bc

The Tiger

book_age18+
375
FOLLOW
3.6K
READ
dark
twisted
mystery
brilliant
genius
icy
male lead
multiverse
supernatural
horror
like
intro-logo
Blurb

Kelahiran seorang pemuda bernama Raden Galih Arteja Wijaya membuat Ki Sarwo terjaga dari semedinya. Badai petir tanpa hujan menjadi pertanda bahwa ada seorang bayi yang akan menjadi penerusnya di tanah Jawa. Galih memiliki titik terang di pusat keningnya, dan hanya beberapa orang yang bisa melihat sinar tersebut. Termasuk Ki Sarwo!

Ki Sarwo turun gunung dan menetap di desa tempat Galih tinggal bukan tanpa alasan. Petapa tersebut ingin menjaga keselamatan penerusnya yaitu Raden Galih Arteja Wijaya. Menginjak usia empat tahun Galih Arteja bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh manusia biasa. Mulai dari mahluk astral yang berkeliaran. Seperti manusia normal pada umumnya anak kecil itu terus menangis dan ketakutan.

Ki Sarwo yang tinggal di bawah bukit bisa mendengar suara tangisan calon muridnya. Dan hanya beliau yang bisa menutup mata batinnya untuk sementara saat itu. Ki Sarwo menjelaskan segalanya pada kedua orangtuanya Galih. Kalau mereka berdua telah dianugerahi putra yang luar biasa di tanah Jawa.

Dengan bimbingan Sang Guru Galih berhasil meraih tahapan demi tahapan ilmu yang beliau ajarkan. Mulai dari ilmu spiritual, juga ilmu Kanuragan.

Galih dibekali oleh sang Guru dengan ilmu bisa melumpuhkan lawan. Kekuatan tersebut tidak terbatas. Pria itu mendapatkan julukan the Tiger. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Sang Guru!

Terbit 23 Juni 2021

Cover design by Lalebinlubin

chap-preview
Free preview
Ch1 - Kelahiran sang pengganti
Malam ini hujan begitu deras di desa tempat suami istri, Salimah Sapta Arum dan Hendri Wijaya tinggal. Malam ini tepat pertengahan sembilan bulan usia kehamilan Salimah. Di bawah bukit, gubuk tempat tinggal pasangan suami istri tersebut diguyur hujan begitu derasnya. Tepat malam itu Ki Sarwo yang merupakan seorang petapa aliran putih terjaga dari semedinya bertahun-tahun. Hari ini langit berkata lain. Petir menggelegar di angkasa membuat pria itu harus turun gunung untuk memenuhi titah dari gurunya, suara tanpa wujud menggema di seluruh gua tempat pria itu bersemedi. "Sarwo, turunlah ke kaki gunung. Sudahi semedimu muridku. Anak yang kamu tunggu sudah lahir hari ini." Ki Sarwo masih tetap memejamkan kedua matanya hingga indera pendengarannya yang mampu mendengar dalam jarak bermil-mil tersebut mendengar suara tangisan bayi. "Guru benar, aku bisa mendengar suara tangisannya!" Ujarnya kemudian meraih tongkat di sebelah kanannya. Pria itu menjejakkan satu kakinya di alas batu tempatnya semedi, dalam sekejap tubuhnya melesat dan lenyap lalu muncul tepat di halaman depan rumah pasangan suami-istri Hendri dan Salimah. Ki Sarwo mencium aroma yang sangat harum. Aroma tersebut berasal dari bayi yang baru terlahir di dalam rumah tersebut. Tak lama setelah kelahiran bayi itu, mahluk-mahluk dengan wujud beraneka bentuk mulai keluar dari dalam persembunyiannya. Ada yang datang dari dalam pepohonan berbadan kekar dengan warna hitam legam sinar matanya berwarna merah menyala, ada juga yang dari dalam lipatan kawah bumi berwarna seperti bara api. Ada yang datang dari hilir sungai merangkak di tanah. Ki Sarwo melihat para mahluk tersebut sedang berduyun-duyun mendatangi gubuk milik dua pasangan suami-istri yang baru mendapatkan kebahagiaan dengan kelahiran putra sulung mereka. Mereka ingin menyesap kekuatan yang dikaruniakan pada sang bayi tanpa dosa tersebut. Ki Sarwo tahu kalau akan ada lawan yang harus dia hadapi pada detik-detik ini. Pria berjubah putih tersebut membentuk garis lingkar menggunakan tongkatnya sebagai pembatas tempatnya berdiri. Ki Sarwo menyatukan kedua tangannya. Pria itu mulai merapalkan mantra. Dari dalam tubuhnya memancarkan sinar yang sangat terang hingga menyilaukan mata. Sekitar rumah mendadak hening, sinar tersebut membuat suasana hujan deras serta badai mendadak berhenti. Sinar yang memancar dari dalam tubuh Ki Sarwo mampu menghalau para mahluk-mahluk yang ingin mengganggu bayi mungil tersebut. Para mahluk tersebut lari tunggang langgang, tubuh mereka tersiksa karena hawa panas dari dalam tubuh Ki Sarwo. Ki Sarwo mengangkat tangan kanannya hingga tegak dengan jari telunjuknya ke arah langit, sinar yang tadinya memancar pudar perlahan seolah tertelan ke dalam ujung telunjuk tangan kanannya. Satu hentakan kaki kanannya pria itu lenyap dalam sekejap, lalu muncul di sebelah bayi kecil yang sedang melihat kesana-kemari. Kedua orangtuanya si bayi laksana terkena aji sirep, mereka tertidur pulas dan tidak menyadari kehadiran Ki Sarwo di dalam kediaman tersebut. Ki Sarwo menempelkan ujung jari telunjuk kanannya pada kening Sang bayi tepat di antara kedua alisnya dimana tadi cahaya tertelan di sana. Cahaya itu kembali muncul, bagai benang kecil berkilauan berurat petir tersalur dari ujung telunjuk kanan Ki Sarwo masuk ke dalam kening Sang bayi. "Kamu adalah Macan yang akan menggantikanku, Nak." Usai berucap demikian tubuh Ki Sarwo lenyap perlahan berganti suara tangisan bayi yang menyadarkan dua pasangan suami-istri tersebut. Ki Sarwo melangkah dengan tenang menjauh dari gubuk milik pasangan suami-istri tersebut. Di persimpangan jalan pria itu bertemu dengan wanita tua, wanita itu membawa bakul dalam gendongannya. Rambutnya digelung acak-acakan, kedua bola matanya tampak cekung dan keriput. Tampak kepayahan karena harus naik ke atas bukit untuk melewati jalan setapak bebatuan di sekitar. "Berikan bakul mu, Nyai." Tegur Ki Sarwo seraya menumpukan kedua tangannya di ujung atas tongkatnya. "Ari-ari bayi ini milikku, Hihihihi!" Nenek-nenek tersebut tertawa terkikik mendengar ucapan Ki Sarwo. "Itu bukan milikmu, kamu tidak tahu siapa bayi itu. Dia adalah keturunan Ki Wangsa. Guruku sekaligus orang yang mengasuhku!" Tandasnya dengan nada tenang dan dalam. Ki Wangsa adalah kakak dari kelima bersaudara. Ki Wangsa adalah putra pertama, Ki Lingga adalah putra ke-dua, Nyai Sari adalah putri ke-tiga, Nyai Sranti adalah putri ke-empat, dan Ki Renggo adalah putra bungsu sekaligus ayah kandung dari Ki Sarwo. Karena Ki Sarwo terlahir dari istri ke tiga Ki Renggo. Ki Renggo menitipkan putra dari istri ke tiga-nya tersebut pada kakak sulungnya yaitu Ki Wangsa. Selain itu karena Dewi retno meninggal saat melahirkan Ki Sarwo. Sejak bayi Ki Sarwo berada dalam asuhan pamannya sendiri. "Ki Wangsa!" Nyai Ratih langsung jatuh terduduk bakulnya lepas dari gendongan. Ki Sarwo segera melompat untuk menangkapnya sebelum jatuh ke tanah. Diangkatnya bakul tersebut setinggi tangannya, bakul itu kemudian lenyap seketika. Wanita tua tersebut terlihat sedih. Dia teringat dengan nama yang disebutkan oleh Ki Sarwa. Ki Wangsa dulunya adalah teman seperguruannya, Ratih yang masih berusia dua puluh satu tahun menaruh hati padanya. Akan tetapi Wangsa telah dijodohkan dan diambil menantu oleh guru mereka berdua. Sejak saat itu Ratih memilih pergi, dan mencari guru lain hingga berakhir masuk ke aliran hitam. Wangsa dikaruniai putra dari pernikahannya. Turun temurun, dan Salimah adalah keturunan Wangsa dari beberapa generasi. Ratih masih hidup sampai sekarang, wanita itu memburu ari-ari bayi untuk membuatnya muda kembali, pikirnya Wangsa akan mencintainya jika dia terlihat awet muda dan cantik. Akan tetapi dia salah, Wangsa sama sekali tidak pernah tertarik padanya. Ratih memilih jalan gelap, dan mengambil beberapa murid untuk dia didik mengikuti jalan hitam sama sepertinya. "Di mana Wangsa? Apakah dia masih hidup?" Tanyanya pada Ki Sarwo. "Manusia yang hidup lebih dari tiga ratus tahun, apakah masih bisa dianggap sebagai manusia? Nyai?" Ki Sarwo tersenyum lembut. "Cuiiih!" Nyai Ratih meludah ke samping. Wanita tua tersebut menatap tajam ke arah Ki Sarwo. "Manusia lemah sepertimu, dan hanya bisa bertahan tidak lebih dari seratus tahun memangnya bisa apa? Heh? Sarwo!" Lanjut Nyai Ratih. "Itulah batas usia manusia yang lazim Nyai." Sahut Ki Sarwo. "Hihihihi! Kamu memang pandai bicara Sarwo. Tidak salah memang Wangsa memiliki keponakan cerdas sepertimu. Hari ini aku akan mengalah, tapi tidak lain hari." Nyai Ratih memutar tubuhnya, dan hilang dalam sekejap. Ki Sarwo tersenyum, pria tersebut menoleh ke arah rumah gubuk dimana bayi bakal muridnya tadi terlahir. Dari atap rumah tersebut tampak sinar samar, sebuah cahaya yang terhubung hingga tembus ke langit. Menyibakkan awan di atas sana, hingga awan yang berlubang tersebut membentuk seekor macan yang terus memancarkan sinar laksana rembulan. Itu terjadi hingga tujuh hari kelahiran bayi tersebut. "Dia adalah macan kecil, yang akan tumbuh menjadi macan dewasa! Penumpas kejahatan di tanah Jawa!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Devil Billionaire

read
94.7K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.5K
bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.2K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
623.9K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook