bc

LOVE ME MOMMY

book_age18+
789
FOLLOW
3.7K
READ
dark
escape while being pregnant
powerful
confident
drama
tragedy
bxg
heavy
coming of age
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

[Jangan lupa tekan LOVE sebelum membaca]

Tiffa benci anak kecil. Hamil dan melahirkan merupakan dua hal yang ia hindari selama hidupnya. Namun takdir berkehendak lain dengan menjebak Tiffa dalam sebuah permainan bersama pria asing yang tidak sengaja tidur dengannya.

Berbeda dengan anak-anak lain yang ditunggu kelahirannya oleh para orang tua, Mou lahir ke dunia tanpa diinginkan. Tak mendapat kasih sayang yang semestinya dari seorang ibu, keberadaan Mou hanya dijadikan pelampiasan atas kesengsaraan hidup Tiffa.

Sementara Felipe Alejandro masih terjebak dalam perjalanan mencari wanita yang pernah ia tiduri dan juga sang buah hati yang telah dilahirkan. Siapa yang tahu jika mereka yang bertahun-tahun Felip cari ternyata selama ini hidup tidak jauh darinya.

Yup, mereka yang dicari Felip tak lain adalah Tiffa dan Mou.

•••

"Dilarang mencopy/memperbanyak isi cerita ini dalam bentuk apapun tanpa izin dari penulis."

L O V E M E M O M M Y

Niaratika © 2021

chap-preview
Free preview
1 – KESUCIAN YANG TERENGGUT
HIDUP sebatang kara sejak umur 13 tahun membuat perempuan bernama Tiffany Alberta putus sekolah dan memilih bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ibu Tiffa meninggal karena penyakit jantung, disusul oleh ayahnya yang bunuh diri karena tidak sanggup hidup tanpa sang istri. Tiffa tumbuh seorang diri tanpa ditemani siapapun, beruntung orang tuanya masih meninggalkan warisan rumah untuk ditempati Tiffa sehingga ia tidak perlu tidur di jalanan. Sejak remaja Tiffa terbiasa bekerja, semua pekerjaan ia lakukan asal mendapat uang. Ketika Tiffa berumur 17 tahun, ia mendapat pekerjaan tetap di sebuah kelab malam yang bekerja sebagai pelayan pengantar minuman sampai umurnya sekarang menginjak 19 tahun. Tiga tahun bekerja di kelab Albany Tiffa hampir tidak pernah menjumpai masalah serius. Hingga tiba hari ini, Tiffa sangat terkejut setelah dirinya mengantar minuman ke ruang VVIP lalu seorang pria langsung memeluk dan menggendongnya ke kamar khusus yang disediakan untuk pengunjung kelab di sana. Tiffa menyentak tangannya kasar, “Maaf Tuan saya bukan pelacuuur di sini! Tolong lepaskan saya!” ujarnya, terus berusaha menjauhi tubuh Felip tetapi apa daya kekuatan seorang pria lebih kuat darinya. Hanya butuh satu tarikan dari pria itu dan tubuh Tiffa lagi-lagi terkapar di atas kasur. Felip yang mabuk tanpa pikir dua kali langsung melepas jas serta kemejanya menyisakan tubuh bagian atas yang shirtless dengan perut six pack yang berhasil membuat Tiffa menelan ludah sekaligus terpaku memandang tubuh atletisnya. Oh Ya Tuhan! Kenapa dirinya harus terjebak permainan bersama pria tampan! Tiffa menjerit dalam hati. Pasalnya jika seseorang yang hampir memerkosanya ini adalah pria tua berkepala botak Tiffa pasti memasok banyak energi untuk melawan. Tapi berbeda lagi jika lawannya adalah pria tampan dengan wajah bak’ dewa Yunani. Akal sehat Tiffa mungkin masih mampu bertahan, tapi tubuhnya jelas-jelas sudah menyerah sebab mendamba akan sentuhannya. Jangan salahkan dirinya, Tiffa adalah wanita dewasa yang normal sehingga wajar saja jika tubuhnya bereaksi begitu. Tapi tidak-tidak! Mengambil keuntungan dari pria tampan ini hanya akan membuatnya mendapat risiko di masa mendatang. Hidupnya sudah cukup berantakan untuk menambah masalah baru. Akal sehat kembali mendominasi pikiran Tiffa dan membuat wanita itu berhasil meloloskan diri dari atas ranjang. Dengan kancing seragam yang telah terbuka sebagian, Tiffa berusaha keluar dari ruangan VVIP tetapi tepat ketika tangannya berhasil menyentuh handel pintu, satu tangannya yang lain ditarik oleh Felip dan membuat Tiffa jatuh ke dalam pelukan pria itu lagi. “Jangan pergi sshh… kumohon.” Felip merintih dengan mata sayu menatap Tiffa yang gemetar di bawah tatapannya. Tiffa merasa ada sesuatu yang janggal. Sepertinya Felip tidak hanya sekadar mabuk namun juga telah diracuni Afrodisiak yang meningkatkan gairah seksualnya. Tiffa mendesis jengkel. “Sial sekali aku datang disaat pria ini sedang diracuni oleh seseorang.” Saat Tiffa lengah, Felip menarik dagu perempuan itu lalu menciumnya secara membabi buta. Muncul gelenyar aneh dalam diri Tiffa ketika Felip melumat bibirnya ganas. Antara ingin melanjutkan dan berhenti sampai di sini, otak Tiffa masih belum mampu memutuskan. Sampai kemudian ketika Felip membaringkannya ke sofa, sepasang mata Tiffa tidak sengaja melihat sebuah kamera kecil yang tertempel di bingkai pigora. “Shiiiitt!!!” Tiffa mengumpat dengan keras sambil mendorong tubuh Felip menjauh. Perempuan itu lalu melangkah mendekati pigora dan membanting chip kecil itu sampai hancur. Tiffa percaya jika kamera pengintai itu diletakkan secara sengaja di sana untuk merekam aksinya bersama Felip. “Sebenarnya Anda memiliki masalah dengan siapa sampai ada seseorang sengaja meletakkan hmppttt—” Omelan Tiffa terpotong ketika Felip lagi-lagi mendaratkan bibirnya. Kali ini tanpa tanggung-tanggung Felip juga mendorong bahu Tiffa hingga punggungnya menabrak dinding. Posisi Tiffa terhimpit sekarang. Kedua tangannya ditekan ke dinding sementara tubuh Felip mendesak dan mengunci pergerakan tubuh Tiffa. Jantung Tiffa berpacu lebih cepat ketika salah satu tangan Felip berhasil meloloskan pakaiannya hingga bagian atas tubuh Tiffa terpampang dengan jelas sepenuhnya. “Kamu sangat indah,” bisik Felip mirip sebuah desahan dan bodohnya Tiffa malah tersipu mendengar pujian itu. Felip memainkan tubuh Tiffa selembut kapas, membuat Tiffa mau tak mau terpedaya dalam pusaran gairah yang dibuat Felip. Tanpa perlawanan yang berarti, tubuh Tiffa lunglai dalam buaiannya. Hingga dalam beberapa waktu ke depan mereka berdua mencapai kepuasannya masing-masing dan berpindah ke alam mimpi. *** Tiffa bangun menjelang dini hari tiba. Perempuan itu mengerjapkan mata sambil menatap nanar atap kamar untuk mengingat sejenak. Rasa tidak nyaman di bagian intinya, sekaligus pegal-pegal yang ia rasakan di seluruh tubuhnya membuat Tiffa sadar dengan apa yang sudah terjadi padanya semalam. Melakukan hubungan intim bersama seorang pria adalah hal paling tidak Tiffa kira akan terjadi dalam hidupnya. Tiffa berpikir begitu karena dirinya benci anak kecil, dan hamil merupakan salah satu hal yang ingin ia hindari. Tapi takdir berkehendak lain dengan memerangkap Tiffa dalam sebuah permainan bersama Felip. Tiffa menoleh ke arah Felip yang masih tidur satu selimut dengannya, lalu bergumam, “Benih yang kamu tanam di rahimku semalam pasti akan lahir menjadi bayi yang cantik atau tampan seperti parasmu yang sempurna. Tapi sayang sekali,” senyum kecut terulas di bibir tipis Tiffa, “aku tidak akan membiarkan benihmu lahir di dalam rahimku,” lanjutnya kemudian bangun dan mumungut satu persatu seragam kerjanya untuk dipakai kembali. Setelah memakai lengkap pakaiannya. Tiffa menatap ke arah Felip lagi. “Sepertinya kamu bukan sembarang orang. Kamu pasti lahir dari keluarga konglomerat. Syukurlah… itu berarti kamu akan cepat melupakan wanita yang tidak selevel denganmu ini,” ujar Tiffa sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Terima kasih untuk malam yang hebat, meskipun semua ini terjadi bukan atas kemauan kita. Tapi harus kuakui, permainan ranjangmu cukup hebat juga,” puji Tiffa dengan kekehan singkat, lalu meletakkan pakaian Felip yang sudah dia lipat rapi ke atas nakas samping ranjang. “Sampai jumpa, semoga kita tidak bertemu lagi…” pamit Tiffa sebelum akhirnya meninggalkan ruangan VVIP dan berjalan keluar dengan mengendap sebab takut ketahuan oleh rekan kerjanya yang lain. Tiffa memutuskan pulang naik taksi, sesampainya di rumah Tiffa bergegas mandi untuk membersihkan tubuhnya yang kotor. Usai mandi dan masih mengenakan bathroom, Tiffa mematut dirinya ke cermin wastafel. Satu tangannya memegang perutnya yang rata. Berpikir jika ia tidak segera meminum morning after pil maka dirinya benar-benar akan hamil. Tapi sekarang masih pukul tiga pagi, tidak ada apotik yang buka 24 jam di sekitar rumahnya. Semoga saja masih ada harapan, Tiffa tidak ingin hamil anak dari pria yang bahkan tidak dikenalnya. Lagi pula Tiffa benci anak-anak, ia tidak bisa membayangkan jika ada seorang anak dalam hidupnya itu sudah pasti semakin membebaninya. No! *** Pening seketika dirasakan Felip ketika baru saja bangun dari tidurnya. Mungkin efek alkohol yang ia minum semalam dan juga… siiaal! Felip ingat saat dirinya minum sembarangan botol bir yang tersedia di ruangan VVIP. Felip pikir itu fasilitas khusus untuk tamu VVIP, tetapi ternyata botol bir itu hanya jebakan berisi Afrodisiak yang seketika meningkatkan gairah seksualnya. “Ssshhh…” Felip mendesis sambil memegang kepalanya yang pening. Ia tidak ingat apa yang sudah terjadi padanya setelah minum zat berbahaya tersebut. Tapi melihat kondisinya yang telanjang bulat dibalik selimut memberitahu Felip bahwa kemarin ia kedatangan wanita yang ntah ia paksa atau secara suka rela ia tiduri. Felip menyibak selimut dan duduk di tepi ranjang untuk berpikir sejenak. Sepasang mata hijau miliknya tidak sengaja melihat ke arah tumpukan pakaiannya yang telah dilipat rapi di atas meja nakas. Pelacuuur mana yang berkenan merapikan pakaiannya kembali? Felip menoleh ke seprai ranjangnya yang terdapat bekas noda darah. Mata Felip seketika terbelalak. “Apa aku meniduri seorang perawan?!” pekik Felip, syok. Setahunya, dia juga tidak memakai pengaman saat melakukan itu dan artinya bisa jadi Felip menghamili wanita yang kemarin malam ia tiduri. Oh god! Masalah baru lagi. Felip segera memakai pakaiannya dan keluar untuk bertanya pada bos pemilik kelab bernama Jason. “Apa pelacuuur yang bekerja di kelabmu ada yang masih perawan?” tanya Felip, to the point. Jason yang mengenal identitas Felip sebagai keturunan Alejandro lantas menjawab sopan, “Tidak ada Tuan. Apa ada masalah? Apakah pelacuuurku di sini kurang memuaskanmu? Padahal aku sudah memastikan mereka semua berpengalaman dalam bidang itu.” Felip menautkan alis bingung. Jika tidak ada pelacuuur yang masih perawan di kelab Jason, itu berarti wanita yang di tidurinya semalam mungkin saja seorang pengunjung kelab atau pekerja yang memiliki akses masuk ke ruang VVIP. “Siapa pekerja yang masuk ke ruanganku kemarin?” tanya Felip lagi. Jason mencoba mengingat-ingat jadwal pekerja yang masuk kemarin. “Emm, setahuku kemarin malam jadwal kerja Sophia. Dia yang bertugas mengantar minuman ke ruangan Anda,” jawabnya. “Sophia?” “Ya Tuan. Ada apa? Hari ini jadwalnya libur, ada Tiffa yang bekerja hari ini. Apa perlu aku menyuruh Tiffa untuk menemuimu nanti?” tawar Jason, berpikir jika Felip sedang membutuhkan wanita untuk menemaninya. Kepala Felip menggeleng. “Tidak. Aku hanya butuh kontak nomor Sophia, tolong berikan padaku,” sahutnya, kemudian Jason memberi nomor Sophia sesuai yang diminta Felip. *** Tiffa membeli morning after pil-nya saat pukul 7 pagi, tetapi ia tidak langsung meminumnya sebab teringat janji akan menonton konser musik penyanyi asal Canada bersama Viola. “Kita berangkat jam 7 tepat! Aku ingin mendapat kursi pertama di konser itu, awas saja sampai kau telat!” Mendadak Tiffa teringat ancaman Viola kemarin, dan sekarang sudah pukul tujuh lebih. Ya Tuhan! Tiffa meninggalkan ponselnya di rumah dan Viola pasti sudah berulang kali menghubunginya sekarang. Tiffa berlari cepat pulang ke rumah. Tiffa seketika melupakan pil yang sudah dia beli. Tiffa juga meletakkan kantung plastiknya begitu saja di atas meja karena buru-buru mengecek handphone. Lalu benar saja, Viola sudah menelponnya sepuluh kali dan mengirimnya pesan yang berisi kemarahan sebab Tiffa terlambat. Tiffa lantas segera berganti pakaian lalu menyetop taksi untuk pergi ke rumah Viola. Lima jam mereka menghabiskan waktu menonton konser walau pada akhirnya mereka berdua tidak mendapat kursi terdepan. Membuat Viola tak berhenti mengomeli Tiffa. “Apa yang membuatmu terlambat sih? Gara-gara kamu, aku jadi kehilangan kesempatan melihat Tommy secara dekat!” maki Viola setelah acara konser berakhir dan mereka sedang dalam perjalanan pulang menaiki taksi. Ucapan Viola barusan pun mengingatkan Tiffa jika ia belum meminum morning after pil-nya. “Daamnn! Aku lupa belum minum obatnya!” pekik Tiffa sambil menepuk dahi frustasi. Viola yang duduk di samping Tiffa mengernyitkan dahi. “Kenapa harus minum obat? Apa kamu sedang sakit?” tanyanya. Sepasang mata Tiffa beralih memandang sahabatnya cemas. “Kamu tidak akan percaya jika kuceritakan apa yang sudah kualami kemarin!” ujar Tiffa. Viola mendengus, kemudian menebak, “Seseorang meniduri bukan?” Bola mata Tiffa membulat. “Bagaimana kamu bisa tahu?!!” pekiknya histeris, tidak percaya karena tebakan Viola tepat sasaran. “Aku tahu hal ini pasti akan terjadi padamu. Kamu bekerja di kelab Tiffa, mana mungkin ada orang yang masih perawan setelah bekerja di tempat itu!” tandas Viola, secara tidak langsung menghina tempat kerja Tiffa. Tiffa termenung mendengar perkataan Viola. Viola yang sadar bahwa ia sudah salah bicara lalu meminta-maaf. “Maaf Tiffa, aku tidak bermaksud menghina tempatmu bekerja. Tapi bukankah tempat itu memang sarang orang-orang melakukan seksual?” “Yahh, kelab memang hanya berisikan orang-orang seperti itu. Tidak jauh berbeda dengan tempatmu bekerja sebenarnya,” tanggap Tiffa, dengan sengaja menyamakan tempat Viola bekerja. Viola tertawa mendengar serangan balik Tiffa. Tapi mereka berdua sudah sama-sama paham tentang pekerjaan masing-masng. “Oke-oke, aku setuju denganmu. Sebutan hotel hanya untuk menyembunyikan fungsi sebenarnya,” balas Viola dengan cengengesan untuk mencairkan suasana tegang di antara mereka berdua. Wajah Tiffa berubah bersungut-sungut lalu memaki sebal, “Ini salah Sophia! Andai saja aku tidak menggantikannya bekerja kemarin malam, mungkin sekarang aku tidak akan sefrustasi ini.” Viola ikut bersimpati atas musibah yang dialami sahabatnya. “Bukannya kemarin aku sudah bilang, jangan mau menjadi kacung Sophia! Dia tidak akan berhenti menindasmu jika kau terus menuruti perintahnya!” Ucapan Viola membuat Tiffa semakin menyesal. Ia menghela napas panjang lalu berbicara dengan wajah putus asa. “Bagaimana jika aku hamil? Kamu tahu sendiri aku benci anak-anak,” ungkapnya. “Jangan khawatir Tiffa, kita hidup di jaman teknologi canggih. Banyak cara untuk menggugurkan bayimu. Atau… jika kamu ingin mengurangi dosamu, lahirkan saja bayimu lalu titipkan ke pantiasuhan. Bayimu akan diadopsi dan memiliki orang tua yang lebih layak.” Saran Viola terdengar lebih manusiawi, namun Tiffa belum tentu hamil juga. Mungkin langkah terbaik yang bisa ia ambil sekarang hanyalah mengandalkan morning after pil yang baru akan ia minum sepulang di rumah nanti. BERSAMBUNG...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.3K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
13.7K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.2K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.0K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.2K
bc

Pengganti

read
301.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook