bc

POSSESSIVE BROTHER (Sister Who Became His Wife)

book_age18+
2.5K
FOLLOW
13.9K
READ
billionaire
revenge
possessive
age gap
fated
pregnant
drama
twisted
mystery
secrets
like
intro-logo
Blurb

Jika rasa cinta untukmu adalah sebuah 'dosa', maka akan aku biarkan mereka meneriakiku Pendosa.

Jika rasa ingin memilikimu harus ku bayar dengan panasnya api neraka, maka biarkan bara itu bersaing dengan besarnya rasa cintaku yang membara.

Meleburpun, aku tak apa.. Asal memilikimu seutuhnya..

"Karena Darah yang sama tak seharusnya bersatu dalam cinta.."

chap-preview
Free preview
Sebuah Rahasia Kelam
Jika cinta untukmu adalah sebuah dosa besar maka akan aku biarkan mereka menyebutku dengan sebagai pendosa yang bahagia. Jika rasa ingin memilikimu harus aku bayar dengan panasnya Api Neraka, maka biarkanlah bara itu bersaing dengan besarnya rasa cintaku yang membara.. Sayang, melebur pun aku tak apa.. Asal bisa memilikimu seutuhnya. Amelia, nama wanita itu adalah Amelia. Damian tak bisa melepaskan netranya dari sosok yang kini duduk dihadapannya. Wanita itu terus saja membuka mulut, menceritakan semua hal tentang apa yang menurutnya lucu. Almost all story— termasuk cerita tentang betapa konyol kelakuan kedua orang tua mereka selama menetap di Negara Kincir Angin selama ini. Ya! Mereka! Amelia, Mami dan Papinya tinggal di Belanda. Selain mengurusi anak cabang perusahaan, kepindahan Tuan dan Nyonya Wijaya tersebut juga ditujukan untuk menemani putri bungsu keluarga Wijaya yang tengah menyelesaikan studi disana. "Tapi nih Kak, selain kekonyolan mereka, Amel juga mau cerita tentang ketidakadilan mereka sama Amel." Alis-alis Damian terangkat. Apakah kedua orang tuanya tidak memperlakukan Amelia dengan baik? Tidak mungkin! Amelia Wijaya adalah anak kesayangan Mami dan Papi mereka. Bahkan Maminya akan menangis satu malam penuh hanya dengan melihat goresan kecil ditubuh putri tercintanya. "Kak... Dengerin aku nggak sih?!" “Ah, ya, gimana?!” Damian mendengarnya. Ia hanya berpura-pura abai saja. Sebenarnya Damian rindu dengan wanita dihadapannya ini. Adiknya— satu-satunya saudara yang ia miliki dimuka bumi ini. Kata adik adalah sebuah kenyataan pahit yang membuat Damian marah pada sang Pencipta. Ia merasa Tuhan tidak adil padanya, karena menjadikan Amelia bagian dari darah yang sama dengannya. "Kak!! Tuh, kan! Aku cerita ditelepon, Kakak selalu sibuk. Aku cerita disini, Kakak malah bengong nggak nyimak!" amuk Amelia merasa diabaikan. "Kakak bener-bener nggak dengerin aku kan?! Makanya nggak ada kasih respon dari tadi!" "Kakak tadi merespon Amel. Kamu nggak liat alis kakak yang satu gerak naik ke atas?" Amelia mendengus. Selalu saja seperti itu. Bibirnya mengerucut saking kesalnya dengan sang Kakak. ‘Bibir itu— Bibir yang dulu setiap malam ia kecup meski sang pemilik tak pernah menyadari,’ batin Damian sembari menatap bibir ranum milik Amelia. "Kak Dam, Astaga!” "Ya..." gagap Damian saat Amel memanggil namanya. s**t! Kakak rindu Amel, makanya kakak lebih fokus sama wajah kamu. "Tau ah! Dua tahun nggak ketemu, dua tahun itu juga kakak ngabaiin semuanya.. Saat aku pulang ke Indo, kakaknya perjalanan bisnis. Sekalinya aku pulang selamanya, kakak kayak nggak seneng gitu. Mending aku pulang ke rumah!” Selamanya? Apa maksud kamu, Mel?! "Amel.." Damian menahan lengan Amelia saat wanita itu bangkit dari sofa. Sayang, cekalan tangan itu dihempaskan kasar hingga terlepas. “Kakak ngehindarin aku!” lirih gadis itu merana. Matanya berkaca-kaca. Ia tidak tahu apa yang membuat kakak tercintanya itu terus saja menghindar. Selama ini ia tak pernah merasa membuat kesalahan. Lalu kenapa? Ada Apa?— merupakan jenis pertanyaan yang selalu Amelia simpan di dalam hatinya. Kenapa sang kakak selalu bersikap acuh? Bahkan terus saja mencari celah agar mereka tak bersama?! "Aku mau pulang ke apartemen Kakak! Orang rumah, mereka nggak tahu aku pulang. Mami-Papi.." Amelia sengaja menggantung kata-kata, gadis itu takut Damian akan marah jika mengetahui hal yang sebenarnya. Lagipula jika dia pulang ke rumah, Damian tidak berada di sana. Laki-laki itu sudah lama keluar dari rumah utama bahkan jauh sebelum ia dan kedua orang tua mereka pindah ke Belanda. "Mami, Papi apa?" Damian mengulang kata-kata terakhir Amel, membuat Amel menundukkan kepala. "Me.. Mere.. Ka." "Mereka apa Amelia?" hardik Damian keras. Ia terlanjur marah karena tak mengetahui kepulangan Amel kali ini. Jujur saja Damian merasa kecolongan. Benar seperti kata Amel, ia selalu mencari banyak alasan kala wanita itu berada di Indonesia. Perjalanan bisnisnya adalah rangkaian sikap yang bisa Damian ambil. Sebisa mungkin Damian berusaha agar tak semakin larut dan hilang kendali. "Amelia Wijaya, mereka Apa?!" "Mereka nggak tahu aku pulang ke sini!" jelas Amelia dengan suara kencangnya. "AMEL!" Tubuh Amelia berjengit kaget. Tangan yang masih dalam genggaman Damian bahkan bergetar saking takutnya. Lamat-lamat wanita itu menarik lengan, beringsut mundur. Ia takut dengan tatapan tajam yang ditujukan Damian padanya. "Tunggu disini! Kakak akan telepon orang kita buat siapin Helly. Kamu harus pulang Amel." Amelia menggelengkan kepala, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh sang kakak. Air mata bahkan sudah menetes, menunjukkan rasa kecewanya. Kenapa kakaknya seakan enggan untuk ia ikuti?! Toh selama ini dia tidak pernah mengganggu. Ia hanya ingin dekat, itu saja! Tidak salah bukan jika adik perempuan ingin terus berdekatan dengan kakak laki-lakinya? "Nggak! Aku mau tetep disini. Kalau kakak nggak mau nerima Amel, Amel akan hidup sendiri." teriak Amel sebelum ia berlari keluar dari kantor Damian dengan air mata yang membasahi pipinya. Damian buru-buru berjalan menuju meja kerjanya. Ia menelepon langsung para karyawan di lobi, meminta orang-orang di bawah sana menahan kepergian sang adik dari hotelnya. Damian lantas menugaskan asisten kepercayaannya untuk membawa paksa Amel ke dalam unit khusus miliknya. "Jangan sampai ada luka satu senti pun! Suruh pelayan menyiapkan keperluan Amel." titah Damian sebelum menutup panggilan teleponnya. "Aarrgghh.. Kamu nggak tahu Amel! Kamu nggak tahu apa-apa!" erang Damian frustasi. Ia tidak menyangka Amelia kabur dari kedua orang tua mereka. Kalau begini apa yang harus Damian lakukan untuk menekan perasaannya. “AMEL ada di sini Pi.. Indonesia.." Ujar Damian melalui sambungan interlokal. Suara yang keluar dari speaker ponselnya menyentak Damian. Mereka tahu. Kedua orang tuanya tahu tentang kepulangan Amel bahkan di saat ia sendiri begitu terkejut mendapati sosok sang adik di dalam kantornya. Setelah menghubungi kedua orang tuanya, mengabari dimana keberadaan sang adik yang ternyata sudah diketahui oleh Papi dan Maminya mereka, Damian lantas meninggalkan kantor. Ia berjalan memasuki lift khusus yang dibuat untuk sampai ke lantai paling atas gedung. Tempat dimana ia tinggal setelah bertahun-tahun memutuskan hengkang dari istana megah keluarganya. "Tuan..." Damian mengangguk saat kepala pelayan di apartemennya menyapa. "Non Amelia ada di kamar milik Tuan." lapor laki-laki itu pada Damian. "Kosongkan tempat tinggal Saya. Saya tidak ingin ada orang, tidak terkecuali kamu,” suara beratnya memberikan perintah, “beritahu mereka untuk kembali pagi hari. Kamu bisa memesan kamar di bawah." Rumah?! Begitulah Damian menyebut unit apartemennya. Sebenarnya disebut sebuah unit pun, ukuran apartemen itu terlalu besar. Seluruh lantai atas di gedung yang ia miliki adalah tempat tinggalnya- sebuah pelarian yang Damian pilih selama ini. "Baik, Tuan. Saya akan memerintahkan semua pelayan untuk turun ke bawah." ucap si Kepala Pelayan sebelum pamit undur diri. Setelah memastikan tempat tinggalnya kosong. Damian berjalan pelan menuju kamarnya. Ia membuka pintu perlahan, tanpa meneruskan langkahnya. Lama Damian berpikir. Berperang batin dengan dirinya sendiri. Haruskah ia masuk? Rasanya sungguh keterlaluan memperlakukan Amelia yang tidak tahu apa-apa, sedangkan apa yang ia rasakan adalah murni kesalahannya. Bukan salah sang adik. Tapi dimana letak kesalahan mencintai seorang wanita?! ‘Dia adikmu, bodoh!’ kewarasannya menyeruak! Memaki kala pemakluman yang selalu ia pertahankan, ternyata memang sebuah kesalahan. Damian meluruskan pandangan ke atas ranjang. Di sana seorang gadis, ah wanita maksudnya tengah terbaring. Mungkin kata damai tidak terselip pada tidur wanita tersebut, karena sesekali Damian masih bisa mendengar isakan yang masuk ke dalam gendang telinganya. Ya, dirinya penyebab isakkan itu ada. Amel pasti menangis karena ulahnya tadi di bawah. Mata Damian terpejam. Entah apa yang harus dia lakukan. Haruskah ia kembali mendorong Amel menjauh atau kah menahan wanita itu tinggal disisinya?! Sebagai wanitanya seperti yang ia idam-idamkan selama ini. Ia menginginkan Amel disisinya. Hanya disisinya tanpa embel-embel kata saudara. Tapi sepertinya semua itu adalah hal yang tidak akan mungkin dapat terjadi selagi orang tua mereka masih bernafas di dunia. Ia tampan, itu sudah pasti. Bahkan ketika wanita itu pergi karena dorongannya kelak, para wanita lain mungkin akan berlomba-lomba untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh Amel. Andai saja uang bisa membuat wanita itu tetap bertahan disisinya. Pasti akan Damian berikan, berapapun yang Amel minta. Bahkan jika wanita itu ingin semua kekayaan pribadi yang ia miliki, pasti akan Damian sanggupi. Sayangnya, uang pun tidak menjadi minat wanita itu. Ia memiliki warisan yang sama besarnya dengan dirinya. Orang tua mereka cukup adil selama ini dalam membagikan harta kekayaan. Wanita? Ya wanita. Selama ini dia telah merenggut apa yang seharusnya adiknya jaga. Malam dimana dia tidak bisa menahan gairahnya. Hari dimana esoknya sang adik harus berangkat, Damian merebut segalanya. Secara sadar ia menuangkan obat tidur pada minuman sang adik. Itulah alasan mengapa Amelia mengeluh sakit di selangkangannya beberapa tahun lalu. Damian tergelak karena kembali mengingat hal itu. Bajingan? Dia akui itu. Damian melangkahkan kakinya. Langkahnya begitu pelan, namun pasti mengarah pada ranjang di depannya. Dibaringkannya tubuhnya disamping sang kekasih hati. "Kau milikku Amel. Akan selalu menjadi milikku bahkan ketika mereka berkata darah yang sama tidak seharusnya bersatu dalam cinta." ucap Damian mengecup kening Amel dalam, hingga lambat laun matanya ikut terpejam. Mengikuti sang pemilik hati yang mereguk mimpi. Anehnya, isakan Amel terhenti saat Damian semakin mempererat pelukan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.0K
bc

My Secret Little Wife

read
96.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook