-Waktu merubah banyak hal, termasuk kamu.-
-Ashilla Rahma-
Shilla masuk ke dalam ruangan Arka dengan tergesa gesa. Panggilan Arka memang tak pernah bisa di bilang anteng. Selalu melebihi nyaringnya suara sirine. Shilla sudah berlari terburu buru takut kalau itu adalah panggilan penting. Tapi nyatanya, Arka sedang duduk santai sambil melipat kakinya. Sesuka itu Arka mempersulit hidupnya.
Ada bercak merah di kerah baju Arka. Membuat Shilla lantas mengambil nafas dalam dalam. Termakan kata kata Hassel adalah kebodohan. Dan ia tak bodoh.
“ Ada apa Pak? “ tanya Shilla dengan sangat sopan. Di dalam hatinya, ia sudah mencoba untuk setenang mungkin.
“ Temani saya makan siang. “ perintah Arka tanpa melihat wajah keterkejutan Shilla.
Dengan banyak cara, Shilla memikirkan untuk menolak Arka. Tapi mulut Arka lebih cepat dari bayangan Shilla. Membuat perempuan itu kelu sebelum berpikir.
“ Ini perintah, bukan untuk di bantah. Kamu berani bantah, kamu yang akan nyesel sendiri. “
Dan sorot mata Shilla langsung pudar seketika. Ia hanya mengangguk dengan pasrah. Tapi otaknya ternyata masih bisa di gunakan untuk berpikir.
“ Bukannya Bapa sudah makan siang? Bareng pacar Bapa? “
Pacar, kata yang keluar dari mulut Shilla itu seolah menyakiti si pemilik lidah. Dengan tegarnya Shilla mengatakan itu padahal tak sanggup. Berpura pura memang sudah jadi andalan Shilla.
“ Siapa yang kamu lihat?! “ mata Arka menghunus tajam ke arah Shilla. Terkejut karena alasan itu yang Shilla pilih untuk menjauhinya. Arka sudah berhati hati. Tapi keberadaanya dengan wanita itu ternyata di ketahui Shilla. Sial!
“ Te-men Pak, yang lihat. “ jawab Shilla dengan ragu ragu.
“ Gosip! Divisi mana! Cepet! Bilang! “
Dan Shilla langsung membelalak, “ Bapa mau mecat mereka? Jangan Pak! “ sela Shilla dengan nada memelas. Tak bisa ia bayangkan empat perempuan itu kalau tak bisa bertemu dan saling ghibah.
“ Kenapa kamu ngelarang saya? Kamu punya hak apa memangnya.”
Dan Shilla hanya diam dengan wajah tertunduk.
“ Sekarang ikut saya, makan siang. “
Dan Arka langsung bangkit dengan meraih jasnya dan berjalan melewati Shilla yang masih tertunduk.
“ Kenapa masih diem di situ? Cepetan. “ hardik Arka dengan tak sabaran. Shilla langsung mengikuti laki laki itu di belakangnya. Rasanya, kalau Arka tak punya kendali akan isi dompetnya. Ia takan mau menurut dengan Arka semudah ini. Takan.
^^^
Makan siang itu hanya di d******i oleh cumi dan seafood lainnya. Bukan hal yang aneh memang. Tapi itu semua adalah makanan kesukaan Shilla. Entah kesengajaan atau memang di sengaja. Arka hanya diam tanpa melihat ekspresi Shilla.
“ Jangan cuman di liat, di makan. Kamu pikir itu pajangan.“ todong Arka yang sejak tadi hanya melihat Shilla memandangi piring piring itu. Shilla langsung mempercepat laju makannya dan mengunyah dengan cepat.
“ Di makan, bukan makan dengan rakus. “ sela Arka dengan nada ketus. Ingin rasanya Shilla menyeruput kuah kepiting saos padang banyak banyak di mulutnya, dan menyemburkannya ke wajah tampan Arka. Kalau bisa tepat di manik mata Arka.
“ Siapa yang selalu nelfon kamu buat cepet pulang Shilla? “
Pertanyaan dingin itu membuat Shilla menghentikan aktifitas mengunyahnya. Dengan sangat berat ia menelan daging kepiting yang terasa masih menyangkut di tenggorokannya. Mencapit pita suaranya.
“ Apa Pak? “ tanya Shilla agar Arka mengulangi pertanyaanya.
“ Siapa yang selalu nelfon kamu buat cepet pulang. “ tukas Arka lagi dengan tak sabaran. Kali ini Shilla benar benar yakin kalau kepiting itu masih menyangkut di tengggorokannya. Shilla langsung meminum segelas air dengan cepat sampai isinya tandas.
“ Keluarga saya Pak,“ jawab Shilla dengan sekenanya.
“ Mantan suami kamu? “
Dan mendengar pertanyaan Arka itu sontak membuat tubuh Shilla menegang seperti di sengat arus listis berjuta volt. Arka sudah ingin menanyakan ini setelah melihat status Shilla.
“ Bukan Pak. “
“ Kalau beg- “
“ Ini lingkup kerja Pak, bukannya di larang untuk menanyakan hal hal bersifat pribadi. “ ucap Shilla dengan polosnya dan selesai mengucapkan itu, Shilla memilih membungkam mulutnya dengan nasi penuh penuh. Arka tak bisa mengelak walaupun ia tampak marah. Dengan banyak cara pun, ia takan bisa membuat Shilla berbicara. Gadis itu akan senantiasa bungkam. Dan gerakan Arka yang tiba tiba itu sontak membuat Shilla panik.
“ Pak! Bapa baik baik aja kan…?! “ Shilla langsung berlari ke sisi meja yang di duduki Arka.
Laki laki itu mengerang dan memegangi kepalanya dengan sangat kencang seperti kesakitan, amat. Amat sangat kesakitan sampai Arka terlihat sangat tersiksa dan sesekali memukuli kepalanya. Shilla sangat takut di buatnya.
“ Arka kamu kenapa!? “
Dan untuk pertama kalinya, mulut Shilla menyebutkan nama itu.Nama itu lolos dari mulut Shilla. Nama yang ia keramatkan untuk takan pernah ia panggil lagi sepanjang umurnya. Dan setelah itu, erangan Arka terhenti dan mata itu sepenuhnya tertutup.
“ Arka?!! “ teriak Shilla dengan takut. Ia takut, ternyata ada hal yang tak bisa di rubah oleh waktu. Nyatanya, Shilla tetap ketakutan kehilangan Arka. Amat sangat takut.
^^^
Mata nyalang Arka menyelibati ruangan itu sampai ia sadar kalau ia ada di rumahnya sendiri. Kamarnya malahan. Sesekali tangan Arka kembali mencengkeram kepalanya. Sakit. Tapi tak membuahkan hasil.
“ Silahkan di minum teh hangatnya Pak. “ Shilla masuk dengan teh yang mengepulkan asap ke udara. Arka mau tak mau melampiaskan senyum pada Shilla. Tapi perempuan itu acuh.
“ Silahkan. “ Shilla memberikan cangkir itu dengan tanpa ekspresi. Arka malah menautkan keningnya karena heran. Ia baru merasa kalau Shilla masih memiliki kepingan perasaan yang sama dengannya. Karena itu ia hanya butuh jawaban, dan ia kan kembali menggenggam Shilla seperti dulu.
“ Kamu engga perlu nutupin kekhawatiran kamu, saya tau kamu masih Shilla yang dulu. “
Dan Arka langsung menarik tubuh Shilla, merapatkan tubuh wanita itu mendekati tubuhnya. Kening mereka bertautan tanpa alasan. Arka hanya ingin, ia dan Shilla. Tak ada yang lain.
Nyatanya Shilla berpemikiran lain, ia memberontak dan menoba melepaskan diri. Cengekraman Arka tak membuat ia putus asa.
“ Lepas, Pak. “
“ Engga, dan jangan panggil Pak. “
“ Pak Arka. Saya mohon! Dengan sangat! “
Panggilan Shilla itu justru membuat Arka kesal, ia sangat marah kenapa Shilla selalu membentangkan garis itu. Seolah ia tak boleh mendekati wanita itu dalam aspek apapun.
“ Lepas Pak! “ masih dengan usaha yang sama, tapi Arka bukan tandingannya. Tubuh kekar Arka pastilah menyimpan tenaga yang lebih besar dari Shilla.
“ Apa yang buat kamu pergi, delapan tahun yang lalu Shil? Karena mantan suami kamu? Kamu selingkuh Shil? Di belakang aku??? “
Arka mendekatkan wajahnya dan menekan Shilla dengan tatapannya. Jawaban itu, adalah jawaban yang takan pernah Shilla katakan.
“ Shilla! Ashilla Rahma!! “ geram Arka dan Shilla tak bisa menahannya lagi. Ia selalu di posisi yang di salahkan atas semuanya.
“ Kamu!! Kamu yang buat aku pergi! Semua karena kamu!!! Karena keegosian kamu! “