bc

Sharing Kitchen With Amazing Chef

book_age16+
757
FOLLOW
3.8K
READ
friends to lovers
arrogant
manipulative
drama
sweet
bxg
friendship
friends
like
intro-logo
Blurb

Menyukai profesi yang sama bukan berarti juga memiliki perasaan yang sama. Vivian harus menggigit jari karena cintanya pada Dafa bertepuk sebelah tangan.

Lalu bagaimana jika Dafa menyadari bahwa dirinya juga mencintai Vivian? Hingga dia mengejar perempuan itu ke Australia? Namun, setelah berbagai cara untuk membuat Vivian kembali padanya, Dafa pun mendapati kenyataan bahwa Vivian mempermainkannya.

Kira-kira seperti apa kisah mereka? Pernah berbagi dapur yang sama, lalu saling menyakiti, akankah keduanya bersatu?

.

.

Desain cover by Canva.

Free Pict by Pixabay.

chap-preview
Free preview
SKWAC ¦ Chapter 1 √
Sudah satu bulan lebih Vivian berada di Australia, tempat kedua orang tuanya tinggal. Keseharian yang Vivian lakukan masih sama seperti dulu, dirinya yang merupakan seorang chef mengelola restorannya sendiri yang baru berdiri beberapa hari yang lalu. Tekatnya untuk melupakan Dafa benar-benar sudah bulat. Perempuan itu memulai hidupnya dengan penuh semangat. Vivian tampak ceria dengan hidupnya yang sekarang. Ditemani mobil mewahnya, Vivian sampai di restorannya tepat pukul Tujuh pagi. Tak perlu khawatir sebab ia sudah mempekerjakan kepala koki dan beberapa karyawan lainnya untuk menghandle restorannya. Vivian hanya akan turun tangan di saat tertentu saja mengingat perempuan berparas cantik itu juga sedang sibuk membantu Teo untuk kompetensi memasaknya. "Good morning, Chef," sapa Antonio, salah satu karyawan yang ada di restorannya. Vivian memamerkan senyumnya yang lebar sambil membalas sapaan itu dengan ramah. Antonio menggeleng takjub, "Your smile so beatiful," pujinya jujur, membuat Vivian semakin menunjukan gigi putihnya yang rapi. Setelah itu Vivian masuk ke dalam restoran, sapaan lain dari beberapa karyawan lainnya terdengar. "My angle," Georgeo melebarkan tangannya, menunggu Vivian menghampirinya. Tak perlu heran melihat kedekatan mereka sebab semua karyawan yang Vivian pekerjakan adalah kerabat dekat ayahnya. Vivian masuk ke dalam dekapan Georgeo dengan nyaman. "Thank you, Geo," ucap Vivian yang terbiasa memanggil Georgeo dengan Geo saja. "Apa Teo datang hari ini?" tanya Geo menggunakan bahasa Indonesia yang fasih. Tentu saja lelaki berkebangsaan Aussie itu belajar dari sepupu cantiknya, Vivian Lasyana Putri. Iya, nama Vivian memang seunik itu di telinga Geo sehingga dia lebih suka memanggil Vivian dengan my angle. "Teo sibuk dengan pekerjaan paruh waktunya yang melagenda," jawab Vivian sambil memutar bola matanya dengan sengaja. Geo terkekeh, ia mengacak rambut Vivian dengan gemas. "No Geo! Rambutku!" sebalnya. Vivian lebih muda dua tahun dari Geo sehingga Geo senang sekali mengerjainya. Tumbuh besar bersama Vivian membuat Geo menyayangi Vivian sebagai seorang kakak kepada adik. Ketika Vivian kembali ke Indonesia beberapa waktu yang lalu membuat Geo sempat kehilangan. Namun kini melihat adik sepupunya itu berdiri tepat di depannya membuat Geo selalu menyunggingkan senyumnya. "Katakan pada Teo jangan merepotkan adikku sesuka hati," ucap Geo bercanda. "Kenapa tidak kau katakan secara langsung?" mendadak suara Teo terdengar di antara mereka. Ketiganya saling bertatapan, lantas terkekeh senang. Sama seperti yang Geo lakukan, Teo pun mengacak rambutnya dengan gemas. "Teodore!!!" geram Vivian menahan rasa kesalnya akibat kelakuan Teo yang baru saja menduplikat kelakuan Geo beberapa menit yang lalu. "Kenapa ke sini?" tanya Vivian sambil mencebikan bibirnya. "Katanya kamu sibuk, restoran kakek butuh perhatian lebih," lanjutnya sambil mengulang alasan Teo yang semalam sempat lelaki itu berikan padanya ketika dia meminta Teo untuk menemaninya ke tempat ini. Iya, benar sekali, pekerjaan paruh waktu yang Vivian katakan adalah restoran milik kakek Teo yang harus lelaki itu teruskan agar tidak bangkrut begitu saja, mengingat Teo adalah cucu satu-satunya yang sanggup mengelola dua restoran sekaligus. Sementara saudaranya justru lebih suka berkelana dari restoran satu ke restoran lainnya. Ck. Teo berdecak kesal. Dia bersedekap sambil menaikan dagunya cukup tinggi. "Apa baru saja ada yang bilang rindu, Georgeo?" Teo bermaksud menyindir Vivian dengan bertanya pada Geo. Lelaki itu hanya mengedikan bahunya saja. "Jangan mengganggu perempuan yang baru saja patah hati, Teo, aku takut kau tak bisa menenangkannya," ucapan Geo justru semakin menyindir Vivian. Sebab baru sebulan yang lalu dirinya menangis di depan Geo karena kelakuan Dafa. "Lupakan! Ayo siapkan bahan masakan sekarang juga." tegasnya sambil mengibaskan rambut panjang coklatnya. Ck. Vivian benar-benar terlihat seperti ratu di depan Geo dan Teo. Perempuan itu merajalela karena kedua lelaki itu sama-sama menyayanginya. Lihat, betapa Vivian tidak menyesal telah kembali ke tempat ini. Ia tidak kekurangan kasih sayang sama sekali. Baik Georgeo maupun Teodore sama-sama menyayanginya dan siap melindunginya sepenuh hati. Mereka bahkan rela mengalah untuknya. Apalagi Geo, lelaki itu merelakan pekerjaannya di salah satu restoran paforit hanya demi menjadi kepala koki di restoran Vivian yang baru saja dibuka beberapa hari ini. Geo dan Teo saling berpandangan. Keduanya mengedikan bahu masing-masing sebelum menyusul Vivian yang sudah masuk ke dapur lebih dulu. "Jadi apa menu paforit hari ini, nona muda?" tanya Teo. "Emmm itu urusan tuan Georgeo. Tuan Teodore silakan duduk dengan manis sambil memperhatikan cara Geo mengolah bahan-bahan mentah ini," balas Vivian sambil menggerakan jari telunjuknya. "Duduk di situ!" ujarnya saat Teo ingin protes. Tentu saja lelaki itu tak suka hanya duduk diam. Jari jemarinya pasti sangat resah dan menginginkan pisau dapur itu berada dalam genggamannya. Tetapi ini adalah restoran Vivian, hanya dia yang berhak mengatur siapa saja yang boleh berada di kitchen. "Menyebalkan," gerutu Teo. Dengan sangat terpaksa Teo menuruti perkataan Vivian. Lelaki itu duduk sendirian sambil memperhatikan kegiatan Vivian dan yang lainnya di dapur. Vivian terkekeh menertawakan kelakuan Teo. "Rasakan," bisiknya tanpa suara. Hal itu semakin membuat Teo menggerutu tak jelas di tempat duduknya. "Jangan menggoda Teo, dia bisa saja membalasmu," tegur Georgeo dengan lembut. Lelaki itu sudah mulai melakukan kegiatannya. Geo begitu piawai menggunakan pisau tajam itu. Terlihat terbiasa menggunakannya. "Aku suka melihatnya menggerutu," kekeh Vivian sambil memotong beberapa sayuran. Meskipun Geo lebih tua darinya namun Vivian dan Geo terbiasa bicara dengan santai sehingga mereka benar-benar tampak akrab. "Ya ya Teo memang selalu tampak lucu di matamu, my angel," komentar Geo. "Kamu juga berpikiran yang sama, kan?" Alih-alih ingin mendengar jawaban, Vivian lebih suka mengatakan itu untuk menggoda Geo. Georgeo membuang mukanya. "Sial! Kamu benar," ucapnya. Kemudian mereka sama-sama terkekeh. Sementara di tempatnya, Teo mulai curiga bahwa Geo dan Vivian tengah membicarakannya. Teo merasa mereka berdua sedang menertawakannya. Teo yang tak tahan pun diam-diam mendekat. "Apa yang kalian tertawakan?" tanyanya persis di depan Vivian, membuat perempuan berparas cantik itu terkejut. Dia hampir saja melukai jari tangannya jika Geo tak sempat menangkap pisau itu. "Teodore," geramnya. "I am sorry. Are you okay?" tanya Teo yang juga terlihat panik dan menyesal. Vivian menggelengkan kepalanya. "Aku nggak apa-apa," terangnya agar Teo dan Geo tidak berselisih paham. Jujur saja, beberada detik yang lalu, hanya beberapa detik saja Vivian kembali mengingat Dafa juga Arfa. Dulu mereka bertiga juga seakrab ini. Tanpa jarak dan kecanggungan. Mereka selalu berada di dapur yang sama, menghabiskan waktu dengan berbagai macam obrolan. Rindu. Vivian merasakan kerinduan yang dalam. Perempuan itu menyadari apapun yang dirinya lakukan, jika itu berhubungan dengan masakan, maka ia harus kembali siap untuk mengingat keduanya, Dafa dan Arfa. Vivian juga harus selalu menyiapkan diri untuk menerima lukanya kembali hanya karena mengingat kenangan mereka. "Aku nggak apa-apa, Geo, Teo, jangan bertengkar," pinta Vivian saat melihat Geo dan Teo sudah saling memberikan tatapan tajam masing-masing. Vivian jadi tak enak sendiri sebab kecelakaan kecil yang hampir saja terjadi bukan karena Teo melainkan karena lamunan singkatnya tentang kedekatannya bersama Dafa dan Arfa. "Stop!" ujar Vivian karena keduanya tak juga mendengarkannya. Vivian menatap bergantian antara Geo dan Teo. "Lanjutkan masakannya!" ujar Vivian pada Geo. Sementara Teo tersenyum sumbringah karena merasa dibela. "Dan kamu!" tunjuk Vivian tepat di depan mata Teo. Lelaki itu mendadak memiliki firasat yang kurang baik untuknya sendiri. Teo memundurkan tubuhnya sambil mengangkat kedua tangannya. "Kembali ke sana!" perintah Vivian pada Teo agar lelaki itu kembali ke tempat duduknya. "Just watching me and Geo, right?" dengan cepat Teo menganggukan kepalanya. Lelaki itu sempat mendengar Geo menertawakannya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Vivian. Cukup lama Teo duduk sendirian di sana hingga sajian paforit hari ini selesai diolah. Restoran mereka siap untuk dibuka. Vivian tampak menghampiri Teo, ia menilai Teo yang duduk terdiam di kursinya. "Biar ku tebak, kamu pasti nggak memperhatikan cara Geo memasak dengan baik," komentarnya kemudian. Teo berdecak kesal. "Jangan meremehkan aku nona muda," balas Teo yang sedang mendongak demi menatap wajah lawan bicaranya itu. "Ohh aku lupa, kau adalah tuan Teo yang pandai dalam segala hal," ucap Vivian sambil terkekeh. Ponsel Vivian bergetar, terpaksa obrolan itu terhenti. "Wait! Ini mommyku yang cantik." katanya sambil membiarkan telunjuknya menyentuh bibir, meminta yang lain diam. *** Dafa baru saja sampai di Sidney Australia. Lelaki itu langsung saja menuju kediaman orang tua Vivian yang juga merupakan rumah yang Vivian tinggali. Dengan cepat Dafa menyetop taksi lantas masuk ke dalamnya dan menyebutkan ke mana dirinya akan pergi kepada driver. Ketika taksi berhenti tepat di depan rumah mewah keluarga Vivian, perasaan Dafa mendadak gugup. Dirinya sedikit bingung menghadapi situasi yang ada. Namun tekatnya untuk mengetahui seberapa dalam perasaannya untuk Vivian begitu menggebu. Ketika nanti sudah memastikan cinta ini hanya untuk Vivian, Dafa berharap bisa membuat Vivian kembali ke dalam pelukannya. Pintu terbuka setelah beberapa kali Dafa memencet bel yang tersedia didekat pintu. "Tante," sapa Dafa langsung menyalimi Rose, ibu Vivian yang kebetulan membukakan pintu untuknya. Rose membola, dahinya berkerut melihat kedatangan Dafa. Rose mengenal Dafa sebagai teman anaknya sekaligus lelaki yang dicintai putrinya. Beberapa kali Dafa pernah ke rumah mereka. Tapi kali ini, Rose benar-benar merasa heran melihat kedatangan Dafa setelah menyakiti putrinya. Apa lagi Dafa membawa tas besar di punggungnya. "Dafa?" "Kamu???" Rose tidak tahu harus mengatakan apa. Juga bingung harus melakukan apa. "Siapa, wife?" terdengar tanya dari belakang Rose. Dafa dapat menebak suara itu milik siapa. "Om," sapanya pada Stev. Berbeda dengan Rose, Stev menunjukan keramahannya. "Dafa? Ayo masuk," ajaknya. Dafa menghembuskan napasnya dengan lega. Ia mengikuti langkah kaki sepasang suami istri itu dengan lambat. "Duduk, Daf," sekali lagi Stev bersikap ramah. "Buatkan minum, Rose." pintanya. Rose mengangguk singkat sebelum meninggalkan keduanya. Saat itulah diam-diam Rose menghubungi Vivian. "Halo, Vi. Kamu di mana?" tanyanya sambil berbisik. Vivian yang mendengar itu mengerutkan dahinya. "Di restoran. Kenapa, Ma?" dia balik bertanya. "Ada Dafa di rumah kita," ucap Rose yang lagi-lagi sambil berbisik. Sementara itu, pupil mata Vivian membesar usai mendengar kabar itu. "Gi.. Gimana, Ma?" tanya Vivian terbata. Hal itu mengundang perhatian Teo dan Geo sehingga mereka mendekati Vivian. Geo memberi isyarat tanda tanya pada Vivian. Namun, Vivian menggelengkan kepalanya. "Iya, Dafa ada di sini, Vi. Bawa tas besar, barusan Mama dengar Papa kamu ngijinin dia tinggal sama kita," terang Rose yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan Stev dan Dafa. Vivian semakin membolakan matanya. Geo dan Teo semakin penasaran dengan isi pembicaraan itu. "Mau ngapain Dafa ke sana, Ma?" pekik Vivian tak bisa menahan perasaan paniknya. Tentu saja, setelah apa yang Dafa lakukan, kenapa dia datang ke sini? Rose menghela napasnya dengan berat. "Mama nggak tahu. Kamu pulang sekarang, bawa Teo atau Geo. Mama punya ide untuk balas semua perbuatan Dafa sama kamu," ucap Rose. Entah sejak kapan kelembutannya berubah menjadi jebakan seperti ini. Bahkan ide licik untuk membalaskan sakit hati yang pernah putrinya rasakan sudah tersusun rapi dalam benaknya. "Aku pulang sekarang, Ma." setelah itu Vivian menutup telponnya. Dia menatap bergantian antara Teo dan Geo sebelum menarik salah satunya.  . . Bersambung. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.3K
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
114.0K
bc

I Love You Dad

read
282.8K
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
15.7K
bc

Noda Masa Lalu

read
183.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook