bc

Sugar Puff

book_age18+
289
FOLLOW
1.8K
READ
love-triangle
age gap
others
comedy
bxg
genius
city
like
intro-logo
Blurb

Tiba-tiba Brian harus dihadapkan dengan masalah pelik di usianya yang belum menginjak tujuh belas tahun.

Kedua orang tuanya meninggal, keluarga satu-satunya yang tersisa hanya memikirkan apa yang ditinggalkan kedua orang tuanya saja, dirinya harus menjadi anak angkat untuk menyelamatkan perusahaan orang tuanya, serta masalah percintaan yang turun membersamainya.

Akankah dirinya sanggup atau menyerah saja dan berkata selamat tinggal pada dunia?

chap-preview
Free preview
1
“Sudah makan, tadi ... mm, sekarang? Lagi keluar sama teman-teman. Iya, nanti Brian segera pulang. Iya, Brian hati-hati ... oleh-oleh? Enggak usah ... ok, terserah.” Brian sedikit menggigil. Tidak biasanya Surabaya sedingin ini. Makanya, dirinya tadi hanya memakai kaos hitam yang tidak terlalu tebal tanpa membawa jaket, karena biasanya Surabaya seperti bertetangga dengan matahari saking panasnya. “Bu ... sudah dulu, ya? Brian mau gabung sama teman-teman. Brian telepon lagi kalau sudah sampai rumah. Bye!” sela Brian dan ia pun memutuskan telepon secara sepihak. Terkadang, ibunya membuatnya tidak nyaman. Perlakuan ibunya seperti tidak pernah berubah dari dirinya duduk di bangku kanak-kanak, sampai sebesar sekarang. Itu, begitu mengganggunya. Dia pikir, dengan ibu dan ayahnya yang keluar kota untuk melakukan perjalanan bisnis, dirinya akan bisa bebas, kenyataannya ternyata sama saja. Oke ralat, setidaknya dirinya bisa terhindar dari tatapan sinis dan tuntutan yang tidak masuk akal sementara waktu dari sang ayah. Brian, kemudian menatap sebuah tempat yang ada di depannya. Bangunan tempat di mana beberapa waktu tadi dirinya ada di dalam sana. Ya, harusnya seorang pelajar tidak diperbolehkan ada di sana, namun tidak dengan jika dirinya memiliki banyak uang dan pengaruh. Tempat dengan pencahayaan minim, suara musik kencang, serta minum-minuman penghilang kewarasan bisa dengan mudah mereka masuki bahkan miliki. Sepertinya, kali ini Brian harus mendengarkan apa yang ibunya tadi bilang. Pulang lebih awal. Entah, karena apa? Mungkin perasaannya saja sekarang yang aneh atau memang dia sudah bosan dengan semua ini. Mungkin, sebenarnya dia hanya ingin menunjukkan pada semuanya, jika dia sudah dewasa. Itu saja, dan sekarang ia hanya ingin pulang. Brak! Begitu Brian memutar tubuhnya, pria itu langsung diperlihatkan dengan ponselnya yang sudah terbagi menjadi dua bagian di bawah sana. Ponsel yang baru dibelinya dua minggu yang lalu itu, tergeletak mengenaskan dengan satu lagi yang memiliki tampilan sama dengan yang dimilikinya. Entah mempunyai kekuatan sebesar apa manusia yang menabraknya ini? “Hati-hati, dong!” Brian terkejut sekaligus heran, karena bukan dirinya yang mengeluarkan suara nyaring itu. Pria itu menaikkan satu alisnya, menatap seorang gadis berpenampilan unik, dengan eyeshadow hitam dan bibir yang juga berwarna hitam. Mengingatkannya pada tokoh pemeran preman di drama-drama pertelevisian Indonesia. “Hey, tunggu dulu ... bukankah kamu yang menabrak terlebih dulu?” Brian bahkan masih berpijak pada tempatnya tadi. Si gadis malah berkacak pinggang. “Aku enggak mau tahu, kamu harus tanggung jawab!” serunya tanpa sungkan. Tanpa berkata apa-apa, Brian menunjuk ponselnya yang mungkin tidak bisa lagi digunakan. Dia harap gadis itu akan segera paham. “Aku enggak mau tahu! Kamu harus tanggung jawab!” Gadis itu masih mempertahankan keegoisannya, walau sekilas dia juga melirik ponsel Brian yang bernasib sama dengan ponsel miliknya. Brian memijat keningnya. Sebenarnya, bukan hal sulit memberi gadis itu uang atau menggantikan ponselnya, walau kenyataannya mungkin tidak ada toko elektronik yang buka pada tengah malam ini. Namun, dia tidak bisa membiarkan gadis aneh itu seenaknya sendiri. Jelas-jelas gadis itulah yang menabraknya. Bisa saja kan ini semua hanya trik kejahatan baru? “Kamu yang salah! Lagi pula kenapa kamu berdiri di sini! Jangan sok kegantengan, deh! Kamu cari korban ya, di sini!” cecar sang gadis. “Ha? Kegantengan? Cari korban? Maksud kamu apa? Hey, lagi pula ini itu tempat umum. Jalan juga luas, kenapa kamu malah menabrak orang seenaknya!” Brian tidak mau kalah. Lagi pula apa hubungannya semua ini dengan kegantengan? Gadis itu mengibaskan tangan. “Aku enggak peduli yang penting kamu harus ganti ponsel aku. Kalau enggak, kita bawa urusan ini ke kantor polisi!” “Ok! Kita ke kantor polisi sekarang,” jawab Brian enteng. Karena, tentu saja dia juga tidak merasa salah. Gadis itu diam beberapa saat, namun kemudian berjalan mendahului Brian dengan sengaja menabrak bahunya terlebih dahulu. Benar-benar tipe perempuan yang suka mencari gara-gara. Untung saja kesabaran Brian setebal dompet ayahnya. Jadi, tak masalah gadis itu membuat gara-gara kepadanya. Dia hanya ingin gadis itu mengaku kalau dirinya salah, itu saja sebenarnya. Entahlah. Namun, belum setengah perjalanan gadis tadi tiba-tiba berhenti. Ia berbalik menatap Brian. “Kenapa?” tanya Brian. Akan tetapi, gadis itu malah diam saja sembari memainkan ujung jarinya. Brian langsung paham. Mungkin gadis itu baru sadar, jika akan panjang urusannya dengan dia yang berpenampilan aneh seperti itu. Brian membuang napas. “Oke, ikut aku ambil uang di atm. Aku ganti. Tiga puluh tiga juta?” Persetan dengan gadis itu yang sebenarnya berniat menipunya. Brian, hanya ingin segera pulang. “Tunggu, dulu ... kamu enggak sedang mau ngerjain aku, kan?” telisik si gadis. Brian mengerutkan keningnya. Bukankah seharusnya itu kata-katanya? “Terserah, kamu mau aku ganti rugi atau enggak? Kalau mau ayo ikut aku, kalau enggak ya uda urusan kita selesai sampai di sini," ujar Brian selanjutnya. Sebenarnya, apa sih maunya gadis ini? Gadis itu terlihat menggerutu, namun pada akhirnya dengan enggan menganggukkan kepala, juga. Yah, hanya itu reaksinya. Bukan berterima kasih atau terlebih meminta maaf, kepadanya. Apa begitu susah, mengucapkan dua kalimat, itu? “Sudah?” Brian menyerahkan tiga gepok uang, yang masing-masing sepuluh dan tiga belas juta. “Kenapa lagi?” tanyanya kembali, karena gadis itu tidak lekas pergi dari hadapannya. “Ehm ... aku enggak tahu jalan-" ucapan gadis itu terpotong oleh rintik hujan yang semakin lama mulai berubah menjadi hujan lebat. “Ha?” “Aku, enggak tahu arah jalan pulang!” seru gadis tadi. “Karena kamu tadi buat salah sama aku. Kamu harusnya juga antar aku,” lanjutnya. “Ha? Apa?” Brian tidak salah dengar? Mengantarnya pulang, setelah memberi ganti rugi yang harusnya bukan tanggung jawabnya? Si gadis menarik tangan Brian untuk segera melipir mencari tempat berteduh. Gadis itu, kemudian mengibas-kibaskan rambut dan pakaiannya sesampai di depan sebuah toko buku. “Anter aku ke hotel dekat bandara,” pintanya kemudian, yang bahkan tanpa mengucapkan kata tolong. Brian langsung berjalan menerobos hujan meninggalkan gadis tadi, namun berbalik saat di rasa gadis tadi tak kunjung mengikutinya. “Ayo! Mau diantar, enggak?” tanyanya, setelah sebelumnya memejamkan mata dan membuang napas lelah. “Ini masih hujan?” tanya sang gadis membuntuti Brian yang berjalan menuju tempat parkir. “Kita naik motor?” tanyanya begitu melihat pria di depannya menaiki sebuah motor berwarna merah yang ia ketahui hanya diproduksi lima ratus unit saja di seluruh dunia. Gadis itu tahu, karena dia juga tertarik dengan dunia otomotif. Namun, apa gunanya motor mahal jika hari ini dia akan kehujanan. “Iya, kenapa?” “Nanti uangnya—“ Uang ini lebih penting dari apa pun. Dia, tidak mungkin mencari uang lagi untuk sekedar membeli ponsel baru dengan kebutuhannya yang semakin lama semakin banyak ini. Ini ponsel pemberian papanya, jika ketahuan rusak dia tidak ingin mendengar ceramah yang memekakkan telinga. Brian buru-buru mengambil jas hujan lalu melemparkannya. “Pakai ini,” decak Brian mulai habis kesabaran. “Kamu enggak bawa, helm? Percuma motor bagus kala—“ “Rumah aku dekat dari sini dan aku enggak bakal tahu kalau bakalan ketemu sama orang aneh—“ “Oke jalan!” potong gadis tadi sebelum emosinya kembali datang dan dia berakhir sendirian tersesat di jalanan. "Santai, dong! Mata aku sakit ni, kena air hujan!" teriak si gadis di belakang, begitu motor mulai dijalankan oleh Brian. Brian, seketika menghentikan motornya, menoleh geram ke arah gadis tanpa ekspresi di belakangnya. "Oke lanjut—“ Gadis itu terdiam, saat tiba-tiba topi basah pria di depan kemudi berpindah ke atas kepalanya. Brian pun kembali memacukan motornya dengan kecepatan yang tidak berkurang sama sekali. Berbeda dengan tadi, si gadis hanya diam menyembunyikan pipinya yang entah kenapa menjadi hangat di saat cuaca dingin seperti ini. “Makasih!” seru Brian begitu gadis itu sampai di tempat tujuan. Namun lagi-lagi gadis tadi tidak menanggapi hal-hal yang menurutnya mungkin tidak begitu penting. Brian pun menggelengkan kepala dan tersenyum kemudian saat menyadari jas hujannya masih dipakai oleh gadis tadi, begitu pun topi miliknya. Akhirnya setelah semua drama yang terjadi tadi, akhirnya Brian bisa pulang ke rumahnya juga. Basah kuyup sudah pasti. Namun, ada sesuatu yang aneh. Kenapa pelataran rumahnya banyak orang? Seorang pria berperawakan hampir mirip dengan sang ayah berjalan buru-buru menyambutnya. Namun, bukan senyum ramah atau pelukan kasih sayang melainkan tamparan keras yang membuatnya hampir jatuh, karena saking keras dan ketidak siapan tubuhnya menanggapinya. "Anak, setan! Dari mana saja kamu!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.5K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.1K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.8K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook