Tidak Bisa Berkomitmen

1279
Pamor Ashana sebagai seorang penyiar berita di sebuah stasiun bisa disejajarkan dengan artis-artis ternama tanah air. Ia sering didapuk sebagai pembawa acara di banyak acara penting, bahkan diundang secara khusus untuk menyambut delegasi dari negara tetangga di Istana Kepresidenan. Namanya dikenal banyak orang. Predikat sebagai seorang penyiar tanpa terpuji pun disematkan. Setiap melakukan pekerjaannya, ia berusaha sebaik mungkin untuk menguasai materi berita sebelum kamera dinyalakan. Kepiawaiannya dalma menyampaikan berita pun tak perlu diragukan lagi. Setiap berita yang dibawakannya terasa jauh lebih segar. “Good job. Thanks for today ya, Shan. Kerja kamu selalu memuaskan. Rating acara kita selalu bagus,” ucap Pak Andreas selaku ketua produksi Sapa Indonesia—program berita yang dibawakan Ashana. Beliau menepuk pelan pundak Ashana yang baru saja turun dari podium siaran. “Kamu tau Pak William?” “Pak Willian yang mana, Pak?” sahut Ashana. “Yang punya Sarayu Hotel. Tau, kan?” ucap Pak Andreas. Ashana mengangguk. “Beliau minta saya untuk sampaikan sesuatu ke kamu.” “Soal apa, Pak?” “Anaknya yang nomor tiga minat sama kamu. Pak Andreas minta saya untuk atur waktu temu kamu dengan anaknya. Apa kamu ada waktu?” Hubungannya dengan Rakyan memang sengaja disembunyikan. Ia tak ingin keintiman hubungan mereka menjadi konsumsi publik. Ashana pernah menjadi korban para juru warta. Berita saat dirinya kedapatan memuntahkan makanan saja menjadi tajuk berita. Padahal, kenyataannya saat itu dia sedang tidak dalam kondisi yang sehat. Asam lambungnya naik dratis. Semua makanan, mau apapun itu bentuknya pasti selalu dimuntahkan. Karena berita itu, ia dianggap sebagai seseorang yang suka membuang makanan. Namun, dengan penjelasan pun akhirnya kesalahpahaman bisa diselesaikan. Duh, bagaimana ini? Jawaban apa yang harus diberikannya? Apa mungkin sudah saatnya semua orang mengetahui hubungannya dengan sang kekasih? “Gimana, Shan?” tanya Pak Andreas. Ashana terlihat bimbang. “Ini kesempatan bagus untuk kamu. Kalau kamu sampai nikah sama anaknya, hidup kamu akan senang. Sudah jelas kalau anak-anaknya akan jadi pewaris semua cabang Sarayu Hotel. Jangan buang kesempatan. Kesempatan bagus nggak akan datang dua kali.” “Maaf, Pak. Saya nggak bisa. Saya sudah punya pacar. Saya harus jaga perasaan pacar saya,” jawabnya sopan. “Kamu sudah punya pacar?” sahut Pak Andreas. Ia mengangguk. “Kok nggak pernah bilang-bilang? Wah, saya minta maaf. Saya pikir kamu belum punya pacar. Kenapa nggak dikenalin ke kita-kita.” “Dia nggak terlalu suka disorot, Pak. Setiap jemput pun, cuma mau di depan gedung dan nggak pernah masuk. Jadi, saya harus hormati keputusan dia.” “Tapi, beneran nih kamu nggak mau coba dulu? Siapa tau kamu malah jodohnya sama anaknya Pak William.” Ashana tetap berusaha memasang tampang sopan, meskipun Pak Andreas tetap berusaha untuk mengomporinya. Sekali lagi, ia menggeleng. “Ya sudah. Biar nanti saya sampaikan ke beliau kalau kamu nggak bisa.” “Terima kasih ya, Pak. Saya pamit pulang.” “Memangnya pacarmu siapa, Shan?” “Ada, Pak.” Ashana menginggalkan laki-laki paruh baya itu di studio siaran. Kenapa sih orang-orang begitu tertarik dengan kehidupan pribadinya? Jangan sampai ia menyesali keputusan untuk menjadi seorang penyiar berita. *** Hubungannya dengan Rakyan memang sudah berjalan 3 tahun lamanya. Pertanyaan ke mana hubungan mereka akan bermuara pun sudah sering dipertanyakan oleh kedua orang tua Ashana. Untuk pertanyaan yang satu itu, ia tak bisa memberikan jawaban. Lebih tepatnya, ia tak tahu harus menjawab apa. Ashana sama seperti wanita lainnya. Menikah denga laki-laki yang dicintai jelas menjadi mimpinya. Namun, mengingat bagaimana sifat sang kekasih sepertinya mimpi itu harus ditahan. Rakyan belum siap untuk membangun sebuah komitmen. Bukankah usia keduanya sudah matang dan pantas untuk berumahtangga? Ya, benar. Ada satu hal yang selalu membuat laki-laki itu tak berani untuk melangkah lebih maju dalam berhubungan. Kadang, Ashana ingin menyerah. Hubungan itu berjalan di tempat dan tak jelas bagaimana akhirnya. Namun, setiap kali mengingat semua perlakukan penuh cinta yang diberikan Rakyan, semua itu seolah tak dipikirkan. “Bie, kita sudah tiga tahun, loh.” Rakyan mendelik menatap ke arahnya. “Lumayan lama juga ya, Bie.” “Kamu kenapa? Ada yang mau disampaikan ke aku?” “Kita bakalan nikah nggak, sih?” tanyanya. Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. Ashana sedikit merinding melihat raut wajah masam sang kekasih yang tiba-tiba muncul. “Bie, maaf. Aku nggak bermaksud ....” “Kamu nggak nyaman dengan hubungan kita?” sahut Rakyan. Ashana menggeleng. “Terus? Mau kamu yang kayak gimana? Kamu merasa terbebani berhubungan sama aku? Kamu nyesal?” “Nggak, begitu.” Diusapnya lengan Rakyan lembut. “Jangan salah paham dulu. Aku kan cuma tanya tujuan dari hubungan ini apa. Kamu jangan marah.” “Kamu kan sudah tau kalau aku nggak siap untuk berkomitmen.” “Siapnya kamu kapan, Bie? Kalau masalah karierku, kamu nggak usah khawatir. Mereka ngebolehin aku untuk tetap kerja, meskipun sudah menikah. Kalaupun nanti setelah menikah aku hamil pun aku tetap bisa kerja, kok.” “Masalahnya nggak semudah itu, Shan!” bentak Rakyan. “Kamu nggak ngerti gimana beratnya hidup aku! Kamu ngomong soal anak? Aku nggak suka! Kamu kan sudah tau semua masalahku. Aku paling nggak suka kalau kamu bahas soal ini. Aku cerita ke kamu semuanya. Semuanya!” “Aku minta maaf, Bie. Sebenarnya aku nggak mau membebani pikiran kamu. Aku minta maaf, ya. Aku nggak akan tanya-tanya lagi soal ini. Aku janji.” Ashana berusaha untuk menurunkan tensi amarah Rakyan. Setiap menjurus soal pernikahan dan anak, laki-laki itu pasti langsung menegang. Ujung-ujungnya, ia lah yang harus meminta maaf. Ahana begitu mencintai Rakyan. Semarah apapun laki-laki itu, sama sekali tak akan mengurangi kadar cintanya. Tak ada cara lain. Ashana berinisiatif untuk membangunkan sesuatu yang masih tertidur di bawah sana. Diusapnya perlahan. Rakyan mulai menunjukkan reaksi. Wanita itu melenggak-lenggokkan pinggulnya di depan wajah sang kekasih. “Jangan marah lagi,” bisiknya nakal. Rakyan tersenyum. Ashana meraih lengan kekar sang kekasih dan menggandengnya masuk ke kamar. “Lanjut di kamar.” *** Nikmatnya surga seringkali membuat keduanya ketagihan. Awalnya, mereka hanya coba-coba karena saking penasarannya. Namun, niatan coba-coba itu justru menjadi pintu gerbang menuju kubangan lumpur dosa. Setidaknya, mereka rutin melakukan itu 3 sampai 5 kali dalam sepekan. Mau sesibuk apapun, harus tetap disempatkan. Gejolak gairah tak akan pernah bisa untuk ditahan. Rakyan sadar betul kalau sikapnya sudah merugikan Ashana. Sebagai seorang laki-laki, ia bisa dibilang sebagai pecundang yang hanya mau bagian enaknya saja. Beban menjadi anak yang tak dicintai ibu kandungnya lah yang menempa sikapnya sampai sedemikian rupa. Rakyan selalu menyalahkan diri karena sudah lahir ke dunia. Ia tak pernah bisa melupakan tatapan penuh kebencian sang Ibu yang selalu tersorot ke arahnya tiap kali keduanya bertemu. Dianggap sebagai anak pembawa sial sudah tak menjadi hal aneh untuknya. “Mungkin kamu bisa jauh lebih bahagia kalau nggak berhubungan dengan aku,” ucapnya pelan di telinga Ashana ketika permainan sudah sepenuhnya selesai. “Kamu bisa menikah dengan laki-laki yang nggak takut berkomitmen.” Ashana yang terkejut mendengar ucapan kekasihnya segera bangun, ditatapnya Rakyan yang masih terbaring berbantalka kedua lengannya. Ia meminta laki-laki itu untu bangun. Keduanya saling menatap. “Kamu ngomong apa, sih?” ucap Ashana. “Kalau kamu nggak bisa, okay. Aku nggak masalah. Aku bisa nunggu sampai kamu siap.” “Mau sampai kapan, Sayang? Kalau nanti akhirnya kita nggak nikah, apa kamu nggak apa-apa?” Ashana terdiam. Bukan ini yang diinginkannya. Meskipun harus menunggu lama tak akan menjadi masalah baginya. Asalkan, suatu saat nanti hubungan itu bisa berlabuh di sebuah ikatan bernamakan pernikahan. Melihat diamnya sang kekasih membuat Rakyan berpikir. Ia menggenggam tangan Ashana dan mengecupnya mesra. “Aku harap aku nggak setakut ini untuk berkomitmen. Aku nggak mau membuat kamu bosan menunggu. Kalau nantinya kamu bosan, kasih tau aku supaya aku bisa lepasin kamu.” “Kian ... aku nggak mau kamu lepasin aku.”
신규 회원 꿀혜택 드림
스캔하여 APP 다운로드하기
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    작가
  • chap_list목록
  • like선호작