “ASTAGA, DAD! Pantas saja Mommy jadi kelelahan.” Serra menatap horor pada anak dan suaminya itu. Membicarakan hal yang sedikit privasi di depan umum? Sungguh memalukan! “Salahkan Mommy mu yang terlalu menggoda,” Evelyn berdecak kesal karena tingkah ayah nya itu. “Bisa kalian diam? Kalian membuat semua orang menatap kita,” ucap Serra dengan suara kecil. Evelyn dan Sean segera menatap sekitar dan benar saja bahwa semua orang yang berada di butik itu sedang menatap mereka penuh penasaran. Evelyn dan Sean melemparkan tatapan tajam dan bubarlah orang-orang itu. Uh, sungguh mengerikan kala melihat tatapan tajam kedua orang itu. “Dad, bawa Mom pulang sekarang.” perintah Evelyn. Tanpa basa-basi, Sean segera mengambil alih Serra dari Evelyn dan menggendongnya ala bridal style. Serra terpekik dan segera menyembunyikan wajahnya yang merona ke dalam d**a bidang Sean. “Maaf, membuatmu menjadi kelelahan karena kegiatan kita semalam.” bisik Sean. Evelyn mendengus sebal saat mengetahui hanya ada dia di butik itu. Baiklah, sepertinya kali ini Evelyn perlu belanja sendiri bahkan jalan-jalan menyusuri kembali kota kelahirannya itu sendirian. “Hm tidak buruk,” Evelyn mencari beberapa model pakaian yang sesuai dengan stylish yang ia suka. Tak perlu melihat harga untuk membelinya, cukup ambil dan bayar. Setelah cukup lama memilih-milih pakaian apa yang akan ia kenakan untuk hari-hari berikutnya, kini tibalah ia mengantri untuk membayar. Di depan Evelyn, berdiri seorang pria gagah yang lebih tinggi darinya dengan membawa satu buah pakaian santai namun saat melihat harganya, Evelyn tercengang karena hanya dengan satu buah pakaian santai dapat menghabiskan uang $600 dolar Amerika. Evelyn segera memeriksa pakaian yang ia ambil dan rasanya ia ingin mati saja. Satu pakaian yang ia ambil harganya sekitar $900 dolar dan jumlah pakaiannya ada 9 set. Berarti ia mesti membayar kurang lebih $8100 dolar Amerika. Evelyn tahu keluarganya adalah keluarga yang berkecukupan bahkan lebih, tapi uang yang berada di rekeningnya tidak sebanyak itu. Evelyn buru-buru berbalik hendak mengembalikan sebagian pakaiannya namun sang kasir telah berkata, “Berikutnya,” Evelyn memejamkan matanya sejenak menahan malu. Ah, baiklah, ia pasrah. Evelyn menunggu was-was pada angka yang akan keluar dan saat kasir itu berkata ia serasa tersambar petir di siang hari, “Totalnya $9000 dolar.” Evelyn memberikan kartu rekeningnya. “Maaf, nominal saldo anda kurang.” wajah Evelyn memerah malu. Orang-orang yang mengantri di belakangnya kini tengah berbisik-bisik dan seolah menertawakannya. “A–ah benarkah?” tanya Evelyn pura-pura tidak tahu. “Ya,” Evelyn meringis saat raut muka kasir itu berubah datar padanya. Ah s**l! gerutu Evelyn dalam hati. “Bo—” “Gunakan kartu saya,” pria yang tadi mengantri di depan Evelyn memberikan kartunya pada sang kasir. Evelyn menghembuskan napas lega sekaligus malu. “Terimakasih, kunjungi kembali lain hari.” Evelyn mengangguk dan mengambil belanjaannya dan berjalan keluar. “Ini kartu namaku,” pria itu mengerti heran. “Aku akan mengganti uangmu,” ucap Evelyn. “Tidak perlu, kau—” “Aku tak suka berhutang budi.” potong Evelyn cepat. “Kau tak perlu membayarnya, cukup ganti dengan makan siang bersamaku. Apa kau mau?” tawar pria itu. Cih, p****************g! batin Evelyn berdecak. “Tidak, tidak! Itu tidak sesuai dengan harga yang kau keluarkan barusan. Aku tidak mau.” tolak Evelyn mentah-mentah. Pria itu sedikit memajukan tubuhnya dan berbisik tepat di telinga Evelyn, “Kau pilih tidur bersamaku, atau makan bersamaku?” pria itu kembali menjauhkan tubuhnya. Ia pikir wanita di depannya itu akan merona atau salah tingkah, namun ekspresi wanita itu malah terlihat jijik dan merendahkannya. Wow! Jarang-jarang ada yang tidak terpesona dengannya tapi wanita ini malah sebaliknya. Hm, menarik. “Baikah, ku terima ajakanmu.” jawab Evelyn. “Tidur bersamaku?” tanya pria itu. “Cih, dasar kau gigolo kekurangan asupan! Tentu saja maksudku itu makan, bodoh!” umpat Evelyn. WHAT? GIGOLO? Pria itu menatap Evelyn lamat-lamat. Benarkah Evelyn adalah seorang wanita? Atau mungkin ia adalah transgender? Bagaimana bisa wanita itu tidak tertarik dengannya dan malah menduganya adalah gigolo? Wanita gila! “Apa?” tanya Evelyn terdengar sedikit ketus. “Tidak, hanya saja kupikir kau bukan seorang wanita.” aku pria itu jujur. “Tentu saja aku wanita! Kau meragukan jenisku?!” ucap Evelyn tak terima. “Yah, tingkahmu sedikit beda dari wanita-wanita biasanya.” Evelyn menatap horor pada pria itu. “Bagaimana kalau aku lihat? Sini,” Evelyn dengan spontan memukul kepala pria itu, “DASAR m***m!” “Hey, kepalaku!” pria itu mengusap kepalanya. “Salah kau sendiri jadi orang terlalu m***m! Minggir aku mau pulang sa— ARGG!” Evelyn yang hendak pergi malah tersandung kakinya sendiri dan hendak jatuh. Tapi, Evelyn merasa dirinya tidak menyentuh lantai sama sekali. Dan ketika sesuatu sedikit meremas dadanya, barulah ia sadar bahwa pria tadi menolongnya namun dengan tangan yang tepat menangkup dadanya. “HUAAAA! b******k!” Evelyn melepaskan pegangan pria itu pada dadanya dan bergerak menjauh dan menyilangkan kedua tangannya di depan d**a, “DASAR KAU m***m! PRIA TAK BERADAB! KURANG AJAR! BAJI—” “Ternyata kau benar wanita, ah kupikir kau pria. Tapi, ukuranmu lumayan kecil.” potong pria itu santai. “k*****t s****n KAU!” Evelyn memukul pria itu bertubi-tubi dengan tas berisi pakaian yang ia beli. Dan setelahnya beranjak pergi menjauhi pria gila itu. Evelyn terus mengumpat sepanjang jalan. Ia malu dan sangat malu. Ia merasa dirinya telah dilecehkan dan akh! bodohnya Evelyn tidak tahu siapa nama pria itu. Awas saja jika dia bertemu denganku lagi! Akan ku cincang tubuhnya dan ku bakar! DASAR PRIA m***m! amuk Evelyn pada batinnya. Melihat Evelyn yang berjalan menjauh, pria itu melihat telapak tangannya, “Hm, cukup empuk.” “Tuan, apakah bisa kita berangkat sekarang?” salah seorang pengawalnya kembali menyadarkan pria itu. Ia berbalik dan berkata angkuh, “Lupakan apa yang kau lihat tadi.” “Baik,” “Di mana mobilnya?” tanya pria itu dengan raut datar. “Di sana, Tuan.” “Hm,” pria itu berdeham pelan dan beranjak pergi. Dalam genggaman tangan yang ia masukkan dalam saku celana, terdapat kartu nama Evelyn. Saat telah masuk ke dalam mobilnya, barulah ia membaca nama yang tertera di sana. “Evelyn Fiorenza? Hm, nama yang bagus dengan sikap yang berani. Yah, cukup menarik.” gumamnya. *** “Kurang ajar! Dasar pria tidak tau malu! Tidak punya etika! Arggg!” gerutu Evelyn sembari memasuki rumahnya. “DADDY!!!” teriak Evelyn setibanya di dalam rumah. “Ada apa, nak?” sahut Sean yang baru keluar dari kamarnya dan Serra. Evelyn berlari dan memeluk pria paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. Sean yang melihatnya, akhirnya bertanya, “Ada apa?” “Tidak ada apa-apa,” jawab Evelyn sedikit sesenggukan. “Ada apa? Katakan pada Daddy, apa ada hal yang membuatmu terusik?” Sean mengelus rambut Evelyn penuh sayang. “Eve tadi belanja di butik tapi...” “Tapi kenapa?” Sean menatap Evelyn bingung karena wanita itu menggantung ucapannya. “Saldo rekening Eve kurang, Dad! Eve malu,” Sean terkejut dan tertawa kencang sampai-sampai perutnya terasa keram. “Ah, iya. Dad terlalu mengkhawatirkan Mommy mu sampai lupa memberikanmu uang,” Sean terus tertawa. “Dad harus tanggung jawab karena sudah membuat Evelyn malu. Ganti rugi $9000 dolar!” Evelyn menadah meminta uang pada Sean dan Sean sedikit terkekeh lalu memberikan salah satu rekening miliknya. “Ambil itu, isinya jika tidak salah ada sekitar $100.000 dolar.” Evelyn menatap berbinar pada kartu yang ayahnya berikan. “Wah, terimakasih Dad. Muach!” Evelyn mengecup pipi Sean saking senangnya. Sean tersenyum bangga dan mengusap kepala anaknya, anak yang ia urus sejak kecil dan telah sebesar sekarang namun masih saja dengan tingkahnya yang kekanakan dan menggemaskan. “Itu untuk seminggu,” “Hah? Seminggu? Bahkan sebulan pun ini cukup, Dad.” ucap Evelyn. Sean bangga ketika melihat anaknya yang tidak terlalu boros seperti kebanyakan remaja lainnya. Sean sangat menyayangi kedua wanitanya, Serra dan Evelyn. Mereka adalah penyemangat dirinya dikala letih. Segala yang ia lakukan sekarang hanya untuk membuat mereka hidup berkecukupan tanpa susah-susah bekerja keras. Sean tahu bagaimana hidup susah, maka dari itu ia tak mau kedua wanitanya juga merasakan yang ia rasa kala itu. “Pergilah mandi, tubuhmu bau!” ejek Sean. “Yang bau itu Daddy!” dengus Evelyn. “Daddy!” panggil Serra lantang dari dalam kamar. “Astaga! Dad lupa mengambil minum untuk Mommy, ini salahmu Eve.” panik Sean bergegas menuju dapur. “Eh? Kenapa jadi aku yang salah?” Evelyn berpikir sejenak dan akhirnya menggendikkan bahunya acuh. Evelyn memasuki kamarnya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Tubuhnya terasa lengket dan jangan lupakan ia yang merasa kotor karena telah di pegang oleh pria m***m tadi. Evelyn kesal tapi bagaimana pun ia tidak bisa menyalahkan pria itu sepenuhnya. Ini disebabkan karena ia yang tersandung kaki sendiri hingga membuatnya hampir terjatuh dan pria itu hanya menolongnya. Iya, hanya menolong saja. Tapi tetap saja Evelyn kesal! Ia tak henti-hentinya menggosok tubuhnya dan berakhirlah kulitnya telah berubah sedikit memerah karena terlalu keras ia gosok. Evelyn memakai piyama biru kesukaannya dan segera merebahkan diri. Tapi, lintasan kejadian memalukan tadi tidak kunjung hilang dari pikirannya! Evelyn membenci ini! Evelyn tidur terlentang lalu menghadap kanan kemudian berbalik menghadap kiri. Ia tidak nyaman dalam semua posisi tidurnya. Hingga Evelyn terduduk frustasi, melihat pukul berapa sekarang. Dan oh no! Ini hampir mendekati pukul sepuluh malam. Waktu tidur Evelyn telah melewati waktu yang semestinya. Wanita itu biasanya tidur pada pukul sembilan malam atau kurang tapi tidak pernah lebih. Dan lihat? Kali ini ia tidur melebihi batas waktu tidurnya. Evelyn berteriak frustasi. “Baiklah! Sepertinya aku butuh cemilan,” Evelyn beranjak menuju dapur. Setibanya di dapur, ia mendengar suara yang sedikit aneh menurutnya. Evelyn memeriksa asal suara dan ternyata berasal dari kamar kedua orangtuanya. Evelyn sempat ingin pergi namun terhenti saat mendengar pekikan Serra, ibunya. “Au! Pelan-pelan, Sean!” itu suara ibunya, Evelyn yakin itu. “Iya, honey.” balas Sean. “Ahh... sakit!” pikiran Evelyn telah traveling kemana-mana. Bukannya beranjak pergi, ia malah semakin mendekat. “Sean sakit! Pelan-pelan... ARGG!” Evelyn tersentak saat Serra berteriak kesakitan. TOK! TOK! TOK! “Daddy hentikan! Mommy kesakitan! DADDY!” Evelyn menggedor pintu kamar orangtuanya dengan sangat kuat. Ia berjanji akan memukul Daddy nya seribu kali, jika membuat Mommy nya kesakitan. Awas saja! Cklek! Pintu terbuka dan tampaklah sosok Sean dengan rambut acak-acakannya. Evelyn mengintip ke dalam dan di atas kasur itu Serra terbaring lemah dengan punggung yang seperti baru saja di-kerok. “Dad?” cengo Evelyn. “Apa?” “Ja-jadi, Um... tidak jadi. Lanjutkan mengerok nya. Eve mau kembali ke kamar, bye Dad.” Sean mengernyit heran melihat tingkah anaknya itu. Evelyn menggerutu saat menyadari kebodohannya. Ia terlalu negatif thinking tadi. Ia pikir Mom dan Dad nya tengah... ah sudahlah. “Lupakan, Eve! Lupakan!” Setibanya di dalam kamar, Evelyn meraih ponselnya dan ada beberapa panggilan di sana. Nomor tidak dikenal? Siapa ini? Evelyn menatap nomor yang baru saja menelponnya itu dan tanpa membuang waktu segera menelpon balik. “Halo?” sapa Evelyn saat panggilan telepon tersambung. “Halo,” Deg! Evelyn menatap layar ponselnya dan kembali berkata, “Siapa?” “Pria baik yang menolongmu,” Tanpa berlama-lama basa-basi, Evelyn segera memutuskan panggilan. Ia berencana melupakan pria itu tapi malah dibuat semakin kepikiran akan kejadian siang tadi. “Kau bodoh, Eve! Kenapa memberikannya kartu namamu! ARGG!” kesal Evelyn semakin menjadi-jadi. “Tenang, Eve. Tenang! Cukup blokir nomornya dan masalah selesai.” Evelyn segera memblokir nomor pria gila itu dan segera beranjak tidur. *** Evelyn bangun dengan keadaan rambut acak-acakan, mata panda yang tampak jelas dan pakaian yang kusut. Wanita itu baru bisa tidur ketika jarum jam telah menunjukkan pukul dua dini hari atau tengah malam mungkin. Yang berarti ia tidur hanya sekitar lima jam. Tok... Tok... “Hoamm!” Evelyn menguap lebar. “Masuk,” Serra masuk sembari membawakan nampan berisi makanan dan segelas s**u untuk Evelyn. ”Astaga! Kenapa tampilanmu seperti ini, Eve?” pekik Serra kaget. “Mom, Eve masih mengantuk. Bolehkan kalau Eve tidur lagi?” tanya Evelyn masih dengan setengah sadar. “Bukankah Eve bilang mau melamar pekerjaan hari ini?” tanya Serra bingung. “Oh iya! Eve lupa Mom. Terimakasih sudah mengingatkan.” Evelyn bangkit dari posisi tidurnya dan duduk dengan tegap. “Kenapa Eve tidak bekerja di perusahaan Daddy saja?” tanya Serra khawatir. “Eve ingin mandiri, Mom. Eve tidak mau terlalu bergantung pada Daddy. Dan lagian jika Eve kerja di perusahaan Daddy, untuk apa Eve sekolah jauh-jauh ke Inggris?” Serra hanya mengangguk pasrah saat mendengar keinginan anaknya itu. Ia dengan lembut dan telaten menyuapi Evelyn. Walau Evelyn telah berusia 24 tahun, tapi tetap saja ia selalu dimanja bagai anak usia 5 tahun. Karena Evelyn adalah anak yang Serra dan Sean tunggu setelah 10 tahun menikah. Dan Serra bersyukur karena masih bisa diberi karunia itu. “Mommy kenapa?” tanya Evelyn saat melihat raut sendu pada sang ibu. “Tidak apa-apa, habiskan susumu dan beranjaklah dari kasur.” setelah makanan Evelyn habis tak bersisa, Serra segera membereskan nya dan beranjak keluar kamar. “Baiklah, saatnya bangkit!” dengan semangat menggebu-gebu, Evelyn beranjak dari ranjangnya dan segera mandi. Setelah beberapa menit, akhirnya Evelyn telah siap dengan pakaian formalnya. Ia juga membawa beberapa biodata diri dan berkas lainnya. Hari ini ia ingin melamar pekerjaan. “Duduk sini, sayang.” panggil Serra sembari menepuk kursi di sebelahnya. “Baik, Mom.” “Kamu yakin, nak?” tanya Sean tiba-tiba. “Ya, Eve yakin! Eve mau kerja keras, dan tidak mau bergantung pada Daddy. Evelyn janji akan kerja sungguh-sungguh sampai Evelyn siap mengambil posisi Daddy di perusahaan.” tekad Evelyn. Sean tahu sifat anaknya itu. Keras kepala dan ingin selalu mencapai segala hal yang ia inginkan. Maka tak jarang, Evelyn sering membuat mereka khawatir setiap waktu setiap saat. “Apa tidak bisa di perusahaan Daddy saja?” tanya Sean sekali lagi. “Pokoknya Eve mau cari kerja sendiri, dan itu bukan di tempat Daddy. Paham?” keputusan Evelyn telah bulat dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Sean hanya bisa pasrah dan mendukung anaknya itu. “Baiklah, ayo Dad antar ka—” “Eve bisa bawa mobil sendiri,” potong Evelyn. “Baiklah, baiklah. Terserah Eve saja, tapi hati-hati. Carilah perusahaan yang aman dan jika perlu yang tidak terlalu jauh dari rumah kita.” ucap Sean. “Baik, bos!” Evelyn berdiri tegap dengan tangan hormat. “Hati-hati,” ucap Serra dan hanya dibalas anggukan oleh Eve. Evelyn mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar. Kepalanya tak henti-henti menengok gedung-gedung besar yang ada di sekitarnya. “Baiklah, ayo kita coba di perusahaan ini. Salah satu perusahaan yang jaraknya dengan rumah lumayan dekat.” Evelyn memasukkan mobilnya pada tempat khusus karyawan. Ia sempat melihat-lihat ada lowongan apa di perusahaan itu yang sesuai dengan kriterianya. Namun ketika dilihat, ternyata lowongan untuk menjadi office girl. Evelyn segera mengundurkan diri dan mencari perusahaan lainnya Hingga Evelyn telah mencari di enam perusahaan dan hasilnya ia tidak menemukan posisi yang tepat untuknya. Evelyn berhenti sejenak menuju sebuah cafe dekat jalan raya. Ia masuk dan memesan satu buah cake mini dan satu coffe latte. Sembari menunggu pesanannya datang, Evelyn menatap kendaraan yang berlalu lalang dari jendela di dekatnya. Hembusan nafas lelah keluar dari bibir mungilnya dan tepat ketika seseorang datang padanya, ia pikir itu adalah pelayan ternyata... “PRIA GILA YANG m***m?” ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Living with sexy CEO

read
277.7K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
598.7K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
924.7K
bc

HYPER!

read
556.9K
bc

Dependencia

read
186.4K
bc

THE DISTANCE ( Indonesia )

read
579.9K
bc

The crazy handsome

read
465.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook