bc

DIRA&DIPTA After Marriage

book_age18+
2.1K
FOLLOW
14.1K
READ
love-triangle
love after marriage
playboy
badgirl
drama
comedy
humorous
heavy
enimies to lovers
addiction
like
intro-logo
Blurb

“Errr.. Gimana rasanya kalau kalian harus nikah sama sahabat MANTAN? Parahnya lagi harus terjebak dengan manusia sedeng kelas kakap. Nggak bisa bayangin kan" Ardira Rahayu Maesaty.

“Mantan pacar sahabat Gue itu nggak sebaik yang kalian kira kok. Dia diem-diem.. Beuh tauk! Pokoknya bikin nggak nahan gitu. Sorry Bro! Sekarang dia istri Gue! Barisan MANTAN mohon MINGGAT!" Dipta Putra Darmawan.

Ini tentang Dira dan Dipta yang harus menjalani pernikahan karena perjodohan yang dilakukan oleh kedua orang tua masing-masing. Bagaimanakah perjalanan pernikahan kedua remaja yang masih duduk dibangku SMA tersebut?

Bahagia? Atau justru akan berakhir dengan kesepakatan seperti tren perjodohan masa kini?

Jawabannya hanya ada di DIRA&DIPTA After Marriage

*Cover : pick from PINTEREST

chap-preview
Free preview
The Day, When They Meet : Beautiful Accident
Dua tahun yang lalu “Buuuundaaaaaaaa, Abang berangkat.” Teriak Dipta turun dari tangga rumahnya. Anak laki-laki itu berteriak karena tahu betul dimana Bundanya berada saat pagi hari; Dapur. Anisa melepas apronnya, ditinggalkannya telur mata sapi yang masih berada di atas teflon. Mbok Ijah, sang asisten rumah tangga mengelus dadanya lemah, takut-takut kalau sang nyonya majikan terjatuh karena tersandung. Bisa-bisa ngamuk Tuan rumahnya, kalau tahu istri yang paling dicintainya terluka. “Abaaang ya Allah, sarapan dulu. Bunda udah masak ini Bang.” teriak Anisa. Teriakan ibu dua anak itu nyatanya tidak bisa membuat putra sulungnya berhenti berjalan. “Ayah, juga nggak sarapan?” todong Anisa pada seorang laki-laki yang baru masuk ke dalam rumahnya. Laki-laki itu membawa sebuah jas putih dilengan kanannya, sedangkan tangan kirinya menjinjing sebuah tas kerja berwarna hitam. Mata Anisa menajam seiring dengan wajah bingung sang suami akan pertanyaannya yang sarkas. “Ayah mandi dulu Bunda, Bunda jangan ditekuk gitu dong wajahnya. Ayah baru selesai operasi masa disuguhi wajah asem Bunda sih.” Dipta yang barangnya ketinggalan segera menyemburkan tawanya saat melihat sang Ayah yang tengah menggombali sang Bunda, tawanya yang kencang sukses membuat sang Bunda memberikan tatapan tajam padanya juga. “Abang balik mau sarapan?” tanya Anisa. Dipta buru-buru menggelengkan kepalanya cepat, tidak akan cukup waktunya kalau harus merasakan masakan lezat sang Bunda. Bisa-bisa nanti dia dihukum karena terlambat terlalu lama. “Udah telat Bunda, Abang kunci mobilnya ketinggalan, hehehe.” Ucapnya lalu menyambar kunci mobilnya yang terletak dimeja ruang tamu. “Assalamualaikum.” Teriak Dipta lalu kembali berlari menuju garasi rumah yang sudah ia buka sebelumnya. I found a love, for me.. Darling just dive right in, and follow my lead.. I found a girl... Iringan suara merdu Sam Smith mengiringi pagi Dipta yang terburu-buru itu. Bahkan sesekali anak lelaki berusia delapan belas tahun itu ikut bernyanyi sembari menghayati tiap bait lirik yang keluar dari speaker mobil kesayangannya. BraaaakkKKK.. “Anjir! Gue nyerempet.” Maki Dipta kencang saat mobilnya tiba-tiba mati karena ia melepaskan kakinya dari kopling mobilnya kala sadar ia telah menyerempet seseorang. Menabrak lebih jelasnya, mana mungkin serempetan menimbulkan suara kencang hingga sampai ke dalam kabin mobilnya. “Duh, gue telat lagi.” Gerutunya, masih di dalam mobil. “s**t, s**t, shit.” Ucapnya mengumpat. “Mati nggak ya yang gue serempet.” Dira yang kebetulan tengah melintas menghentikan laju mobilnya saat melihat seorang ibu-ibu tengah mencoba berdiri. Sepeda ibu tersebut terlihat sedikit masuk ke dalam bodi depan sebuah BMW hitam. “Gila, tuh yang punya mobil nggak mau turun apa.” Kesal Dira saat masih melihat sang ibu mencoba mengambil sepedanya yang tersangkut; Sendirian. “Gue udah telat lagi.” Racaunya sendiri kala ingin menolong sang ibu, “Bodo ah! Udah telat ini gue MOS nya. Intinya gue udah telat.” Final Dira, karena rasa kemanusiaannya yang lebih mendominasi. Dira buru-buru mematikan mesin mobilnya, dengan cepat anak perempuan itu turun dan berlari kearah seorang wanita paruh baya yang tengah mencoba mengambil sepeda tuanya. “Woiii, turun lo.” Braakkk... Braakkk.... “Turun woi, tanggung jawab lo.” Maki Dira menggedori kaca mobil si pengemudi yang menurutnya ingin kabur itu. “s**t!” entah sudah berapa kali Dipta mengumpat pagi ini. Sial sekali nasibnya, andai saja Bundanya tahu betapa laknat mulutnya pagi ini, bisa-bisa Dipta dibawa ke pesantren untuk dirukiyah. Bener-bener sial nasibnya. Sudah telat MOS, belum sarapan, dan apalagi ini? Nabrak orang? Akhirnya jiwa Dipta mengakui insiden penabrakan, bukan penyerempetan belaka. Triple s**t! “Keluar lo Anjing!” Damn it, apalagi sih ini. Cewek sinting! Gedor-gedor kaca mobil gue, pecah gue getok tu kepala tuh cewek, kesal Dipta dalam hatinya. “Kelu....” Dipta mendengus kesal, tangannya membuka handle pintu mobilnya, “Berisik lo cewek! Gue ini mau keluar.” Maki Dipta melihat gadis didepannya, setelah itu menutup pintu mobilnya. Cantik.. “Heh lo!” bentak Dira sambil mengacungkan jari telunjuknya ke muka Dipta, “lo mau kabur kan? Tanggung jawab lo!” amuk Dira. Cantik, Anjing. “Nih anak budek kali ya, tanggung jawab kasihan ibunya.” Ulang Dira. “Woiii.” “Ish, kesel gue.” Cantik Malas mendapati laki-laki yang sepertinya tuli itu, Dira segara membantu korban yang tengah mengais sisa-sisa tepung yang sudah berserakan diaspal. Kasihan sekali batin Dira. “Ibu nggak papa?” tanya Dira membantu si Ibu. Si Ibu menunduk sembari menghapus air matanya. “Ini, ini untuk bikin kue. Anak saya baru keterima disekolah itu Mbak.” ucap sang ibu menunjuk sekolah dimana harusnya sekarang ia tengah menjadi salah satu peserta MOS di sana. “Sebentar ya Bu.” Kata Dira tersenyum ramah pada sang Ibu sembari kembali berdiri dan menghampiri Dipta yang masih mematung disamping mobilnya. “Heh, budek. Siniin dompet lo.” Amuk Dira sambil menarik kerah baju Dipta. Agresif, suka gue, a***y! Dengan bodohnya, Dipta merogoh kantong celana abu-abunya. Di sodorkannya dompet berwarna hitam miliknya ke tangan seorang gadis yang ia sendiri saja belum tahu siapa. Namun melihat dari seragam yang dikenakan oleh gadis di depannya, gadis itu pastilah salah satu siswi disekolah yang sama dengan dirinya. “Nih, gue ambil lima ratus ribu. Uang ganti rugi.” Kata Dira melempar dompet Dipta. Setelah membantu sang Ibu, Dira segera berpamitan karena sudah telat. Buru-buru gadis berperawakan tinggi itu berlari menuju mobilnya. Dipta tersenyum sekilas, kakinya melangkah ke arah sang ibu yang menuntun sepedanya yang rusak parah dibagian belakang. “Bu.” Tegur Dipta, membuat Ibu tersebut berhenti melangkah. Dipta berjongkok disamping kaki sang Ibu. “Kaki ibu berdarah.” Kata Dipta sembari mengeluarkan sebuah sapu tangan dari jaket abu-abunya. Dilapnya darah yang keluar dari kaki sang ibu. “Tolong maafkan Saya yang tidak berhati-hati Bu.” “Iya Mas.” “Anak Ibu sekolah di Angkasa Jaya?” tanya Dipta membuat sang Ibu menganggukkan kepalanya lemah. Karena jika tidak salah, Dipta mendengar dan melihat si Ibu yang menunjuk ke arah sekolahnya. “Siapa namanya Bu?” Dipta tersenyum ramah, “Nggak papa Bu, Saya hanya bertanya. Saya tidak akan berbuat macam-macam pada anak Ibu.” Ucap Dipta ramah. “Wulandari Nak, Wulandari Ayu.” “Ibu tenang saja, ibu tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya sekolah putri ibu. Saya akan meminta kakek saya untuk memberikan beasiswa full untuk putri Ibu sebagai permintaan maaf Saya.” “Eh~..”                          “Kebetulan Kakek Saya pemilik yayasan Bu.” Terang Dipta tidak bermaksud menyombongkan diri sebagai cucu pemilik yayasan. “Terimakasih Den, terimakasih.” Ucap sang Ibu menggenggam tangan Dipta erat. Dipta tersenyum ramah. “Maafkan gadis tadi ya Bu. Maaf kalau tadi ibu dengar bahasanya sedikit kasar.” “Pacarnya aden ya nonanya, cantik Den baik.” Puji sang Ibu tulus, Dipta tersenyum sumringah saat gadis yang namanya saja dia tidak tahu disebut sebagai kekasihnya. “Calon istri Saya Bu.” “Sedang berantem ya Den? Nonnya terlihat marah tadi.” “Biasa PMS Bu. Oh, iya Ibu disini saja sebentar. Tunggu teman Saya, biar nanti teman Saya yang antarkan Ibu pulang.” “Nggak usah Den, Saya nggak papa Den.” “Nggak papa Bu, nanti calon istri saya marah kalau tahu Ibu tidak saya perlakukan dengan baik.” Dipta mengerlingkan matanya. Padahal dalam hati ia merutuk kebodohannya sendiri. Boro-boro calon istri, tahu namanya saja tidak. Kalau gadis tadi itu tahu Dipta mengaku sebagai calon suaminya, bisa tamat riwayat Dipta. Galak Cuy! Gue cari ah entar, lumayan gue jadiin pacar. Cantik weiih!!!   Dipta terkekeh pelan membuat kedua sahabatnya menyerngit, matanya memandang lurus ke arah seorang gadis yang tengah bergurau dengan dua sahabatnya. Selalu jadi yang paling cantik njir, ucapnya bermonolog. Wanita diujung lapangan itulah yang baru saja membuat  laju otaknya kembali mundur ke masa silam, memori pertama kali saat ia bertemu dengan gadis tersebut. Meski setelahnya, rencananya untuk menjadikan gadis tersebut pacar hanyalah menjadi angin lalu atas pintasan otak kecilnya yang kagum atas kelakuan berani gadis tersebut. Ardira Maesaty, Dipta memanggil nama gadis tersebut pelan dalam hatinya, tak ingin kedua sahabatnya mendengar bisikan hatinya. Setelah itu ia kembali terkekeh membuat sahabatnya melayangkan tangan untuk menoyor kepalanya yang sepertinya konslet. “Gila!" Dengus Rio. Sedangkan Aldo menatap kelakuan Dipta, jijik. Bisa-bisanya sahabatnya memperlakukan Diraseperti itu. Minta ditendang b****g mereka. “Ibab, palak gue Tan!" Makinya kesal.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

After That Night

read
8.3K
bc

BELENGGU

read
64.4K
bc

Revenge

read
15.2K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
7.2K
bc

The CEO's Little Wife

read
626.7K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.2K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook