Episode 10

1257 Kata
Episode 10 #Struggle_and_Love Hampir saja "Bayu kau pulang?" Lagi, Bu Rahayu bertanya karena tak kunjung mendapat jawaban. Bayu mempersempit jaraknya dan Luna. Sambil berbisik  dia mengancam gadis itu. "Kalau kau tidak mengatakan yang sebenarnya, maka akan ku laporkan apa yang baru saja ku lihat ke mama, Ruri." Wajah Luna pucat pasi. Seketika dia mengangguk dan balas berbisik. "Aku janji akan mengatakan yang sebenarnya kak. Tapi ku mohon, jangan sampai nyonya tau kalau aku ada disini. Dia bisa mengusirku kak." Mohon Luna. Tak tega, Bayu akhirnya menjauh dan berteriak pada ibunya. "Iya ma Bayu pulang. Tapi Bayu mau istirahat dulu, Bayu capek." Ucap Bayu berbohong. "Sarapan dulu Bayu. Mama tunggu di meja makan." Ucap Bu Rahayu sebelum meninggalkan kamar putranya. "Kemana gadis itu? Sudah siang masih belum kerja juga." Meski terhalang daun pintu, Luna dapat mendengar Bu Rahayu yang menggerutu mencari keberadaannya. Menyadari langkah Bu Rahayu yang mulai menjauh, Luna duduk di lantai dengan wajah lega. "Kemari!" Perintah Bayu pada Luna. Gadis itu menurut. Perlahan dia mendekati Bayu yang sudah duduk di tempat tidur. "Sekarang katakan dengan jujur kenapa..." "Nanti aku cerita kak, tapi sekarang bukan saat yang tepat. Aku akan menemui kakak setelah pekerjaanku beres. Oke?" Bujuk Luna. Bayu sebenarnya ingin menahan Luna, tapi jika Luna tidak muncul juga, maka Bayu yakin gadis itu pasti akan dimarahi habis-habisan. Terpaksa Bayu mengangguk dengan syarat Luna harus menemuinya di kamar nanti malam. Tak mau urusannya jadi semakin runyam, Luna mengiyakan tanpa berpikir panjang. *** "Saya baru selesai membereskan ruang kerja tuan Bima nyonya." Jawab Luna berbohong saat Bu Rahayu menanyakan perihal keberadaannya. "Iya ma. Aku yang suruh." Bima ikut membantu Luna meyakinkan ibunya. "Kok Ruri? Biasanya kau marah kalau ruang kerjamu dibersihkan sembarang orang." Tanya Bu Rahayu disela-sela sarapan paginya. "Kebetulan dia lewat saat aku baru selesai kerja ma. Jadi, ku paksa saja dia membersihkan hasil kerjaku yang berserakan semalam." Bima kembali membantu Luna berbohong. "Karena kau yang bicara, mama percaya Bima. Tapi ingat Ruri, jangan coba-coba menggoda Bima ataupun Bayu." Ucap Bu Rahayu tegas. Luna mengangguk patuh dan pamit ke dapur. Sekilas matanya menatap Bima yang bersikap cuek sembari menghabiskan sarapannya. Seolah tidak terjadi apa-apa semalam. Bayu yang baru saja turun, turut melakukan hal yang sama. "Kau kemana saja?" Tanya Mona saat melihat Luna. "Aku membersihkan ruang kerja tuan Bima, kak Mona. Tuan memaksa saat aku mengambil cangkir kopi di ruang kerjanya." Jawab Luna tetap berbohong. Mona melotot. "Dia yang memaksa? Tumben. Biasanya tuan Bima tidak mau pekerjaannya di sentuh." Luna hanya mengangkat bahu dan mulai mengerjakan pekerjaan yang tersisa. Mona bilang, beruntung dia bangun lebih pagi dan segera memasak. Jika tidak, pagi ini Bu Rahayu pasti marah-marah karena sarapan belum siap. Sejak Luna tinggal disana, Luna lah yang mengambil alih bagian memasak, Mona tidak pernah melakukannya lagi. Saat Mona pamit untuk menyiram tanaman di halaman depan, Bima menghampiri Luna. "Maaf aku membuatmu dalam kesulitan Ruri." Ucap Bima sembari mengambil air mineral dari dalam kulkas. Luna menunduk, tak berani menatap laki-laki itu. Dia takut Bu Rahayu tiba-tiba datang dan menuduhnya yang macam-macam. "Jangan ajak Ruri bicara kak. Kakak bisa membuat posisinya jadi lebih sulit jika mama sampai melihat." Ucap Bayu yang baru tiba. "Kau sepertinya sangat melindungi Ruri. Jangan-jangan dugaan mama benar kalau kau dan Mimin sengaja membohongi kami." Balas Bima. "Jangan sembarangan bicara kak. Aku seperti ini karena dia kerabat Mimin. Kalau sampai dia di pecat gara-gara kakak, apa kakak mau tanggung jawab?" Geram Bayu. "Kenapa tidak? Aku hanya harus mencarikan Ruri pekerjaan yang baru kan? Dia bisa jadi OG di perusahaan kita." Balas Bima lagi. Bayu semakin geram. Luna yang menyaksikan Bayu dan Bima berdebat, jadi bingung sendiri harus bersikap seperti apa. Dari tadi Luna ketakutan setengah mati, takut Bu Rahayu tiba-tiba datang dan menyaksikan kedua putranya berseteru. "Ingat baik-baik kak, dia sepupu Mimin, dia butuh biaya untuk kuliah. Jadi biarkan dia bekerja dengan tenang disini." Tegas Bayu. "Dia tidak terlihat seperti sepupu Mimin, Bayu. Kau jangan mengusik apa yang akan ku lakukan pada Ruri atau, akan ku cari tau siapa gadis itu sebenarnya." Bisik Bima sebelum pergi. Bayu mengepalkan tangan karena kesal. Luna langsung panik saat mendengar Bima yang mungkin saja akan mencari tau siapa dia sebenarnya. Apa sebaiknya dia pergi dari rumah Bayu sebelum Bima mencari tau? Bisa jadi Bima mengenal Lando karena mereka menjalankan perusahaan di bidang yang sama. *** Pukul 10 malam, saat Luna sudah terlelap, pintu rumahnya di ketuk dengan kuat. Luna buru-buru keluar saat menyadari ada yang datang. Dia pikir Mona lah yang datang karena butuh bantuan. "Kak Bayu?" Luna terperangah mendapati Bayu berdiri di depan pintu dengan marah. Laki-laki itu mendorong Luna masuk dan menutup pintu. "Kenapa kau tidak datang? Bukankah sudah ku katakan temui aku di kamar malam ini?" Tanya Bayu. "Astaga aku lupa kak." Ucap Luna sembari menepuk keningnya. "Kemari." Ucap Bayu sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya. Luna menurut dan duduk di sebelah Bayu. "Sekarang ceritakan dengan jelas, kenapa kau bisa tertidur di ruang kerja kakak?" Tanya Bayu sembari menghadap ke arah Luna. "Kak Bima memaksaku bermain game dengannya. Aku ingin menolak, tapi dia memaksa." Jawab Luna jujur. "Game? Kau bisa main game?" Tanya Bayu lagi. Luna mengangguk membenarkan. "Kak Bima itu pemilik perusahaan game, wajar jika dia suka bermain game. Kadang dia butuh referensi untuk menciptakan game baru. Aku yakin game yang kalian mainkan bukan game dari perusahaannya." Jelas Bayu. Luna manggut-manggut mengerti. Sebenarnya dia tidak begitu tertarik. Saat ini Luna lebih tertarik untuk tidur. "Kau tidak macam-macam dengan kak Bima kan bocah?" Selidik Bayu. Luna mendelik. "Memangnya kalau aku macam-macam, kak Bima akan tergoda?" Balas Luna jutek. "Iya juga sih. Kau itu mirip bocah, mana mungkin kak Bima mau berbuat macam-macam terhadapmu." Ejek Bayu. Luna cemberut sambil menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. "Kalau aku mirip bocah, kenapa kakakku bisa jatuh hati padaku? Sepertinya umur kakak tidak jauh beda dengan umur kak Bima. Itu artinya, walaupun aku mirip bocah, aku disukai laki-laki dewasa." Ujar Luna bangga. "Kau memang sangat percaya diri bocah. Oh iya, ini untukmu." Bayu menyerahkan sebuah ponsel pada Luna. "Aku dapat ponsel itu karena jadi bintang iklannya. Ambil saja, aku tidak membutuhkannya." Ujar Bayu. Luna tak kunjung mengambil ponsel yang Bayu sodorkan. Gadis itu malah memejamkan mata seraya memeluk bantal sofa. "Kau tidak mau?" Tanya Bayu. Luna menggelengkan kepalanya. "Untuk apa? Aku tidak bisa membuka sosmed, aku juga tidak bisa menghubungi keluargaku, terlebih kakak pasti menyadap semua kontak yang ada di ponselku. Jadi apa gunanya punya itu?" Tunjuk Luna pada ponsel yang Bayu sodorkan. "Setidaknya, aku tidak harus datang kesini jika butuh sesuatu darimu bocah." Ujar Bayu sembari meletakkan ponsel dalam genggaman Luna. "Apa kakak sudah selesai? Aku mengantuk." Ucap Luna mengusir Bayu secara halus. "Tidur saja kalau kau mengantuk, tapi jangan harap kau ku izinkan untuk tidur di kamar. Ingat, aku ini orang yang sudah menolongmu. Tidak seharusnya kau bersikap seperti padaku, paham." Ujar Bayu panjang lebar. Luna melotot mendengar ucapan Bayu. "Apa iya malam ini aku harus begadang lagi?" Pikir Luna. "Jadi aku harus apa? Masa iya aku harus tidur di sini?" Kesal Luna. "Kenapa tidak? Bukankah semalam kau juga tidur di sofa? Atau semalam kau tidur di lantai?" Selidik Bayu. Luna komat-kamit tidak jelas. Dia kesal menghadapi sikap Bayu yang kekanakan. "Seharusnya kau bersikap cuek seperti jaman SMA dulu. Itu lebih baik dari pada kau yang begitu cerewet seperti sekarang." Ejek Luna. "Oh bagus sekali, sekarang kau sudah tidak memakai embel-embel kakak?" Geram Bayu. "Bukankah kau yang menyuruhku berhenti memanggilmu kakak? Sekarang kau malah protes." Balas Luna dengan mata berkaca-kaca. "Terserah kau saja." Cibir Bayu. Tak mau berdebat dengan Bayu, Luna memilih memejamkan mata dan bersandar pada laki-laki itu. Bulir bening mengalir dari matanya. Bayu terkejut menyadari Luna menangis. "Sebentar saja kak, sebentar saja. Bicara dan berdebat bersama kakak, mengingatkanku pada kakak di rumah. Apa sebaiknya aku pulang?" Tanya Luna dalam tangisnya. Bayu membawa Luna dalam pelukan. "Kau boleh pulang kalau kau benar-benar merindukan keluargamu, Ruri. Tidak ada yang memaksamu untuk tinggal. Aku yakin, keluargamu pun pasti merindukanmu." To be continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN