bc

Tanah Relawan

book_age16+
25
FOLLOW
1K
READ
family
goodgirl
powerful
drama
tragedy
sweet
regency
slice of life
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Pergi. Sebuah kata dengan sejuta makna yang ambigu. Pergi untuk apa? Melupakan semuanya, melupakan pahitnya hidup di tengah kota yang semua orang mengenalnya, mengenal buruk, menatap jijik. Ia pergi untuk menjadi manusia yang lebih baik dari orang-orang disekitarnya, terutama keluarganya sendiri. Kini, ia menempuh hidup di Tanah Relawan, melewati hari-hari demi hari dengan mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan nyawa banyak orang. Sekaligus, mencari makna dari kepergiannya.

chap-preview
Free preview
Bab 1
Jika tidak suka dengan karya saya silahkan di-skip, jangan malah meninggalkan jejak (komentar) buruk, tolong hargai saya sebagai penulis, karena memikirkan cerita ini tidak semudah menutup mata saat kau sudah lelah. Terima kasih atas perhatiannya. Ps : Author Mobil-mobil berlogo perusahaan berita sudah berserakan di depan rumah, para wartawan berdesak-desakan menekan bel rumah. Perempuan dengan dress putih itu sibuk mondar-mandir sejak tadi, panik. Apalagi laki-laki dengan berkemeja abu-abu itu, duduk di sofa, menenggelamkan wajahnya dalam kedua telapak tangan. Aku hanya menonton mereka dibalik tangga, memeluk erat adik perempuanku yang masih berusia 6 tahun, sedang menangis. Perempuan yang sejak tadi mondar-mandir itu menghardik adikku, menyuruhnya diam. Adikku jadi menangis semakin kencang. "Mama! Jangan bentak Nay!" seruku kesal melihat perempuan berdress putih itu meneriaki adikku. "Diam kamu Nadira!" Perempuan berdress putih itu malah gantian membentakku, melotot kesal padaku. "Kalian berdua! Bisa diam nggak!?" Laki-laki kemeja abu-abu itu kini bersuara, melotot kesal padaku dan mama. Dia segera beranjak dari duduknya, mengambil ponsel, nampak sedang menghubungi seseorang. Suara mobil polisi terdengar jelas di telingaku, aku berlari kecil ke jendela, mobil-mobil polisi itu kini sudah berbaris di depan rumah tempatku berdiri saat ini, adikku masih memelukku, tak mau melepaskan pelukannya dariku. Perempuan dengan dress putih itu nampak semakin panik. Langsung berlari menemui laki-laki berkemeja abu-abu yang masih sibuk berbicara dengan orang dibalik teleponnya. "Pa! Ini gara-gara Papa! Semua wartawan datang ke rumah kita. Dan lihat! Mobil polisi sudah sampai, tinggal menunggu hitungan detik, pintu rumah kita sudah berhasil dibuka!" Perempuan berdress itu berseru-seru histeris pada laki-laki berkemeja abu-abu. Mereka adalah orangtuaku, aku membenci mereka berdua. "Salahku apanya?! Jelas ini salahmu! Kalau bukan karena permintaanmu yang bermacam-macam itu aku tak akan mau menerima suap!" Papa menepis tangan mama, tepat saat itu polisi sudah mengerubungi mereka, wartawan-wartawan yang bersorakan ingin masuk segera diamankan oleh polisi lainnya. "Saudara Bagas, ikut kami ke kantor polisi!" seru salah seorang petugas kepolisian yang mengerubungi kedua orangtuaku. Berkata dengan nada tinggi dan penuh dengan intonasi ancaman. Papa mengangguk, mengangkat kedua tangannya, mengikuti polisi itu. Pasrah. Mama langsung terduduk di lantai setelah melihat punggung papa menjauh bersama polisi lainnya. Wartawan-wartawan berdesakan mengacungi microphone pada papa, petugas kepolisian mempercepat langkahnya, membawa papa segera masuk ke dalam mobil polisi. Aku memeluk erat adikku. Menatap mama yang terduduk di lantai, tertunduk, diam setelah papa pergi. Aku tau jelas, kepanikan mama sejak tadi hanyalah acting, mana peduli dia dengan papa. Paling sebentar lagi dia akan pergi dari rumah, menemui kekasih gelapnya. Aku menarik tangan adikku, pergi ke kamar. oOo Sekolah ramai, ramai karena tatapan mengintimidasi orang-orang, penuh dengan pengejekkan, kebencian, seolah-olah aku ini orang yang menjijikkan. Ah, aku muak dengan semua tatapan dan kondisi ini. Minggu kemarin, papaku ditangkap karena diduga menerima suap, beritanya tersebar di mana-mana, sampai terkuak kabar bahwa papa juga melakukan korupsi, penggelapan dana. Teman-teman lamaku tak mau lagi berteman denganku, padahal dulu mereka selalu menggerubungiku, karena tau bahwa aku anak pejabat. Sekarang? Hanya tatapan benci dan jijik yang ditampakkan padaku. "Oh, ada pemakan duit haram nih!" seru salah seorang anak di kelas. Aku tidak menanggapi, pura-pura tidak mendengar. "Wah ada yang pura-pura b***k!" timpal yang lainnya, mengolok-olokku. "Ga nyangka ya, kayanya dari duit haram, suap, korupsi. Hahaha. Itu perutnya pasti penuh cacing-cacing menjijikkan tuh! Eewwww." Murid-murid yang lain ikut tertawa. Genap sudah minggu terakhirku di sekolah yang sangat buruk karena kasus korupsi orangtuaku. Aku benar-benar membenci mereka. Lagi-lagi, aku tidak pulang ke rumah setelah papa ditangkap polisi kami langsung menyewa apartemen, hanya ada aku dan adikku dan seorang asisten rumah tangga berserta satu orang penjaga Nay, mama sejak saat itu tidak pernah lagi nampak batang hidungnya. "Kakak!" Nay, adik perempuanku berlari kecil menghampiriku yang baru saja kembali dari sekolah. "Kak, papa sama mama kok belum pulang?" tanya Nay, memelas menatapku, rindu dengan papa dan mama. Aku tersenyum tipis melihat wajah dan pertanyaan polos adikku. Nay hanya punya aku sekarang, aku harus menjaganya dengan baik, itu janjiku dulu. Dan seiring berjalannya waktu, aku akan melupakan janji itu. Tangan bergerak mengacak-acak rambut Nay, Nay sampai melotot sebal menatapku. Bukannya menjawab pertanyaannya, malah sibuk merusak rambutnya, begitu pikir Nay pada kakaknya. Aku melangkah ke kamar, meninggalkan Nay di depan pintu apartemen, masih sebal karena rambutnya berantakan. "Ada telepon dari mama, Bi?" tanyaku pada asisten rumah tangga yang asik bersenandung sambil menyapu, tidak menyadari kehadiranku. Bibi tersentak kaget. "Selamat datang, Non." Bibi berusaha tersenyum walau malu karena sudah terpergok bersenandung ria. "Belum ada telepon dari Nyonya, Non." Bibi menggeleng, mama masih tidak ada kabar dan tidak mengabari kami anak-anaknya. Aku mengangguk, tersenyum tipis, melanjutkan langkah ke kamar. Bruk. Aku menghela nafas lelah setelah merebahkan tubuh ke kasur, memandangi langit-langit kamar apartemen, menutup mata. Besok tidak ada lagi sekolah, tidak ada lagi jalan-jalan bersama Nay, tidak ada lagi jadwal menemani bibi belanja harian. Ujian akhir di sekolahku sudah selesai dengan baik, urusan papa dan mama yang tak kunjung pulang tak akan mempengaruhi nilai ujianku. Aku masih teringat wajah anak-anak di sekolah yang menatapku jijik, hina, mereka membenciku dalam satu malam. Padahal aku tak salah apa-apa, yang korupsi adalah papa, bukan aku, jadi kenapa aku harus menerima perasaan benci mereka yang seharusnya ditujukan pada papa?! Sebelum pindah ke apartemen, aku juga melihat tatapan hina dari tetangga-tetangga kami. Nampak tak sudi bertetangga dengan koruptor. Hanya sampai menunggu waktu, mukaku di kota ini jadi semakin hina. Besok pagi, mamaku yang seorang aktris, terjerat skandal perselingkuhan. Keluarga yang buruk. Baru seminggu foto orangtua laki-lakiku muncul di televisi, koran, majalah, dan media sosial, kini malah foto orangtua perempuanku yang muncul di televisi, koran, majalah, media sosial, akun-akun gosip. Tertulis jelas 'Artis N diduga berselingkuh dengan sutradara A' di media sosial disebutkan jelas 'Suami Koruptor, Istri Pelakor' Aku menghela nafas menatap layar ponselku saat pintu kamar diketok. "Non, ada telepon dari nyonya." Aku mengangguk melihat wajah bibi yang nampak ketakutan, segera melangkah keluar, mengangkat telepon. "Kenapa? Baru ingat punya anak?" tanyaku ketus. "Nadira sayang, kamu sekarang di mana?!" Suara mama terdengar panik, entah apa yang terjadi padanya sekarang. "Mama gak perlu tau. Aku aman bersama Nay di sini." Aku mendengus kesal, malas meladeni mama. "Ah, syukurlah kamu tidak apa-apa. Bagaimana sekolahmu?" "Lancar." "Kamu baru pulang sekolah? Besok jangan pergi ke sekolah ya--" Keningku langsung berkernyit mendengar pertanyaan mama. Aku langsung mematikan telepon. Padahal seminggu sebelum papa ditangkap, aku sudah mengatakan padanya bahwa aku akan ujian kelulusan, tak ada lagi sekolah, aku hanya tinggal menunggu ijazah. Dan lihat, dia melupakan itu secepat ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.1K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.5K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.8K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook