bc

Last Chance

book_age18+
1.8K
FOLLOW
13.5K
READ
like
intro-logo
Blurb

Hal paling menyakitkan adalah ketika kamu merendahkan diri demi dapat terlihat di mata orang yang kamu cinta, sedang hal yang lebih menyakitkan dari semua itu adalah ketika dia tetap tidak melihatmu setelah semua yang kamu lakukan  - Clara Dirgantara

Jika rumah sedingin ini saat aku tak menemukanmu disudut manapun, aku tak akan berani pulang. Kini rumah adalah tempat dimana kau berada. Dan bodohnya aku baru tersadar, aku mencintaimu setelah aku kehilanganmu – Justine Darmawan.

                Kadang kita akan menyadari betapa berharga sosok itu setelah ia berbalik dan melangkah pergi, hingga yang tersisa hanyalah hampa dan penyesalan tanpa arti..

chap-preview
Free preview
1
Justine Darmawan!— Satu-satunya nama yang bisa membuat seluruh organ tubuh Clara Dirgantara bergetar hebat, hingga ingin keluar secara paksa dari tubuhnya. Hanya dengan mendengar nama Justine, darah Clara akan berdesir. "Woy, Vero! Awas lo gagalin lagi kencan gue sama Valery ya! Verrrroooo!!", teriak Justine sembari berlari mengejar Vero Husodo— Sahabat Karibnya. ‘Valery?’ ‘Siapa gadis itu?’ ‘Kekasih baru Justine- Kah?’- Dalam hati Clara membatin. Siapa sosok yang Justine sebut hingga Vero tak boleh lagi menggagalkan kencan mereka. "Justine!", teriak Clara memanggil nama Justine. Dengan riang Clara berlari mengejar langkah kaki Justine. "Allahuakbar! Cloropil ngapain lo di fakultas gue? Enyah lo!" jerit Justine lalu kembali berlari, mengindari gadis yang menurutnya freak itu. Gimana nggak freak, kalau gadis itu selalu menerornya dengan kata cinta dan ungkapan-ungkapan menjijikkan after berulang kali Justine tolak? "Justine jangan lari! Gue bawain makanan buat lo Just." Masih dengan berlari, Clara mengejar langkah kaki Justine. Brukkk.. Satu koridor fakultas manajemen bisnis tertawa saat melihat Clara yang tersungkur di atas lantai. Bagi mereka, melihat anak cupu itu terjatuh adalah tontonan komedi geratis dan saying untuk dilewatkan. Berbeda dengan anak kebanyakan, Axel— sahabat Justine, segera berlari secepat mungkin melihat kondisi mengenaskan Clara. Axel langsung membantu Clara berdiri, meneliti dengan seksama bagian mana saja dari tubuh Clara yang mungkin saja terluka. "Gue nggak papa kok Xel. Nggak papa." Ringis Clara menahan sakit di lutut dan tangannya. "Tangan lo berdarah Cla." Axel merogoh bagian paling depan tasnya, mengambil sapu tangan berniat untuk membersihkan darah ditangan Clara sebelum suara jeritan menghentikkan gerakkan Axel. “Axe, Ngapain Kamu!” Adriana— Kekasih Axel, menatap tajal lelaki muda itu. Tangannya terkepal di ke dua sisi tubuhnya dengan mata nyalang menatap Clara. "Bantuin Clara, Sayang. Kamu udah kelasnya?" tanya Axel mencoba mengalihkan kemarahan Adriana. Ia jelas tak mau Clara kembali mendapat masalah, padahal ia sendiri yang berinisiatif untuk menolong. Tak mau semakin dikasihani, Clara memutuskan hengkang, melewati pasangan yang kini berdebat. Clara memaksakan langkah kakinya yang tertatih. Berharap jika ia mampu sampai di depan mobilnya yang terpakir lumayan jauh dari tempatnya berdiri saat ini. "Nona.. Nona kenapa? Tangan Nona berdarah." Supir keluarga Clara terlihat panik saat gadis itu telah memasuki mobil, terlebih lagi ketika sang majikan hanya menggeleng lemah tanpa menyebutkan alasan mengapa ia sampai terluka. “Non, tapi tangannya itu kenapa? Saya harus jawab apa ke Tuan, Non?” Clara menguarkan senyum, “Papah nggak akan tahu Pak. Bapak jangan bilang-bilang ya. Saya tadi keserimpet tali sepatu, terus jatoh deh.”— lembut, begitu Clara menjawab kegundahan seseorang yang telah lama mengabdi di keluarganya. Ia tak ingin sosok dihadapannya dihinggapi rasa takut, meski ia sendiri sekuat tenaga mencoba menahan rasa sakit dengan meremas sisi jaketnya. "Non, ke rumah sakit saja ya?! Nanti Tuan bisa marah besar sama Saya kalau tahu Non luka seperti ini." Cemas Unang. Ia sangat tahu bahaya apa yang akan ia dapatkan jika sang Tuan mengetahui kondisi putri semata wayangnya sekarang. "Nggak usah Pak Unang, ini luka kecil kok. Asal Pak Unang nggak bilang Papah. Papah nggak akan tahu kok Pak.. Ya , Pak ya?!” bujuk Clara. "Tapi Non.." "Pulang ya Pak. Clara ngantuk banget.” Clara menyandarkan kepala di sandarkan jok, memejamkan mata sembari menahan perih disekujur tubuh dan jiwanya. ‘Gagal lagi’, desah Clara dalam hati mengingat kotak makan yang ia bawa meluncur bebas ke atas lantai. Air mata Clara menetes perlahan. Ia sudah mencoba menahan tangis, menyembunyikan kesakitan di depan Pak Unang. Apa daya, isakkan justru lolos dari bibir mungil Clara. Matanya kini terbuka dengan jari-jari membekap mulut agar isakkannya tak terdengar pilu. Nihil, semua usahanya gagal kala Pak Unang mengalihkan pandangan dari jalan ke arahnya melalui kaca sepion tengah. "Non, Non Clara kenapa?" tanya Unang pada putri majikannya itu. Clara menggelengkan kepala cepat. Ia tak tahu harus memberi jawaban apa. "Clara Cuma kangen Mamah Pak." Dusta Clara lalu memalingkan wajahnya. ‘Clara kangen Mamah. Kangen sampai pengen ikut aja ke surga, Mah.’ Lirih Clara dalam hati. Clara turun dari mobilnya saat Unang berhenti tepat di depan pintu kediaman Dirgantara. "Makasih Pak, Bapak boleh pulang. Clara nggak mau kemana-mana hari ini Pak." Ujar Clara sebelum menutup pintu belakang mobil. Unang mengangguk, ia segera meninggalkan pelataran rumah mewah majikannya, mengistirahatkan diri jika mungkin ia akan dibutuhkan lagi nanti. "Clara, kamu kenapa Sayang?" tanya Darian Dirgantara saat melihat putrinya yang berjalan tertatih. "Papah, kok Papah udah pulang?" pekik Clara kaget saat melihat Papanya yang keluar dari dapur ketika ia hendak menaiki tangga rumah. "Clara kenapa? Tangan kamu kenapa?" "Pah, Clara nggak papa. Ini Cuma jatuh Pah." Jawab Clara cepat sebelum membuat Papahnya tambah khawatir dengan keadannya. "Jatuh? Papa telepon Om Viky ya, biar obatin kamu.” Darian Dirgantara terlihat begitu panik. Batang lehernya seolah terkecik melihat kondisi sang putri. "No! Nggak usah, Pah! Clara baik-baik aja kok." Darian semakin khawatir. Tak biasanya Clara terlihat begitu dewasa kala terluka. Tersayat pisau buah saja anak itu akan merengek bahkan menangis seharian dengan keluh kesakitan tanpa henti. "Clara istirahat ya Pah. Clara ngantuk." Ijin Clara, sembari bersiap untuk melangkah menaikki anak tangga. Ia tak mau Darian semakin khawatir jika terus menatap lukanya. "Papah bantu Sayang." Senyum hangat terpancar dari bibir Clara. Andai laki-laki itu adalah Justine. Andai Justine Darmawan yang ia cintai sehangat sang papah, ia tak akan pernah merasakan sakitnya cinta bertepuk sebelah tangan.. to be continued...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Dependencia

read
186.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook