Episode 9

1245 Kata
Episode 9 #Struggle_and_Love Tertidur Luna langsung berlutut di lantai begitu sadar dari tidurnya. Bima yang masih asyik bermain game, terkejut mendapati reaksi tiba-tiba dari Luna. "Maaf tuan, maaf. Saya tidak sengaja." Ujar Luna panik. "Kenapa kau meminta maaf?" Tanya Bima bingung. Luna tampak tidak enak. Terlebih saat dia menyadari kalau dia baru saja tertidur di pangkuan Bima. "Maaf karena saya tidak sengaja tertidur tuan." Jawab Luna dengan wajah tertunduk. Rambutnya yang berantakan tak sempat di kuncir karena begitu takut. Sejenak Bima menghentikan permainannya dan menatap Luna serius. "Baguslah jika kau sadar. Kau sudah membuat kakiku mati rasa Ruri." Luna semakin tertunduk dan berkali-kali minta maaf. Dia tidak sadar kalau Bima sengaja mempermainkannya. "Kalau kau memang merasa bersalah dan menyesal, seharusnya kau memijat kakiku. Kau memang tampak seperti bocah, tapi kepalamu itu sungguh berat." Ucap Bima sambil pura-pura kesakitan. Spontan Luna mendekat ke arah Bima dan mulai memijat kaki majikannya itu. Bima langsung terkekeh dan menarik Luna agar duduk di sofa kembali. "Aku cuma bercanda Ruri. Kau serius sekali sih." Ujarnya. Luna yang bingung, mau tidak mau kembali duduk di samping Bima. Sesaat matanya melirik ke arah jam dinding. Pukul dua dini hari. Lagi-lagi gadis itu terkejut dan refleks memijat kaki Bima kembali. "Ini tidak benar tuan. Saya sudah tertidur lebih dari 3 jam. Kaki tuan pasti benar-benar sakit dan mati rasa. Saya sungguh minta maaf tuan." Ujar Luna menyesal. Tangannya masih kekeh memijat kaki Bima. "Hentikan Ruri. Kau bisa membangunkan... Argh sudahlah kau tidak akan mengerti." Geram Bima frustasi. Luna yang memang tidak mengerti, tetap melanjutkan memijat kaki Bima. Bahkan dengan berani, gadis itu memijat daerah paha yang menjadi bantalan kepalanya tadi. Bima jadi risih sendiri dibuatnya. Bima itu laki-laki dewasa. Dia tau sentuhan Luna hampir mempengaruhi kewarasannya. Untuk itu, Bima menarik Luna duduk kembali. "Kalau kau menyesal, maka kita lanjutkan game itu, bagaimana?" Tanya Bima sambil menunjuk ke arah layar TV. "Tapi tuan..." "Kau menolak?" Potong Bima. "Tidak tuan, tidak. Baiklah, saya akan menemani tuan bermain." Jawab Luna mengalah. Seketika semangat Bima kembali. Luna sampai heran, apa laki-laki itu tidak tidur? Untuk apa dia berada di ruang kerja jika cuma main game? Pikir Luna. "Tuan tidak bekerja?" Tanya Luna penasaran. "Aku sedang bekerja Ruri." Jawab Bima sambil terus membunuh dan mencari harta Karun di game yang dia mainkan. Luna tidak bersemangat karena masih mengantuk. Dia hanya mengarahkan Bima untuk mengikuti dan menunjukkan dimana letak hartanya. Selebihnya Bima lah yang berperang membunuh para pesaing. "Bekerja? Kapan? Sejak tadi tuan cuma main game." Tanya Luna lagi. "Yes naik level." Ucap Bima sambil menghentikan permainannya. Luna tampak acuh dan bersiap untuk pergi. Tapi lagi-lagi Bima menahannya. "Kau mau kemana?" Tanyanya. "Mau pulang ke belakang tuan. Saya mau tidur." Jawab Luna sambil menguap. "Aku belum memberi izin Ruri. Banyak hal yang ingin ku tanyakan padamu." Ucap Bima tegas. Mau tidak mau, Luna yang sudah berdiri, terpaksa duduk kembali. "Bertanya? Pada saya? Apa tuan?" Tanyanya polos. "Kau belum tau aku bekerja di bidang apa?" Tanya Bima. Luna menggeleng. Dia tidak begitu peduli dengan kehidupan majikannya. Terlebih, Bu Rahayu sudah memperingatkan Luna agar tidak dekat dengan anak-anaknya. "Pekerjaanku menciptakan game, sama seperti perusahaan yang menciptakan game itu." Jelas Bima sambil menunjuk ke arah layar. Luna yang semula tidak tertarik, jadi begitu antusias saat mengetahui pekerjaan Bima. "Apa tuan juga punya perusahaan seperti Luzios Company?" Tanya Luna penasaran. "Kau tau perusahaan itu?" Selidik Bima. "Itu, itu, mm kakak saya sering cerita karena kakak suka semua game keluaran perusahaan itu." Jawab Luna berbohong. Luzios Company adalah perusahaan milik ayahnya yang sekarang dikelola oleh Lando. "Apa kakakmu juga sering memainkan game dari perusahaan kami. Misalnya game 'Titans'?" Tanya Bima ingin tau. Luna tampak mengingat-ingat. Dulu Lando sering mengajak Luna main game keluaran perusahaan lain. Untuk referensi kata Lando kala itu. Tapi Luna tidak bisa mengingat dengan pasti, game mana yang Bima maksud. "Apa itu game tentang siapa yang paling banyak membunuh orang maka dia bisa membuka level berikutnya dan mendapatkan senjata tambahan? Atau game tentang penyelamatan para tahanan oleh monster berbentuk seperti nyamuk itu ya?" Tanya Luna balik. Bima terkejut karena Luna berhasil menyebutkan 2 game produk perusahaannya walaupun gadis itu tidak tau apa nama game tersebut. "Apa kau juga sering memainkannya?" Tanya Bima makin tertarik. Luna mengangguk. "Tapi saya tidak terlalu suka tuan. Bahkan game itu saya juga tidak suka." Tunjuk Luna pada layar TV. "Kenapa harus membuat game saling membunuh dan menyakiti? Akan lebih baik jika membuat game sederhana yang cuma mencari harta Karun." Lanjutnya kemudian. "Lalu dimana letak serunya jika cuma mencari harta Ruri?" Tanya Bima balik. Luna menggeleng. "Saya tidak mengerti yang begituan tuan. Saya cuma suka bermain karena kakak suka memainkannya." Ujar Luna pada akhirnya. Gadis itu benar-benar mengantuk sekarang. "Namanya permainan harus ada yang di perebutkan. Kalau berebut pasti harus berkelahi dan saling bunuh, baru dapat apa yang diinginkan. Kalau cuma mengumpulkan harta, apa serunya? Sebenarnya aku sedang mencari keunggulan dan kelemahan game ini untuk referensi. Jadi..." Bima berhenti saat menyadari Luna sudah tertidur. Di tatapnya Luna yang tengah terlelap. Kepala gadis itu secara tak sengaja bersandar di bahunya. "Menarik." Ucap Bima sembari membenahi posisi tidur Luna agar lebih nyaman. Setelah itu, Bima mematikan TV dan lampu ruang kerjanya. Tak lupa, laki-laki itu menyelimuti Luna dengan selimut yang sering dia pakai sebelum pergi ke kamarnya sendiri. *** "Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakak?" Selidik Bayu. "Astaga." Teriak Luna hampir menjatuhkan cangkir kopi yang dia pegang. Luna terkejut karena Bayu tiba-tiba sudah ada di belakangnya. Sudah pukul 7 pagi saat Luna terbangun. Tidak ada Bima di sana. Entah kapan laki-laki itu pergi. Yang Luna tau, dia harus keluar dari ruang kerja Bima tanpa ada yang curiga. Jika Bu Rahayu melihat dia tidur di sana, Luna yakin, dia pasti langsung di usir sekarang. Dengan mengendap-endap, Luna membawa cangkir kopi sebagai alasan jika seseorang memergokinya. Baru saja bernapas lega, Bayu tiba-tiba mengagetkan gadis itu. "Kenapa malah diam? Apa yang kau lakukan di kamar kakak?" Tanya Bayu lagi. Luna mencoba bersikap biasa sembari menunjukan gelas kopi yang dipegangnya. "A Aku cuma bersih-bersih dan mengambil cangkir kopi ini kok." Jawab Luna gugup. Bayu tampak tidak percaya. "Kakak tidak suka ruang kerjanya dimasuki sembarang orang. Lain kali biarkan Bik Ira atau Mona yang bersihkan." Luna mengangguk patuh. Sejak tadi dia terus menunduk. Luna tau dia salah. Tidak seharusnya dia tertidur di kamar Bima. "Aku memang tidak suka ruang kerjaku dimasuki sembarang orang Ruri, tapi bukankah aku yang menyuruhmu? Lalu kenapa kau tidak membela diri? Kau juga, kenapa begitu kasar pada Ruri? Dia cuma bersih-bersih, apa yang salah?" Ucap Bima yang baru tiba. Laki-laki itu sudah rapi dengan setelan kerjanya. Luna tampak terkejut saat melihat aura permusuhan terpancar dari mata keduanya. "Maaf tuan Bima, tuan Bayu benar, saya yang salah. Tidak seharusnya saya masuk ke ruang kerja tuan." Ujar Luna. "Jangan terlalu kaku Ruri. Panggil saja aku kakak. Satu lagi, berhenti bersikap formal padaku. Aku tidak suka." Ucap Bima menepuk bahu Luna sebelum berlalu. Bayu semakin muak melihatnya. "Kita harus bicara." Perintah Bayu setelah Bima turun. Bayu menyeret Luna untuk mengikutinya. Ternyata Bayu membawa Luna ke sebuah kamar. Foto Bayu yang berukuran sangat besar, membuat Luna yakin kalau kamar yang mereka masuki adalah kamar milik Bayu. Mengetahui itu, Luna jadi ketakutan. "Jawab jujur! Apa yang kau lakukan di ruang kerja kakak, Ruri? Kau tidur di sana?" Selidik Bayu sambil memojokkan Luna ke daun pintu. Laki-laki itu bahkan mengurung Luna dengan tangannya. Luna tau, Bayu pasti curiga setelah melihat penampilannya yang berantakan dengan wajah khas bangun tidur. "Aku ketiduran kak." Jawab Luna pelan dengan kepala tertunduk. "Angkat kepalamu Ruri!" Perintah Bayu. Luna tidak berani mengangkat kepala. "Aku tidak suka kau mengabaikan perintahku, angkat kepalamu Ruri!" Perintah Bayu lagi. Dengan takut, Luna mengangkat kepalanya. Baru saja ingin membela diri, suara ketukan dari arah luar, mengagetkan Luna dan Bayu. "Bayu kau pulang?" Tanya Bu Rahayu. Seketika wajah Luna memucat. To be continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN