bc

False Eternity

book_age16+
64
FOLLOW
1K
READ
adventure
witch/wizard
drama
mystery
genius
witty
male lead
magical world
special ability
war
like
intro-logo
Blurb

Sore itu harusnya menjadi akhir riwayat Verx. Mati dari aksi bunuh diri dengan kepala hancur berantakan. Tapi tidak. Dia selamat dari tindakan bodohnya.

Dalam waktu yang bersamaan, seorang gadis juga ikut terjatuh ke tempat Verx berada. Pertemuan mereka menjadi sebuah awal dalam perjalanan mencari benda bernama Kristal Warna.

Perjalanan mereka tidaklah mulus karena ada banyak hal terjadi. Dalam petualangan itu, berbagai misteri juga ikut terkuak seiring berjalannya waktu. Apakah ada alasan serta tujuan lain di balik pencarian mereka?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 : Maniak Bunuh Diri
Sebuah jembatan membentang cukup panjang, menghubungkan antara satu tebing ke tebing lainnya. Angin berembus kencang, mengibarkan jubah hitam seorang pemuda yang kini berdiri tegak di atas pembatas jembatan sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Bola mata hijau pemuda itu menatap lurus sungai panjang yang berada tepat di bawah sana. Tidak ada seorang pun selain dirinya di sini, sebab tempat ini berada di dalam hutan, bersebelahan dengan desa kecil tanpa penduduk. Sesekali pemuda tersebut menghela napas berat. Dan kini, ia merentangkan kedua tangannya sembari mempersiapkan diri. “Hm, sepertinya ini sudah cukup. Sekarang aku akan mati, lalu hidup tenang di Alam Mimpi nanti. Hahaha,” ucapnya sambil tertawa lepas. Tiba-tiba ia melompat dari atas jembatan. Itu bukanlah langkah yang tepat. Di bawah sana terdapat banyak bebatuan dan air sungainya begitu dangkal, bahkan hanya beberapa jengkal saja. Suara percikan air terdengar, sungai yang tadinya jernih kini dipenuhi oleh warna merah darah. Tubuh pemuda bodoh tadi pun dipenuhi oleh luka, lehernya patah, dan kepalanya retak. *** Sementara itu, di dalam hutan. Seorang gadis tengah berlari sekuat tenaga, mencoba menghindar dari beberapa pria bersenjata. Napasnya tersengal, kakinya sakit, ditambah detak jantungnya kian tak beraturan. Tepat di hadapannya terdapat sebuah pagar bambu sebagai pembatas tebing. Tanpa mau mengindahkan pagar tersebut, si gadis langsung merobohkannya. “Hei! Gadis bodoh itu malah terjun!” seru seorang di antara para pria tadi. Serentak mereka menghentikan langkah, kemudian melirik ke bawah tebing. “Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi. Cepat kembali dan segera melapor bahwa gadis yang hendak meracuni jenderal itu telah mati.” Satu dari mereka langsung berbalik setelah menyimpan pistol ke balik pakaian. “Baik, Pak!” Para pria itu pun mengekor di belakang pria tadi. *** Di bawah tebing yang ditinggalkan para pria itu, gadis tadi telah digendong layaknya seorang puteri oleh pemuda berjubah hitam. Akibat jatuh dari ketinggian beberapa puluh meter, serta kelelahan, tubuh si gadis melemas dan kehilangan kesadaran. Namun, beruntung ada pemuda yang berhasil menangkapnya dari bawah sana, sehingga dia tidak mati. Pemuda berambut hitam panjang itu langsung membaringkan gadis berambut pirang panjang yang digendongnya setelah sampai di tepian sungai. Ia kemudian menatap kembali jembatan di atas sana yang menghubungkan dua tebing. Tepat di salah satu tebing itu terdapat sebuah desa kecil, tetapi telah lama tak berpenghuni. Tangan ia letakkan pada kening, lanjut menerawang jembatan. “Hm, entah kenapa ini membuatku kesal.” Keningnya berkerut, lalu mulutnya mulai menggerutu, “Sialan, aku ingin mati. Tapi kenapa tidak bisa mati? Kenapa? Menyebalkan!” Lelah sebab tak ada yang berubah, ia pun menghela napas. Matanya terarah pada gadis yang baru saja ia tangkap. “Hehehe, karena aku tidak dapat mati walaupun sudah terjun dari atas sana, maka tidak akan kubiarkan orang lain mati agar dapat merasakan penderitaanku ini.” Dengan santainya pemuda tersebut duduk bersila di sebelah si gadis. Keheningan pun terjadi cukup lama, hanya suara jangkrik yang menggema di dalam ngarai ini. Ia kemudian menyatukan kedua tangan untuk menopang dagu sembari menatap tajam ke depan. Hari sudah mulai gelap, tetapi gadis tadi tak kunjung sadar. Tidak mempedulikan keadaan gadis itu, si pemuda terlihat sedang fokus memikirkan hal lain. Kepalanya memanas, tetapi untung tak sampai mengeluarkan asap. Bagai mengimbangi suara jangkrik, kerongkongannya terus mengeluarkan bunyi sedari tadi. “Bagaimana sekarang? Bagaimana sekarang? Apa yang harus kulakukan pertama kali saat gadis ini bangun? Berpikirlah diriku!” Ia menepuk wajah menggunakan kedua tangan. Keringat dingin keluar dari pori-pori, lalu membasuh sekujur tubuhnya. Namun, sebelum menemukan solusi, tanpa ia sadari, gadis yang diselamatkannya telah sadar kembali. Gadis tersebut langsung melompat ke samping saat melihat pemuda di sebelahnya. “Si-siapa kau?” tanya gadis itu. “Eh?” Pemuda tadi tersentak dan memalingkan pandangan ke arah si gadis. “Anu ... kau sudah sadar?” Gadis tersebut langsung mengambil sebuah pistol dari balik pakaiannya dan menembak tanah di hadapan si pemuda. “Ka-kau apakan aku?” “Itu, aku menganumu—” Hening beberapa saat, dan wajah si gadis tiba-tiba memerah. “Dasar m***m!” Si gadis spontan menendang pemuda itu sampai berguling-guling di tanah. Hidung pemuda itu langsung berdarah dihantam oleh tendangan si gadis. Masih belum puas, gadis tadi memasukkan kembali pistolnya dan menghajar pemuda tak berdaya tersebut. Dalam waktu singkat, wajah mulus si pemuda langsung bonyok. “Awas saja jika kau berani padaku lagi!” Dengan kesal gadis itu pergi dari sana. “Apakah dia sangat kesal karena aksi bunuh dirinya kugagalkan?” gumam si pemuda yang telah berlinang air mata penyesalan. Cahaya langsung terpancar dari kepalanya, membuat semua lukanya hilang dalam hitungan detik. Ia kemudian bangun sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “Meskipun cuaca sedang bagus, berjalan ke sana demi bunuh diri itu tidak baik.” Kening si gadis berkerut, dia dengan cepat berada di depan si pemuda dan melancarkan sebuah pukulan. Pemuda itu tidak sempat bereaksi, sehingga ia sekali lagi jatuh terbaring di tanah. “Siapa yang kau bilang ingin bunuh diri, hah?” Sambil membunyikan jari, si gadis mengucapkan kalimat tersebut. Gadis ini menyeramkan, pikir pemuda yang kembali basah oleh keringat. Namun, kali ini dia bangkit berdiri dengan santai, lalu menatap si gadis. “Di sana terdapat banyak makhluk mengerikan, sebaiknya kau tak ke sana.” Sifatnya langsung berubah, dari yang tadinya konyol menjadi tenang. “Oh iya, namaku Verx, salam kenal,” lanjutnya sembari menjulurkan tangan. Sekarang si gadis menjadi tenang kembali, meskipun masih kesal karena kelakuan Verx. “Baiklah, namaku Alicia.” Gadis tersebut tak menerima uluran tangan Verx, sehingga pemuda itu hanya bisa menarik kembali tangannya. Menyilangkan kedua tangan di d**a, Alicia lantas memberi peringatan, “Jangan berani menggangguku lain kali, kau mengerti? Ataukah masih ingin mengulang aksi tak bermoralmu?” “Tak bermoral?” Saat itu Verx langsung tersadar akan inti masalah ini. “Jangan bilang kalau kau berpikir aku bernafsu saat melihat melon kecilmu itu?” “Maksudmu aku tidak menarik?” Satu pukulan langsung melesat ke perut Verx, hingga membuat mulutnya menganga. “Hm!” Alicia lantas berbalik dan menjauh. Dilihat dari mana pun, tidak mungkin ada yang ingin berkencan dengan gorilla sepertimu. Verx mengelus-elus perutnya yang sakit terkena tinjuan. Namun, ia merasa cukup tertarik untuk memperhatikan gadis itu. Lagipula, sekarang dirinya tidak memiliki kesibukan tertentu. Mendadak, suara alam memanggil Verx. “Aku lapar ....” Bulan bersinar terang di angkasa, Verx berjalan di belakang Alicia karena tak tahu harus ke mana. Mereka tidak mengobrol satu sama lain, hanya terus melangkah tanpa ada niat memulai sebuah percakapan. Memang sangat wajar, sebab mereka berdua baru saling kenal tadi. Sejenak, Verx menghentikan langkah, menengadahkan kepala menatap rembulan. Dari sini ia mulai teringat kembali pada hari itu. Tak ingin mengenang masa lalu, ia kembali berjalan, mengekor di belakang Alicia. “Hei, sebaiknya kita tidak pergi lebih jauh ke sana. Terlalu berbahaya mengingat bulan tengah bersinar dengan terang,” kata Verx memperingatkan Alicia. Gadis itu berbalik setelah menghentikan langkah. “Kau bodoh ya? Justru berjalan di bawah sinar bulan itu lebih bagus daripada dalam gelap malam.” “Percayalah padaku! Sangat berbahaya bagimu kalau memang tak mau bunuh diri.” Sekarang Verx duduk bersila di tanah sambil menatap gemerlap bintang di angkasa.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook