Olin bukan satu-satunya perempuan yang menyukai Rafka. Itu adalah hal yang diketahui oleh Olin lewat desas-desus orang sekitarnya dan juga lewat gerak-gerik orang-orang yang menyukai Rafka secara langsung. Dan di kelasnya, salah satu orang yang menyukai Rafka adalah Farah, perempuan manis berambut ikal yang merupakan teman sekelas mereka.
Olin bisa mengetahui kalau Farah menyukai Rafka karena memang perempuan itu menunjukkan rasa sukanya secara terang-terangan. Entah itu dengan menceritakannya kepada banyak orang di kelas, termasuk Olin dan teman-temannya yang lain, sampai menunjukkan rasa sukanya secara langsung, walau Rafka tidak pernah menanggapi. Olin bahkan pernah memergoki Farah sedang memotret Rafka diam-diam dengan ponselnya, padahal peraturan di sekolah mereka melarang untuk membawa ponsel.
Kehadiran Farah dan rasa sukanya terhadap Rafka merupakan salah satu alasan mengapa Olin memilih untuk menutupi rasa sukanya terhadap Rafka secara rapat-rapat.
Pertama, Farah itu manis dan tidak gendut seperti Olin. Farah juga bisa dikategorikan pintar. Banyak laki-laki yang naksir Farah karena itu. Farah juga baik dan ramah, ia pun berteman dengan Olin dan mereka tidak jarang mengobrol dan pergi ke kantin bersama. Dan yang paling membuat Olin merasa minder jika menganggap dirinya saingan Farah adalah fakta kalau Farah termasuk rombongan yang cukup populer di sekolah, berbanding terbalik dengan Olin yang eksistensinya mungkin bagaikan bayangan yang kerap diabaikan.
Jika Rafka balas menyukai Farah, Olin dan semua orang pasti tidak akan heran. Sebab itu adalah suatu hal yang wajar. A guy like him deserves a girl like her. Semua orang pasti berpikir begitu. Namun, entah mengapa, kala itu Rafka tidak beranggapan seperti itu. Tidak sepemikiran dengan orang-orang bahwa dirinya dan Farah adalah dua orang yang pantas untuk disatukan. Mungkin karena saat itu Rafka menganggap bahwa dirinya masih terlalu kecil untuk merasakan cinta-cintaan. Atau mungkin juga diam-diam Rafka menyukai orang lain. Entah lah.
Yang pasti, Rafka selalu menghindari Farah dan selalu menyangkal setiap kali teman-teman kelas menggoda mereka. Di saat Farah tersipu dan tersenyum malu-malu, Rafka justru memasang wajah masam. Dan untuk hal yang satu itu, Olin merasa lega. Karena jujur saja, ia tidak siap untuk patah hati jika hal yang terjadi justru sebaliknya.
Sampai pada akhirnya, hari yang membuat Olin merasakan patah hati untuk yang pertama kali tetap datang dan tak bisa dihindari.
Waktu itu hari Selasa, kelas Olin kebagian untuk melaksanakan jadwal piket umum pada pagi itu, Olin ingat sekali. Semua anak perempuan di kelas yang sudah datang pun berkumpul di halaman sekolah dengan memegang sapu lidi di masing-masing tangan, membersihkan dedaunan kering yang ada di sana. Karena jika tidak, mereka pasti akan dimarahi oleh Bu Dolly, guru mereka yang berdarah Batak dan kerap kali marah jika siswa tidak menjalankan piket umum yang sudah dijadwalkan.
Olin menyapu dengan hati riang sembari mengobrol dan bercanda dengan teman-temannya. Sesekali mereka juga mengomeli kegiatan piket umum ini dan membicarakan Bu Dolly yang sebelumnya menciduk mereka di dalam kelas dengan menggedor pintu sambil membawa sapu lidi. Hingga pada akhirnya, semua keceriaan Olin dan senyumannya lenyap saat Farah tiba-tiba datang dengan setengah belari menuju rombongan mereka dan ia segera memeluk Fika yang ada di samping Olin setelah sampai.
"Fikaaaa!" Farah berseru dan terdengar bahagia sekali hingga beberapa orang memerhatikannya, termasuk Olin.
Fika nampak terkejut namun ia juga tidak bisa untuk tidak ikut tersenyum melihat teman dekatnya terlihat bahagia sekali. "Widih, kenapa nih?"
Farah melepaskan pelukannya dan ia tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Melihatnya, entah kenapa perasaan Olin jadi tidak enak. Olin pun kembali melanjutkan kegiatan menyapunya dan berlagak seolah-olah tidak peduli pada Farah walau diam-diam ia menajamkan pendengaran untuk mencari tahu apa penyebab dari kebahagiaan teman sekelasnya itu.
"Tau nggak?" Farah justru balas bertanya dengan nada riang yang sangat kentara.
"Tau apa?"
"Coba tebak deh! Hehe."
"Yaelah, langsung aja kali. Emangnya TTS mesti ditebak-tebak dulu?"
Farah kembali terkekeh. Dan dari ujung matanya, Olin melihat Farah memeluk Fika sekali lagi. Kali ini, disela pelukannya ia berujar, "Aku udah jadian sama Rafka."
Olin rasanya langsung lemas di tempat dan ia hampir saja menjatuhkan sapu lidi yang ada di tangannya kalau saja ia tidak cepat-cepat sadar jika tindakan seperti itu bisa saja menimbulkan kecurigaan.
Di saat Olin terkejut dan berusaha untuk mengenyahkan perasaan menyesakkan yang menyerang dirinya, Fika dan beberapa orang lain yang juga terkejut justru memekik senang.
"Beneran?" Ada yang bertanya, entah siapa. Olin tidak sampai hati untuk menolehkan kepala pada mereka.
Farah mengangguk.
"Kok bisa sih? Kapan jadiannya? Cerita dong!"
"Baru aja semalem," jawab Farah. "Rafka tiba-tiba SMS aku terus langsung nembak deh, katanya dia juga udah lama suka sama aku. Sumpah, aku masih nggak percaya! Dan aku seneng banget!"
Hanya karena mendengar itu sudah cukup untuk membuat seluruh keceriaan Olin lenyap tak berbekas. Ia langsung bungkam dan harinya terasa muram, sebab Olin baru saja merasakan patah hati untuk yang pertama kalinya.
Ketika mereka semua berjalan masuk kembali menuju kelas setelah bel berbunyi dan piket umum selesai, Olin berjalan tanpa semangat di belakang dan tidak berbicara apa-apa. Sementara Farah dan rombongannya berjalan paling depan. Mereka semua tidak sabar untuk melihat bagaimana interaksi Farah dan Rafka yang baru jadian, mengingat Rafka dan rombongannya tadi tidak piket umum karena memang mereka hobi datang di detik-detik terakhir sebelum bel masuk berbunyi.
Kelas langsung heboh ketika Farah masuk. Hampir semua penghuni kelas yang telah mengetahui gosip tentang Rafka dan Farah yang secara mengejutkan mengalir dengan cepat membicarakan mereka berdua dan menggoda mereka. Farah nampak malu-malu, sementara Rafka...Olin tidak berani melihatnya. Ia sama sekali tidak menoleh pada laki-laki itu dan hanya melewatinya ketika mereka berpapasan. Sampai pelajaran pertama dimulai dan godaan-godaan itu reda, Olin mengabaikan Rafka.
Menganggapnya tidak ada hanya karena Olin tidak ingin merasa semakin sesak karena melihatnya.
Lalu, di saat pergantian jam pelajaran, Rafka sepertinya menyadari ada yang berbeda dari Olin pada hari itu. Karena Rafka menghampirinya dan bertanya, "Kamu kenapa, Lin?"
Olin cukup merasa tersanjung ditanya seperti itu, namun ia cepat-cepat menyangkal rasa itu. Ia hanya melirik Rafka sebentar dan kemudian menggelengkan kepala.
Mereka tidak berbicara lagi setelahnya. Olin pun lebih memilih duduk diam di tempat duduknya dan pura-pura membaca buku pelajaran, bahkan saat di jam istirahat juga. Sejujurnya, Olin sedikit menyesali keputusannya untuk berdiam diri di kelas. Karena Rafka dan rombongannya beserta Farah dan rombongannya juga juga tetap berada di kelas. Dan mereka masih sibuk menggoda Rafka dan Farah. Mendengarnya, Olin hanya bisa menghela napas.
Dia memang sudah mengekspetasikan hal ini untuk terjadi. Karena memang Rafka dan Farah bersama adalah sebuah kemungkinan yang paling mungkin. Yang membuat Olin kecewa adalah kenyataan bahwa Rafka yang selama ini bersikap seolah anti Farah dan gerak-geriknya menunjukkan dengan jelas kalau ia menghindari gadis itu dengan bersungguh-sungguh, pada akhirnya bertekuk lutut juga.
Olin tahu memang tidak seharusnya ia berharap lebih hanya karena Rafka menunjukkan sikap baik padanya selama ini dan membuatnya seolah paling diperhatikan olehnya. Bisa saja Rafka bersikap begitu hanya karena ia tidak pintar menunjukkan perasaannya dan merasa salah tingkah jika berada di dekat Farah, sehingga bersikap dingin dijadikannya sebagai opsi untuk menutupi salah tingkahnya.
Dan semua kebaikan, keramahan, serta perhatian yang diberikan Rafka kepada Olin selama ini bisa disalurkannya dengan mudah karena Rafka tidak punya perasaan apa-apa padanya. Rafka tidak punya alasan untuk merasa salah tingkah di hadapan Olinda Mahaeswari yang bukan apa-apa. Atau mungkin juga, perawakan Olin yang lebih besar daripada perempuan sebayanya membuat Rafka menganggap Olin bukanlah perempuan, melainkan laki-laki yang bisa diajaknya berteman dengan mudah.
Hah, seharusnya sedari awal Olin memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih rasional seperti itu. Seharusnya ia lebih berpijak pada realita, bukannya cerita dongeng yang terlalu mengumbar-umbar kisah berujung bahagia, yang sesungguhnya hanyalah delusi semata.
"Kalian dapet kabar darimana sih?!"
Tidak lama kemudian, Olin tersentak karena mendengar Rafka yang berbicara dengan nada ketus. Semua orang di dalam kelas langsung diam, termasuk teman-teman Rafka dan teman-teman Farah yang tadi sibuk menggoda.
"Siapa yang jadian?! Siapa yang nembak siapa?!" Rafka berseru lagi.
Olin baru sadar jika ini adalah reaksi pertama Rafka sejak semua orang menggodanya dan Farah dari tadi pagi. Sebelumnya, dia hanya diam dan mengabaikan semua godaan yang ditujukan padanya.
"Gimana gue mau nembak orang lewat SMS kalau gue aja nggak punya HP?"
Bertepatan setelah Rafka mengatakan itu, Olin mengarahkan pandangan padanya. Dan secara mengejutkan, Rafka juga sedang memandangnya. Mereka bertatapan selama beberapa detik dan selama tatapan itu berlangsung, jantung Olin berdesir. Ia merasa seolah Rafka sedang memberi klarifikasi khusus untuknya.
Padahal Olin tahu betul, klarifikasi itu ditujukan Rafka untuk semua orang yang telah termakan gosip tidak benar di sana. Rafka ingin membenarkan apa yang tidak benar. Dan memang saat itu, Rafka tidak mengajak Farah berpacaran sama sekali. Usut punya usut, yang mengirimkan SMS kepada Farah dan mengaku-ngaku sebagai Rafka adalah salah satu teman Farah sendiri yang memang sengaja mengerjainya dengan SMS tersebut.
Olin tidak tahu bagaimana perasaan Farah setelah mendapat klarifikasi langsung dari Rafka seperti itu dan otomatis mempermalukan dirinya sendiri. Olin tahu ini sedikit jahat karena ia merasa senang Farah seolah ditolak secara tidak langsung oleh Rafka.
Rafka tidak menyukai Farah. Dan walaupun Rafka juga tidak menyukai Olin, setidaknya Rafka tidak menyukai siapa-siapa sehingga Olin tidak perlu merasa patah hati.
Belum.
Karena hari dimana Olin benar-benar merasa patah hati karena Rafka adalah beberapa tahun kemudian. Ketika Farah pada akhirnya benar-benar mendapat kesempatan untuk mengetahui bagaimana rasanya dicintai oleh seorang Rafka Bhagaskara secara nyata.