bc

Come Back Devan

book_age18+
295
FOLLOW
1.1K
READ
adventure
revenge
others
superhero
no-couple
lucky dog
male lead
magical world
rebirth/reborn
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

TAMAT

Devan hidup kembali setelah ia dibunuh oleh sekelompok mafia yang menyerangnya demi menggantikan posisinya sebagai suami dari wanita itu. Di alam akhirat, Devan bertemu dengan jubah hitam yang hendak menolongnya dari api neraka. Jubah hitam itu sendiri yang telah menghidupkannya kembali.

"Panas ... panas ... Siapapun kau, tolong aku."

"Itu karena kau mati dalam dendam. Pulanglah, balaskan dendamu dan selamatkan duniamu."

chap-preview
Free preview
Come Back Devan
"Apa? Kenapa? Ada apa dengan diriku? Dan ... dimana aku?" Pria itu nampak bingung dengan keadaan tubuhnya saat ini. Banyak orang yang lewat bahkan bisa menembus tubuhnya. Pria itu kembali berpikir dan mengingat dengan apa yang sudah terjadi terhadap dirinya. Banyak orang juga yang berkumpul di sana. Lantas, pria itu mengikuti langkah kakinya menuju kerumunan yang ada di depannya. Ia tak bisa menggapai orang-orang sekitar. Bahkan tapak kakinya pun terasa hambar. Ada apa ini? Mengapa tubuhnya begitu ringan saat berjalan? Dan mengapa ia tak bisa memegang barang maupun orang di sekitarnya? Pria itu penasaran. Ia tetap berjalan hingga akhirnya dia ... "Apakah itu tubuhku? Mengapa banyak sekali luka di sana? Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan diriku?" Pria itu tak bisa mendengar apa-apa. Telinganya seakan tuli. Tapi untungnya, matanya masih bisa melihat sekitar. Syukurlah. "Hei ... apa kau mendengar ku? Apa kalian mendengar suaraku?" pria itu berteriak sekencang mungkin. Namun, tidak ada yang mendengarnya. "Siapapun. Tolong aku!" Ia berteriak sekali lagi. Telinganya pun ia tutup agar suaranya semakin keras. Sret ... Bugh ... "Aaaagghhh" Pria itu semakin berteriak. Namun, kali ini teriakan itu menjadi ketakutan baginya. Tubuhnya seakan jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Perjalanan ke dalam jurang itu semakin dalam dan panjang. Entah berada dimana dirinya saat ini. Tapi yang pasti, tempat itu begitu rumit. Banyak sekali pepohonan. Tidak begitu gelap dan tidak begitu terang. Awan seakan redup di sekelilingnya. Hawa dingin tiba-tiba merasuk kedalam tubuhnya yang masih gemetar. Namun, ia tidak merasakan dingin. Sebaliknya. Bahkan tubuh itu seakan terasa sangat panas bak di panggang dalam api yang berkobar. Entahlah, mungkin itu hanya mimpi baginya. Tapi bagaimana mungkin ia merasakan mimpi yang terasa semakin nyata di depannya. "Panas ... panas ...." Berulang kali pria itu berteriak, hingga munculah seseorang di depannya. Orang itu nampak menakutkan. Dengan tongkat dan jubah hitamnya. Pandangannya pun gelap. "Siapapun kau, tolong aku!" Lantas, pria itu menggapai tangan si jubah hitam. Nampaknya kali ini ia bisa memegang tangan seseorang. "Syukurlah, aku bisa memegang tanganmu," pandangannya pun bertemu. "Tolong, tubuhku panas sekali." Pria itu terus meraung meminta pertolongan. "Itu karena kau menaruh dendam saat kau mati." Tuk ... Orang berjubah hitam itu mengetuk tongkatnya satu kali. Ketika itu, tubuh pria tadi berubah menjadi dingin. Api yang ada di tubuhnya hilang. "Hei ... kau telah menyelamatkanku." "Pulanglah, balaskan dendam mu. Bukankah kau ingin membalasnya? Aku akan memberikan satu kesempatan lagi untukmu. Maka, pergunakanlah waktumu di dunia sebelum aku kembali membawamu kesini. Dan ingat, pergunakan waktumu hanya untuk kebenaran." Jubah hitam itu berkata dingin. Namun penuh dengan arti. "Apa yang kau bicarakan? Aku ...." Tuk ... Orang ber-Jubah hitam tak ingin mendengar apapun pertanyaan dari pria itu. Lantas, orang ber-Jubah hitam mengetuk tongkatnya satu kali lagi. Tiba-tiba pandangan menjadi gelap gulita. Hah, hah, hah. Pria itu membuka matanya. Merasakan betapa sakitnya tubuh itu. Banyak darah di sekujur tubuhnya. Juga ... luka tusukan bahkan terlalu banyak. 'Apa yang terjadi padaku? Aku masih hidup? Hidup?' Pria itu meraba tubuhnya yang banyak darah karena luka tusukan serta sayatan. Hanya satu kata yang ia gumam dalam hatinya. 'Darah' Orang sekitar melihatnya tanpa ada yang bergerak. Hanya matanya yang menatap tajam ke arah pria itu, juga mulut mereka yang menganga. Tak ada satu orang pun yang menutup mulutnya. Mereka merasa aneh sekaligus kagum. 'Kok, ada ya orang yang ditusuk banyak begitu masih hidup? Apa orang itu punya kekuatan?' dalam hati mereka masing-masing. Jawabannya. TIDAK. Bahkan pria itu di kenal dengan orang yang payah. Hidupnya hanya berpegang terhadap keluarga istrinya. Dia adalah menantu tak berguna di keluarga itu. Pekerjaannya hanya sebagai suami rumah tangga. Dia pengangguran. "Anda harus secepatnya mendapat perawatan. Mari, ikut kami memasuki mobil Ambulans itu." Seorang petugas rumah sakit nampaknya begitu antusias. Mereka datang saat ada yang memanggilnya karena terjadi baku hantam di daerah itu. Saat ini, keadaan sudah malam. Menurut saksi, perkelahian terjadi saat pria itu tengah keluar menuju Supermarket di dekatnya. Namun, naas. Beberapa Mafia telah menyerangnya dari belakang, sampai meninggalkan luka yang sangat mengerikan terhadap pria itu. "Kenapa harus dirawat? Tubuhku baik-baik saja. Aku bahkan tidak merasakan apapun sekarang, ya, walaupun tadi rasanya tubuhku sedikit sakit. Tapi aku baik-baik saja," ucap pria itu membuat semua orang semakin menganga tak percaya. Bagaimana mungkin dengan banyak luka seperti itu, ia bilang baik-baik saja? Itu mustahil. "Tapi tubuh Anda masih mengeluarkan darah. Kami takut jika nyawa Anda terancam karena kekurangan darah," kata petugas rumah sakit sekali lagi. Lantas, pria itu melihat lagi ke arah perutnya yang memang masih mengeluarkan banyak darah, bahkan darah itu mengalir seakan deras. Pria itu mengingat kembali saat dirinya berada di alam akhirat. Jangan sampai ia kesana lagi karena tidak mau menuruti perkataan petugas rumah sakit itu. Petugas itu benar, dirinya akan kekurangan darah jika tidak segera di atasi. Maka, kematian akan menjemputnya kembali. Tidak. Dia tidak mau. "Baiklah, aku akan mengobati lukaku." Petugas rumah sakit membawa pria itu ke dalam mobil Ambulans dan diikuti oleh petugas yang lainnya. Suara sirine kembali di nyalakan begitu mobil itu melaju. Beberapa petugas memerhatikan pria yang saat ini telah duduk di depannya. Salah satunya berkata, "Apa yang sudah terjadi terhadapmu, Bung? Dan ... kenapa bisa kau tidak merasakan sakitnya luka di tubuhmu?" "Entahlah, aku juga tidak mengerti. Sepertinya tubuhku sudah mati rasa merasakan begitu banyak luka ini." "Siapa namamu?" "Aku Devan." "Devan? Aku pernah mendengar nama itu!" "Semua orang bahkan mengenal diriku." Dua orang petugas menautkan keningnya dan melihat satu sama lain. Mereka berkata secara bersamaan, "Orang aneh". Ya ... pria itu bernama Devan. Dia adalah menantu dari keluarga Raymon. Raymon dikenal sebagai orang yang paling kaya di Kota itu. Bahkan kekayaannya tidak akan habis 7 turunan. Raymon sendiri ialah ayah mertua Devan. Itu artinya, putrinya sudah menikahi seorang pria payah seperti Devan. Pernikahan didasari oleh sebuah cinta dari kedua insan yang bersatu, tanpa adanya restu orang tua didalamnya. Alhasil, beginilah jadinya. Raya seorang wanita cantik dan anggun. Sayangnya, Raya hanya mencintai lelaki pilihan hatinya dan tidak dengan pilihan kedua orang tuanya. Raya memilih Devan karena dia seorang lelaki yang bertanggungjawab. Bahkan, Devan sanggup melakukan apapun demi Raya. Devan rela menjadi menantu rumah tangga di rumah besar milik kedua orang tuanya demi membuat Raya senang. Namun, Raya begitu malu saat tahu jika Devan berasal dari keluarga miskin. Itu sebabnya, Raya tak pernah memedulikan suaminya lagi sejak pernikahannya yang hendak berjalan tiga tahun itu. *** Devan terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia terpaksa terbangun dengan napas yang terengah-engah. Mimpi buruk itu kembali. Bukan. Itu bukan sekadar mimpi buruk belaka, melainkan sebuah petunjuk yang harus ia lakukan. Dalam mimpi itu ia bertemu kembali dengan si Jubah hitam. Entah mengapa, sejak dirinya kembali hidup, Jubah hitam seakan menjadi dalang dari kehidupannya yang baru. Si Jubah hitam mengatakan bahwa dirinya harus mencari ramuan untuk diminum. Ramuan itu juga sebelumnya harus ia buat sendiri dengan bahan dasar dari dedaunan di tengah hutan yang rimba. Oh tidak. Bahkan hutan itu akan membuatnya mati, secara hutan itu merupakan hutan yang banyak pohon besar didalamnya. Bukan hanya pohon besar, bahkan binatang buas banyak yang berkeliaran di sana. Oh tidak. Apakah ini pertanda buruk? Tapi, jika tidak segera dilakukan, si Jubah hitam akan marah nantinya. Lagipula Devan seharusnya tidak khawatir bukan? Secara, dirinya kini sudah menjadi kuat. Bahkan jika digigit binatang buas sekalipun ia tak akan merasakan sakit. Sejak ia hidup untuk yang kedua kalinya, tubuh Devan seakan kebal, bahkan ia mampu melawan para Mafia yang menjadi sasarannya selama ini. Hanya saja, ia merasa lemah jika banyak mengeluarkan tenaganya. Ya ... para Mafia itu memang sengaja ingin melenyapkannya demi membuat kepala Mafia mereka menggantikannya sebagai suami Raya. *** "Dimana aku harus mencari daun-daun itu? Lagian, Jubah Hitam itu konyol. Mana mungkin aku bisa meningkatkan kekuatanku dengan daun itu. Hanya daun. Heugh." Devan terus bergumam sepanjang hutan itu. Apa mungkin hanya dengan ramuan itu kekuatannya akan bertambah? Matanya membulat ketika ia menemukan dedaunan yang sudah ia cari sampai tengah terik matahari. Daun itu tumbuh tepat merambat ke pepohonan tinggi di sana. Warna daun itu sedikit ungu, dengan bulu lembut dan ada duri di tangkainya. Aneh memang. Namun, itulah daun yang harus ia buat sebagai bahan ramuan dasar. "Bagus, inilah yang aku cari. Selanjutnya, aku harus mencari biji-bijiannya." Tak hanya sebuah daun. Bahkan ia harus menemukan bahan lainnya untuk diracik. Tidak menyerah. Devan bahkan terus mencarinya sampai dapat. *** "Sial. Kenapa ada ular di sini? Hutan ini rupanya banyak hewan berbisa juga." Devan sudah menghasilkan bahan ramuan yang ia cari. Namun, saat ia berjalan untuk pulang, sialnya. Devan malah melihat ular kobra di depannya. Tidak. Itu bukan sembarang ular kobra. Bahkan jika di lihat-lihat dari dekat, ular itu memiliki sebuah mahkota di kepalanya. Mahkota itu nampak begitu kecil, sehingga orang biasa tidak akan bisa melihatnya. Kecuali Devan. Sejak Jubah Hitam memberinya kehidupan baru, bukan hanya kekuatan dari tubuhnya saja. Bahkan matanya pun ikut serta. Ia selalu melihat hal yang aneh pada binatang. Hanya pada binatang. 'Ini tidak aman. Ular itu bukan sembarang ular. Dia ratu ular,' batin Devan bergumam. Devan mundur perlahan. Langkahnya hendak mantap untuk melarikan diri dari sana. Percuma saja melawan ular itu. Secara, ular itu pasti memiliki bisa yang tidak biasa seperti ular kobra pada umumnya. Dia akan mati. "Jangan kau melarikan diri. Lawan saja ular itu, jika kau mampu, ambilah mahkota dari kepalanya. Itu akan menjadikan senjata dalam tubuhmu." Perkataan itu seakan berbisik dari kedua telinganya. Entah berasal dari mana. Tapi yang pasti, tidak ada orang di dalam hutan itu. Hanya Devan seorang dan ratu ular di depannya yang masih setia berdiri di sana. Devan melangkah sedikit demi sedikit. Walaupun ia masih sangat ragu untuk bisa menangkap ratu ular itu. Namun, ia harus melakukannya. Pertama, itu demi keselamatannya. Dan kedua, itu demi mempercayai bisikan itu. "K-kau t-tolong jangan menggigitku." Perkataan Devan seakan bergetar ketakutan kala itu. Namun, ia melihat ular itu tetap tenang dan masih berdiri dengan tegap seperti sebelumnya. "Aku tidak akan menggigit mu, melainkan akan membunuhmu dengan racunku, manusia. Manusia sepertimu hanya ingin membuat masalah saja. Kau pasti ingin membasmi hewan sepertiku." Devan tercengang. Ular itu bisa bicara? Bagaimana mungkin? "K-kau ... bisa bicara?" ucapan Devan semakin bergetar hingga ia gelagapan saat mengatakan itu. "Ya ... itu artinya hanya kau yang bisa mendengar suaraku. Rupanya kau bukan manusia biasa melainkan pawang untuk ular seperti kami." "Ka-kami? Mak-maksudmu apa?" Tak lama dari sana, datang sekelompok ular yang lainnya. Mereka adalah ular yang sama. "Ka-kalian ... a-apakah kalian merupakan ratu dari semua ular?" "Bagaimana kau tahu?" ular itu menjalarkan lidahnya dan mulai mendekat ke arah Devan. "Aku hanya menebaknya saja. Ada mahkota yang cantik di kepala kalian." Beberapa ular pun turut mengikuti ular di depannya. Mereka kini mengelilingi Devan. Sreet, Ular itu bahkan menyerang Devan. Namun dengan sigap, Devan menangkap badan ular itu dan menghempaskan nya dengan cepat. Bruk, Ular itu terjatuh dan beberapa diantara mereka kembali menyerang Devan. Tetap saja, Devan mampu mempertahankan pertahanannya yang kuat. Manusia ini bukan manusia sembarangan. Batin ular itu seakan bergumam. "Apa kau akan membunuh kami semua dengan kekuatan pawang mu itu?" Ha, ha. Devan malah tertawa mendengar ketakutan mereka. Rupanya mereka melihat Devan sebagai pawang ular. Rupanya mereka juga kini sedang memata-matai Devan dan berjaga untuk tidak masuk dalam perangkapnya. "Kalian salah, aku bukan pawang ular. Aku hanya manusia biasa. Hanya saja barusan aku mendapat bisikan kalau aku harus melawan kalian untuk mendapatkan salah satu mahkota yang kalian pakai." "Kalian tenang saja, aku tidak akan melakukan itu, aku tahu jika mahkota yang kalian pakai itu sangat berarti untuk hidup kalian. Jika aku mengambilnya, maka salah satu dari kalian akan mati," sambung Devan. "Kau memang manusia yang tahu segalanya tentang kami. Kalau begitu, kami akan melakukannya untukmu wahai manusia," ucap ular itu sambil menjulurkan lidahnya. "Bagaimana bisa? Aku tidak mau salah satu dari kalian akan mati nantinya." Devan masih mempunyai hati. Tidak merasa takut lagi, semua ular itu malah menertawainya. "Rupanya kau memang manusia biasa. Mahkota ini akan tumbuh dengan sendirinya dalam waktu satu tahun. Aku tidak keberatan jika kau menjadi pelindung kami selama satu tahun sampai mahkotaku kembali." "Benarkah?" Devan tersenyum gembira. "Ambilah, dengan syarat, jika aku memanggilmu, maka kau harus secepatnya kemari." "Itu mustahil." Ular itu kembali mengelilingi Devan. "Kenapa demikian?" "Aku tidak akan bisa secepatnya ke hutan ini. Bahkan jika aku menggunakan mobil sekalipun. Sebab, jarak hutan ini dengan kediamanku sangatlah jauh," jawab Devan. Ha, ha. Kembali. Ular itu malah kembali menertawainya. "Kau bisa bersemedi di tempatmu dan kau akan kemari dengan tubuhmu yang lain, dan itu merupakan kekuatan dari mahkota ini." Devan seakan terperanjat akan perkataan itu. Tubuh yang lain? Itu artinya dia akan mempunyai dua tubuh sekaligus? Itu menakjubkan. Devan mengangguk dengan senang. "Baiklah, jika itu yang harus aku lakukan. Kalian bebas memanggilku kapan saja, lagipula aku hanya lelaki pengangguran. Aku tidak punya pekerjaan lain selain tidur dan makan." Ular itu tersenyum. Akhirnya, mereka menemukan orang yang tepat sebagai penolongnya. Penolong dari orang yang ingin membasmi mereka selama ini. Melalui Devan, maka mereka akan terlindungi. "Ambilah." Ular itu mencondongkan tubuhnya dan membiarkan kepalanya tertunduk agar Devan lebih mudah mengambil mahkotanya. "Wah, keren". *** Hari ini merupakan hari spesial bagi Raya sebab ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 28 tahun. Banyak yang menghadiri acara itu termasuk Tristan dari keluarga Candra. Tristan ialah lelaki mapan, pintar, kaya, hanya saja dia keturunan dari keluarga Mafia. Candra sebagai orang tuanya telah melatih Tristan sampai ia menjadi sangat kuat dalam bertarung. Itu sebabnya, semua orang merasa segan terhadapnya. Tristan sendiri telah menyukai Raya sejak dua tahun lalu. Lebih tepatnya, ketika Raymon memperkenalkannya. Suasana menjadi dingin saat Candra, Tristan dan semua orang-orangnya menghadiri acara itu. Semua tertunduk seakan merasa takut dengan aura dingin yang diberikan para Mafia itu. "Hei, bersikap hangat lahh kepada para tamu dan temanku," sindir Raya. Tristan tersenyum manis saat didepan Raya. Dia tidak mungkin menolak keinginannya dan mulai tersenyum juga kepada para tamu yang datang. "Sudah kulakukan. Maukah kau mencium ku?" pinta Tristan berbisik dan mencondongkan kepalanya mendekati telinga Raya. "Apaan sih." Raya tersipu malu. "Ayolah, aku sudah melenyapkan Devan demi bersatu denganmu. Kau hampir milikku, sayang. Sebentar lagi, akan ku siapkan pernikahan kita." Raya kembali tersenyum puas mendengar hal itu. Sudah satu bulan sejak kejadian yang menimpa suaminya, ia bahkan sudah lebih dekat dengan pria bernama Tristan itu. Jangan salah. Raya pun sangat menginginkan pembunuhan itu agar dirinya terbebas dari orang miskin seperti Devan. Rasa malunya sudah tidak terasa lagi saat Devan mati ditangan Tristan. Sebaliknya. Raya malah menjadi perempuan terpandang dan terhormat. Senangnya. Cup Raya mengecup pipi Tristan sekilas, ia sudah tak mau menolaknya lagi. Lagipula pernikahan akan dilaksakan satu minggu sesudah acara ulang tahunnya. Wah Semua orang bahkan melihat pemandangan seakan iri terhadap Raya. Bagaimana tak iri, pria dingin, tampan, gagah seperti Tristan. Namun, mampu luluh oleh Raya. Begitupun dengan Teman-temannya. Mereka seakan ingin menjadi Raya saja. "Oh, sayang. Kau sangat menggemaskan." Seorang Mafia kejam, bahkan dia tidak mempunyai hati terhadap lawannya, mampu bersikap hangat terhadap perempuan itu? Oh, itu pemandangan yang sangat langka. Terlihat Tristan mencubit pipi cabi Raya pun, suasana pesta itu berubah menjadi hangat setelahnya. Mereka seakan melihat adegan romantis dari kepala sang Mafia. Tring, tring, tring. Ponsel dalam saku celana Tristan berbunyi beberapa kali. Ingin sekali ia mengabaikan panggilan telpon itu. Namun, Tristan mempunyai feeling buruk setelah tahu siapa orang yang sudah menghubunginya. "Aku akan lanjutkan setelah menerima sambungan ini." Tristan berbalik setelah mendapatkan ijin dari kekasihnya. Dan menjauhinya sejauh mungkin. Ini urusan penting. "Ada kabar apa?" tanya Tristan kepada orang di sebrang sana. "Devan masih hidup. Dia bahkan mengalahkan beberapa orang hari itu." Sial. Tristan mengumpat dalam hatinya. Tangannya mengepal kuat, suhu tubuhnya pun kembali memanas. Seketika, ponsel yang ada dalam genggamannya pun turut hancur karena sebuah cengkraman kuat dari tangannya. Tristan merupakan pria yang ganas. Wajahnya sangar jika sedang marah, ketampanan nya pun turut hilang dan berubah menjadi wajah menyeramkan. *** Sret Tristan menyayat orang suruhannya. Dia kecewa dengan usaha mereka yang ingin kembali melenyapkan Devan. "Pergi! Jangan berani menampakkan wajah kalian di depanku sebelum kalian semua membunuh orang itu. Jika tidak, aku akan membunuh kalian sebelum aku turun untuknya." Semua terkejut, orang itu masih meringis kesakitan akibat lukanya yang hampir menembus tulang di lengannya. Dengan langkah cepat, semua orang pergi. Mereka masih merasa cemas jika tidak bisa membunuh untuk yang kedua kalinya. Masalahnya, Devan sekarang telah berubah 180 derajat. Kekuatannya pun sangat tinggi. Bahkan jika ada levelnya, kekuatan Devan sudah ada di level paling atas. Devan sudah memiliki tanda keris di belakang punggungnya. Dan itu menunjukan bahwa dia adalah lindungan dari ratu ular. Pukulannya semakin kuat, bahkan Devan bisa saja berlari dan menghilang bagai kilatan. Tak ada yang tahu, darimana Devan mendapatkan semua kekuatan itu. *** Suasana semakin mencekam. Para Mafia itu telah kalah di tangan Devan sendiri. Ya, hanya sendiri. Berita itu tembus sampai ke telinga polisi dan hukum lainnya. Para polisi pun turut mendukung Devan dalam mengalahkan para Mafia yang kejam itu. Apa salahnya? Mafia yang di kuasai Tristan ialah Mafia yang kejam. Dia adalah sasaran para petugas untuk membasminya, demi mengembalikan Kota se-damai mungkin seperti semula sebelum mereka datang. "Bawa pria yang bernama Devan itu. Kita akan melakukan kerjasama dengannya. Katakan padanya, dia akan mendapatkan bayaran yang pantas dan fasilitas yang nyaman jika dia setuju untuk membantu hukum," perintah Rully petugas polisi. Para petugas sudah siap untuk membawa Devan ke arah yang memihak hukum. Hanya dia yang mampu menyelamatkan kota dari ancaman dan kebengisan para Mafia. "Kau akan menjadi kaya, Devan. Bukan hanya itu, Raya bahkan bisa menjadi milikmu lagi jika kau mau bersahabat dengan kami," jelas petugas polisi itu. "Baiklah, aku akan membantu kalian." *** "Ambilah kembali nyawaku. Aku hanya ingin hidup bersama wanita yang aku cintai, bukan seperti ini. Wanitaku telah mati dan aku tidak mau hidup sendirian di muka bumi ini." Devan meraung, meminta Jubah Hitam untuk kembali membawa nyawanya. Raya meninggal setelah ratu ular itu menginginkan Devan menjadi lelakinya. Itu mustahil. "Nyawamu tidak bisa aku ambil kembali." "Kenapa?" "Orang-orang lebih membutuhkanmu. Jika kau mau, aku akan menghidupkan kembali wanita mu, dengan syarat. Kau akan kehilangan semua kekuatanmu." "Lalu, bagaimana jika semua orang membutuhkanku?" "Kau tinggal memilihnya. Wanita mu, atau dunia yang selamat atas dirimu!" Devan termenung sesaat. Jika dia memilih Raya untuk di hidupkan kembali, maka semua kekuatannya akan hilang dan membiarkan dunia kembali kacau. Tapi jika dia memilih untuk menyelamatkan dunia, maka dirinya harus merelakan kepergian wanita yang paling ia cintai.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook