bc

Dear, Calon Mantu

book_age16+
855
FOLLOW
4.2K
READ
family
friends to lovers
brave
others
drama
sweet
bxg
small town
rejected
like
intro-logo
Blurb

Nak, cinta memang adalah suatu perasaaan yang luar biasa

Ibu juga pernah jatuh cinta dan merasakan indahnya cinta

Namun, cinta saja tidak cukup, nak

Dunia itu kejam

Bukan maksud ibu membuat kamu takut

Namun ketahuilah bahwa ibu sangat mencintaimu, nak

Ibu bukan bermaksud mempersulit jalannya ibadahmu

Pernikahan adalah ibadah terpanjang

Terjalnya kehidupan baru akan terasa saat kamu mengarungi dunia pernikahan

Maafkan ibu jika membuat calon suamimu harus berjuang lebih untuk mendapatkan restu ibu

Karena jujur, ibu merasa berat jika harus melepaskanmu untuk hidup dengan orang lain

Ibu hanya ingin kamu mendapatkan suami yang baik, taat, rajin, dan selalu bekerja keras

Nak, terima kasih telah memilih Sabrina dan sudah memperjuangkan dia dengan begitu gigih

Maafkan tindakan ibu yang membuatmu harus berjuang keras

Yang membuatmu harus jungkir balik

Yang membuatmu harus terbontang-banting demi keinginan ibu untuk mendapatkan suami yang baik untuk Sabrina

Ibu mohon jagalah dia ya, nak

Sabrina gadis yang manja

Tetapi sayang ibu kepada Sabrina begitu luar biasa

Sabrina adalah anak yang kami tunggu selama hampir lima tahun lamanya

Jadi, ibu mohon selalu sayangi dia, lindungi dia, dan tetap manjakan dia sesuai porsinya

​​​​​​​​​Salam sayang,

​​​​​​​​​

​​​​​​​​​Ibu <3

Cover and Font by Canva

chap-preview
Free preview
Bagian 1
Manusia tidak akan merasa puas sampai list keinginan dalam hidupnya terpenuhi. Manusia satu dengan manusia lain tidak akan berhenti mengomentari sampai yang dikomentari meninggal, mungkin. Itu semua memang manusiawi, tapi jangan lupa tiap manusia punya hati nurani. Begitu pula dengan kehidupan Sabrina Azsaskia. Tahun ini dia baru saja lulus kuliah. Ibu Sabrina—Kanaya menginginkan putrinya agar mengikuti seleksi tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). “Nduk, ibu kemarin tahu dari ibu-ibu kompleks kalau bulan September nanti pendaftaran tes CPNS. Kamu jangan lupa ikut ya.” Obrolan pagi itu dimulai ketika Sabrina sedang mengambil air putih di dapur dan sang ibu sedang memasak sarapan. “Iya, buk. Sabrina juga pingin ikut. Tapi ibu jangan berharap lebih ya. Kan ini pertama kalinya Sabrina ikut tes,” jawab Sabrina tenang. Sabrina segera meneguk air minumnya. Dia harus menegaskan ke ibunya bahwa tes CPNS tidak semudah itu agar bisa lolos. “Iya, tapi ya kamu harus tetep berusaha biar bisa lolos seleksi.” Kanaya segera memasukkan nasi ke dalam wajan setelah bumbu yang digorengnya sudah tercium wangi. Sabrina hanya mengamati ibunya saja. Karena dia memang tidak bisa memasak. “Kamu kapan mau belajar masak? Sudah lulus kuliah lho, nduk.” “Kan aku tinggal sama ibuk. Jadi nanti saja aku belajar memasaknya.” “Kamu ini lho, Sab. Jangan meringankan masalah memasak. Sekarang memang sudah banyak warung makan. Tapi suami kamu ya jangan dikasih hasil masakan warung makan terus.” Kanaya terus berbicara sambil mengaduk nasi di dalam wajan. “Pagi-pagi kenapa sudah ramai ini?” Atma yang baru saja pulang dari masjid langsung bergabung di dapur saat mendengar suara istri dan anaknya yang cukup berisik pagi ini. “Ibu sedang memberitahu anak ayah untuk ikut tes CPNS, yah.” “Sabrina kamu mau ikut tesnya? Jangan merasa terpaksa, ya. Kalau kamu ndak ikhlas malah jadinya nanti kamu yang capek sendiri,” tutur Atma kepada Sabrina setelah menikmati secangkir teh buatan Kanaya. “Sabrina memang ingin ikut tes itu kok, yah. Sabrina mau ambil yang deket rumah saja ya biar bisa pulang ke rumah tanpa ngekost.” Sabrina berucap sambil cengengesan. Atma hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tuh, yah. Lihat anak kesayangan ayah. Manja sekali memang dia.” “Kan ibu yang dulu minta supaya Sabrina pilih kampus di Malang saja. Kan ibu yang parno sendiri takut Sabrina kenapa-napa kalau jauh dari kita.” “Iya, yah. Tapi ya saking dimanjakannya itu jadi kayak gini dia sekarang. Tadi saja ibu minta dia belajar masak malah mengentengkan.” Sabrina hanya menghembuskan napasnya lelah. Ibunya selalu saja memaksa dia untuk bisa memasak. Kan, dia juga belum akan menikah. “Kan, Sabrina belum mau menikah dekat-dekat ini, bu. Kenapa jadi ibu yang ribet sih?” “Sudah-sudah. Ayo sarapan dulu. Masakan ibu juga sudah matang.” Atma menengahi perdebatan sang anak dengan istrinya sebelum pagi hari ini menjadi semakin panas. Perdebatan sang istri dan sang anak sudah menjadi hal biasa di rumah. Namun, Atma tidak ingin semua menjadi semakin panas dan hubungan antara istri dan anak menjadi renggang. Sabrina akhirnya ikut duduk di meja makan dan mengambil sarapan hanya satu entong. Dia sedang tidak ingin berlama-lama di dapur. Pasti ibunya akan mengajaknya berdebat lagi. “Sabrina sudah selesai. Sabrina mau ke kamar dulu ya, buk, yah.” Sabrina segera beranjak dari meja makan dan menuju ke kamarnya. Dia akan mandi dan pergi bersama Bima pagi ini. “Buk, sudah jangan berdebat terus dengan Sabrina. Ayah suka heran, kenapa ibuk suka sekali membuat keributan dengan Sabrina.” Atma mengingatkan Kanaya agar tidak membuat keributan dengan Sabrina terus. Sabrina mudah tersinggung jika diberitahu. Jadi Atma berusaha membujuk istrinya agar istrinya berhenti memulai perdebatan dengan putrinya. “Sabrina kan mudah tersinggung, buk. Setiap diingatkan sedikit saja dia langsung cemberut dan marah,” ucap Atma setelah menelan sarapannya. “Ya biar dia segera sadar, yah. Toh ibu hanya mengingatkan dia saja, pak.” Kanaya memang keras kepala sehingga ucapan suaminya selalu bisa dijawab. Atma akhirnya memilih diam. Istrinya memang sama saja dengan putrinya. Susah diajak berdiskusi. Ya, karena sifat Sabrina memang mengikuti jejak istrinya. Keras kepala. *** “Ayah hari ini ndak ngecek perkebunan kopi?” tanya Kanaya saat melihat suaminya sedang duduk santai melihat berita di televisi. Kanaya akhirnya memilih bergabung dengan sang suami. “Nanti siang saja, buk. Ayah masih ingin istirahat dulu di rumah.” Kanaya hanya mengangguk saja. Itu pilihan suaminya. Jadi dia membiarkan saja keinginan suaminya. “Yah, buk, Sabrina mau keluar dengan Bima,” ijin Sabrina saat di hadapan kedua orang tuanya. “Mana Bimanya, nduk? Biasanya dia ijin dulu ke ibu dan ayah.” Ucapan Atma akhirnya membuat Sabrina keluar rumah. Kanaya dan Atma hanya saling berpandangan. Mereka merasa bingung dengan sikap Kanaya yang terkadang di luar pemikiran. Kebingungan pasangan orang tua itu akhirnya terjawab ketika Sabrina masuk kembali ke rumah dengan diikuti Bima. “Assalamu’alaikum pak, buk. Apa kabar?” tanya Bima setelah menyalami dan mencium tangan kedua orang tua Sabrina. “Wa’alaikumsalam. Alhamdulillah, baik Bim. Kamu apa kabar? Ndak jualan hari ini?” tanya Atma setelah Bima duduk di hadapannya dan Kanaya. “Libur hari ini, pak. Sudah janji mau nemenin Kanaya ke kampus untuk mengurus berkas-berkas daftar CPNS,” jawab Bima dengan takzim. “Oh, begitu. Ya sudah tidak apa. Hati-hati ya nanti. Jangan terlalu siang kembalinya ya Bim. Setidaknya jam 1 sudah kembali ke rumah.” Atma selalu mengingatkan teman lelaki Sabrina agar tidak mengajak Sabrina keluar terlalu lama. “Iya, pak. Kalau begitu kami pamit dulu nggeh pak.” Bima segera menyalami Atma dan Kanaya. Atma dan Kanaya mengantar kepergian keduanya hingga di depan pintu. Setelah Sabrina naik ke boncengannya, Bima segera menstater motornya dan menunduk singkat kepada kedua orang tua Sabrina. Setelah kepergian Bima dan Sabrina, Kanaya dan Atma segera masuk ke dalam rumah lagi. “Ayah mau siap-siap bekerja dulu, buk. Tolong disiapkan persiapan seperti biasanya ya.” Kanaya hanya menganggukkan kepala dan Atma masuk ke dalam kamar. Kanaya segera menyiapkan bekal untuk suaminya, karena suaminya memang suka membawa bekal sendiri dari rumah. Setelah Kanaya menyiapkan semuanya, Atma menuju ke dapur. “Sudah siap semua, buk?” tanya Atma saat melihat istrinya sedang menuang air ke dalam botol minum. “Sudah, pak. Ini tadi juga sudah ibu bawakan s**u hangat di dalam termos mini ini ya, pak.” Atma mengiyakan sambil mengecek beberapa pesan di handphonenya. “Kalau begitu ayah berangkat dulu ya, buk. Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumsalam.” Kanaya segera mengikuti suaminya hingga ke pintu depan. Saat Atma sudah meninggalkan area rumah, Kanaya segera masuk kembali ke rumah. *** “Ada lagi yang harus dilegalisir, Sab?” tanya Bima saat melihat Sabrina sudah kembali menemuinya di area parkiran dekanat. “Sudah semua kok. Habis ini kita makan di food court dulu, yuk.” “Tumben nggak bawa bekal dari rumah?” Atma segera menyalakan motornya dan Sabrina segera beranjak naik ke boncengannya. “Kan tadi niatnya hanya legalisir berkas saja, Bim. Aku lagi pingin sop buah ini.” “Padahal juga enakan masakan ibu kamu, Sab. Apapun itu,” ucap Bima sambil cengengesan. Dia memang sangat menyukai masakan Kanaya. Setiap ditawari makan di rumah Sabrina, dia tidak pernah menolaknya. “Ya dasar kamunya saja yang suka gratisan, Bim.” Bima semakin tertawa saat mendengar ucapan Sabrina. “Kamu pilih tempat duduk saja, Bim. Kubelikan sop buah saja ya. Nanti makan nasinya di rumahku saja,” ucap Sabrina sambil cengengesan. Sabrina memang menyukai sop buah yang dijual di food court kampusnya. Tapi untuk urusan nasi, dia tidak tahu nasi mana yang bisa dinikmati oleh lidahnya karena dia selalu membawa bekal untuk makan siangnya di kampus. Hal itu yang membuat Sabrina membelikan Bima sop buah dari pada nasi. “Nih.” Sabrina meletakkan sop buah untuk Bima di atas meja. Sabrina memilih duduk di hadapan Bima dan menikmati sop buahnya. “Kamu beneran nggak apa hari ini ndak jualan?” “Kan kamu ngajaknya sudah dari kemarin, jadi ya nggak masalah. Sebelum aku ngadon dan buat harum manisnya kamu sudah chat aku. Jadi ya tidak masalah, tidak ada yang merugikan aku,” jawab Bima sambil tertawa kecil. Sabrina hanya mengangguk-anggukkan kepala paham. Dia menikmati sop buahnya. Mereka berdua saling berdiam diri sambil menikmati sop buah ditemani keramaian perbincangan mahasiswa lain yang sedang menikmati makan di meja lain. “Pulang yuk, Sab. Sudah mau jam 1. Kan pesennya ayah kamu jam 1 harus sudah di rumah,” ucap Bima saat melihat mangkok Sabrina sudah kosong dan mengecek jam tangan di pergelangan tangannya. “Iya, ayo. Aku tadi sudah bayar juga kok.” “Oke, aku ambil motor dulu ya. Kamu tunggu di depan saja langsung.” Sabrina hanya mengacungkan jempolnya ke arah Bima dan segera berjalan menuju area depan food court. Beberapa menit kemudian, motor Bima sudah sampai di hadapan Sabrina. Sabrina segera menggunakan helmnya dan naik ke boncengan Bima. Lima belas menit kemudian, Bima sudah sampai di rumah Sabrina. “Makan dulu yuk, Bim. Ibu pasti sudah masak enak,” ajak Sabrina saat dia turun dari motor. “Boleh deh. Aku juga laper.” Bima cengengesan saat melihat wajah Sabrina yang mencibirnya. Siapa juga yang menolak jika diberikan makanan gratis. Bima pun tidak akan menolak. Setelah mengucapkan salam, Sabrina segera masuk ke dalam rumahnya dan diikuti Bima di belakangnya. Rumah Sabrina sepi, mungkin ibunya sedang istirahat. “Ibu kemana, Sab?” Bima sungkan sendiri jika di rumah Sabrina tidak ada orang tuanya. “Mungkin sedang di kamar, Bim. Pasti setelah ini keluar kok. Kamu duduk dulu, kuambilkan minum dulu.” Sabrina segera mengambil gelas di rak piring dan mengambil minuman dingin yang sudah dibuat oleh ibunya di dalam kulkas. “Nih, Bim. Makanannya sebentar ya kusiapkan dulu.” Saat Sabrina menyiapkan makanan, Kanaya datang menghampiri mereka. “Sudah selesai semua urusannya tadi?” “Sudah, buk. Maaf ya buk saya numpang makan,” ucap Bima sambil menggaruk tengkuknya tanda dia merasa tak enak hati. Bima merasa sungkan ke Kanaya tapi dia juga tidak bisa menolak kelezatan masakan Kanaya. Tentu saja Kanaya mengijinkan dan meminta Bima nambah jika porsinya kurang. Kanaya senang jika teman Sabrina memilih makan di rumahnya dari pada beli di luar. Karena masakan rumah lebih terjamin kebersihannya dan kualitasnya. Setelah selesai menghabiskan satu porsi makanan, Bima pun ijin pulang ke rumah karena tidak ingin membuat ibunya menunggu sendirian di rumah terlalu lama.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Nikah Kontrak dengan Cinta Pertama (Indonesia)

read
450.8K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.1K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K
bc

Bastard My Ex Husband

read
383.0K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.9K
bc

Hubungan Terlarang

read
501.1K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook