Pernikahan kedua insan yang dijodohkan tersebut semakin mendekat. Wanita tersebut ingin meluangkan waktunya bersama sahabatnya, ia kini telah sampai di apartemen sahabatnya namun ia tidak turun dari mobil. Eric mengambil handphonenya dan menelopn sahabatnya.
"Cepetan gue udah di parkiran."
"Iya iya ini lagi otw kesitu." Erica lalu mematikan telepon secara sepihak dan meletakkan handphonenya kembali, ia melirik ke arah tempat Rianti akan muncul, sesekali ia melirik ke arah jamnya.
Erica mencetus, "Lama!" Tak lama kemudian ia melihat Rianti yang sedikit berlari menghampiri mobilnya, wanita tersebut hanya tersenyum tipis.
"Sorry-sorry," ucap Rianti ketika memasuki mobil sang sahabat.
"Lama banget lu," cetus Erica yang hanya di balas cengiran oleh sang sahabat.
Wanita tersebut langsung melajukan mobilnya keluar dari parkiran apartemen tempat sahabatnya tinggal. "Mau kemana nih?" tanya Rianti, karena memang ia tidak tahu akan di ajak kemana yang ia tahu ia akan di ajak keluar saja bersama sahabatnya.
Erica yang mendengar pertanyaan tersebut hanya tersenyum simpul, ia menoleh sambil menaikkan kedua alisnya yang membuat Rianti menatap heran. "Ke Club HX." Rianti jelas menoleh ke arah sahabatnya dengan tatapan tidak percaya.
"Lu serius kita ke sana?" tanya Rianti, Erica hanya mengangguk dengan senyuman manis di wajahnya.
Rianti kembali bertanya, "Lu udah bilang Dirga belum?"
"Plis deh Nti, gue mau nikmatin masa lajang gue sebelum nikah sama tuh orang," cetus Erica. Rianti yang mendengar hanya menatap jengah, ia menyenderkan tubuhnya di kursi mobil Erica menoleh ke arah sahabatnya.
"Ayuklah Nti, muka lu jangan kaya gitu," ujar Erica.
Rianti menoleh dan menyela, "Terus gue harus nyengir gitu." Sambil menunjukkan cengirannya ke arah Erica yang membuatnya tertawa.
"Lebih baik enggak nyengir si," cetus Erica lalu ia kembali tertawa setelahnya.
"Siyalan lu!" seru Rianti.
Perjalanan dari apartemen Rianti ke Club HX lumayan menyita waktu belum lagi mereka kesana di hari sabtu malam minggu yang pasti jalanan sedikit macet karena banyak muda-mudi yang keluar. "Emang harus banget masa lajang lu di buang-buang ke Club?" tanya Rianti sambil menyetel lagu untuk menemani perjalanan mereka.
"Sebenarnya si enggak, cuman sekalian aja cuci mata, kali aja nemu gacoan," ucap Erica santai sambil menaikkan kedua alisnya.
Rianti menatap nyalang ke arah sahabatnya yang membuat Erica berkata, "Bercanda Nti, lu mah gitu si. Di kasih uang berapa sama si Om sampai segitunya lu."
Tanpa rasa bersalah dan tanpa rasa tidak enak hati Rianti menoyor kepala Erica dengan sedikit kasar. "Eh kamperet! Dengerin gue ya, gue enggak sama sekali di bayar sama Dirga sepeser pun, gue cuman enggak mau aja lu di anggap cewek enggak bener!" jelas Rianti dengan sedikit kesal.
"Bukannya udah biasa gue di anggap enggak benar atau murahan?" tanya Erica sambil tersenyum.
Rianti menjawab, "Makanya ubah diri lu! Dirga gue rasa cocok juga buat lu." Erica hanya menyeringai tipis mendengarnya.
"Udah, intinya hari ini kita nikmatin masa lajang gue!" kata Erica menyeru. Rianti hanya menggelengkan kepalanya pelan mendengar perkataan sahabatnya, percuma juga ngomong panjang lebar kalau nyatanya Erica akan tetap melanjutkan.
Butuh waktu kurang lebih 45 menit untuk mereka sampai di Club tersebut, Erica lalu memarkirkan mobilnya. Mereka berdua keluar dari mobil dan melangkah untuk masuk, tidak lupa Eric dan Rianti memperlihatkan tanda pengenal yang memperbolehkan mereka masuk.
Suara musik jelas terdengar di telinga mereka berdua, Erica menarik tangan Rianti untuk duduk di sofa. "Mau pesan apa Kak?" tanya seorang pelayan.
"G&T," ucap Erica.
Rianti jelas menoleh ke arah sahabatnya yang kini hanya menaikkan kedua alisnya. "Non alcoholic beer."
"Baik mohon di tunggu," ucap pelayan.
"Lu mau mabuk?" tanya Rianti.
Erica menyela, "Tenang aja Nti gue enggak bakal mabuk minum G&T doang mah." Rianti hanya menggelengkan kepalanya sambik menyenderkan tubuh di senderan sofa.
Erica menikmati musik yang di mainkan oleh DJ tersebut. "Besok-besok gue enggak akan bisa nikmatin kaya gini Nti," cetus Erica sambil tersenyum.
"Enggak yakin si gue, kalau lu enggak bisa nikmatin lagi," balas Rianti yang membuat Erica jelas menoleh ke arah sahabatnya dan tertawa, Rianti yang mengerti hanya menggelengkan kepalanya.
Tak lama kemudian pesanan mereka datang, ia semoat memgerutkan keningnya ketika mendapati cemilan yang lumayan banyak. "Mas saya enggak pesan cemilan," ucap Erica.
"Ini bonus Kak karena Kakak membeli G&T," balas pelayan tersebut.
Erica berkata, "Kalau gitu makasih. Lain kali saya akan mampir ke club sini lagi." Sambil tersenyum manis, pelayan tersebut menunduk seraya berterimakasih lalu melangkah pergi dari hadapan 2 wanita tersebut.
Mereka menikmati minumannya terutama Erica yang sudah lama tidak menyentuh minuman tersebut. "Awas lu ya kalau mabuk!" seru Rianti.
Wanita tersebut hanya menyengir saja dan kembali menuangkan minuman yang telah habis ia tenggak. "Jangan banyak-banyak, Ri!" Omel Rianti.
Erica menikmati musik dengan enjoy, sedangkan Rianti hanya menikmati beer tanpa alkohol tersebut sambil melihat Erica yang sejak tadi tidak bisa diam dab mengoceh sana-sini. "Udah mulai nih anak," cetus Rianti.
"GUE HARUS BEBAS MALAM INI!" teriak Erica lalu tertawa sendiri setelahnya.
Dua orang laki-laki menghampiri mereka dan duduk di samping mereka. "Hai cantik." Erica jelas memicingkan matanya, sedangkan Rianti hanya menatap judes ke arah mereka berdua.
"Boleh kenalan enggak?" tanyanya.
Erica berkata, "Pergi sana lu! Gue udah punya calon suami!" Ketika dahunya ingin di sentuh oleh laki-laki di sebelahnya tersebut.
"Kalian berdua aja?" tanya laki-laki yang kini di samping Rianti.
Rianti menatap jutek dan berkata, "Buta mata lu?"
"Jaul mahal banget si! Mending ikut kita aja yuk, kita ajak have fun." Erica yang di pegang tangannya jelas memberontak, begitu juga dengan Rianti namun tenaga mereka berdua kalah kuat, terlebih Erica dalam keadaan mabuk.
Di sisi lain dua laki-laki yang sedang berada duduk di batender menikmati minuman. "Ga, itu kaya Erica dah," ujar Aji sambil memicingkan matanya, Dirga sontak melihat yang di tuju oleh sahabatnya tersebut.
"Erica!" Tanpa pikir panjang ia langsung menuju tempat Erica berada.
"Eh tunggu gue!" Aji lalu mengikuti langkah kaki sahabatnya yang sedikit berlari.
Dirga berjalan dengan cepat tentunya dengan mengepalkan tangannya, ia langsung menarik kerah baju laki-laki tersebut dan memukulnya dengan satu pukulan. "Pergi! Gue udah punya calon suami!" seru Erica kembali merancau, Dirga memperhatikan wanita tersebut. Jelas, mereka menjadi pusat perhatian di dalam club tersebut.
"Siapa lu?!" Laki-laki tersebut memegang sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah karena pukulan Dirga yang lumayan kencang.
"Jangan berani-beraninya anda sentuh wanita saya!" seru Dirga sambil merangkul posesif Erica.
Erica memicingkan matanya dan meraba-raba tubuh bidang sang laki-laki. "Kok kaya Om nih," ujar Erica.
Aji menghampiri Rianti. "Lu enggak papa?" tanya Aji, Rianti sontak langsung memeluk Aji dengan sangat erat.
"Enggak papa, ada gue di sini," ucap Aji menenangkan sambil mengelus punggung wanita tersebut.
Dirga menatap nyalang ke arah laki-laki yang tadi sedang menggoda dan memaksa Erica. "Awas lu, gue bakal balas nanti!" seru laki-laki tersebut lalu berlaku pergi dari hadapan mereka.
"Kenapa kalian bisa di sini? Dan kenapa dia bisa mabuk seperti ini," kata Dirga.
Rianti menjawab, "Erica yang ngajak. Dia mau melepas masa lajangnya katanya, gue udah peringatin dia buat enggak minum, tapi seperti yang lu lihat dia bandel minta ampun."
"Erica biar pulang sama gue, lu bareng Aji," ucap Dirga sambil mengambil kunci mobil wanita tersebut yang geletak begitu saja di atas meja, ia langsung menggendong Erica ala bridal style membelah kerumunan club yang masih enjoy dengan musiknya.
"Ya udah lu gue antar pulang ayuk," ucap Aji.
Rianti berkata, "Makasih." Mereka berdua lalu berjalan keluar dari Club tersebut.
Dirga membuka kunci mobil tersebut dan memasukan Erica secara perlahan di kursi depan, kemudian ia juga masuk ke dalam mobil. Dirga melihat sekilas ke arah Erica yang kini seolah tertidur karena mabuk.
"Enggak seharusnya kamu di sini," gumam Dirga sambil memasangkan seatbelt untuk Erica. Baru saja ia ingin melajukan mobilnya, ketukan kaca mobil yang ternyata Rianti membuatnya laki-laki tersebut membuka terlebih dahulu kaca mobil tersebut.
Dirga berkata, "Ada apa?" Sambil menatap ke arah mereka Aji dan Rianti yang berada.
"Jangan bawa dia kerumah, karena dia bisa di marahin habis-habisan bahkan gue yakin perjodohan kalian bisa batal," jelas Rianti, Dirga yang mendengar langsung menoleh ke arah Erica yang kini mengganti posisi menghadap ke arahnya.
Dirga membalas, "Iya gue paham. Kalian berdua hati-hati. Aji bawa dia sampai selamat." Aji mengangguk seraya mengiyakan sedangkan Rianti hanay menatap sekilas ke arah Aji dan Dirga. Laki-laki tersebut kini melajukan mobilnya dengan kecepatan standar.
"Sana lu! Gue bilangin calon suami gue nanti lu!" Dirga menoleh sekilas ketika mendengar rancauan dari wanita tersebut, ia tersenyum tipis ketika kata 'calon suami' terucap di bibir wanita tersebut walau dalam keadaan mabuk.
Dirga mengendarai mobil wanita tersebut menuju rumahnya, karena seperti yang di bilang Rianti ia juga tidak mungkin mengembalikan wanita tersebut dalam keadaan kacau begini. Beberapa menit kemudian Dirga memasuki gerbang rumah pridbadinya, ia membunyikan klakson untuk satpam membukakan gerbang.
"Mobil siapa itu?" tanya Satpam tersebut sambil memicingkan mata seolah mengingat mobilnya.
Dirga membuka kaca mobil dan berteriak, "Pak Doyo buka gerbangnya."
"Tuan Dirga!" Satpam tersebut lalu buru-buru untuk membukakan pintu gerbang untuk sang majikannya.
Laki-laki tersebut langsung menancapkan gasnya perlahan untuk masuk ke halaman rumahnya, ia langsung mematikan mesin mobil dan keluar untuk membopong wanita tersebut. Satpam yang sedang menutup pintunya jelas mengerutkan keningnya atas wanita yang di bawah oleh majikannya tersebut. "Siapa wanita tersebut? Tumben Tuan mau bawa ke rumah sini," gumam Satpam tersebut.
Baru saja ingin membawa wanita tersebut masuk, namun Erica malah muntah dan mengenai baju Dirga. Tanpa rasa jijik Dirga tetap menggendong Erica masuk ke dalam rumahnya, ia membawa wanita tersebut ke kamar utama yaitu kamarnya sendiri.
Dirga meletakkan Erica di kasurnya. "Jangan, jangan pergi," rancau Erica sambil memegang tangan Dirga, laki-laki tersebut kini mengelus pelan tangan wanita tersebut, ia melepasnya dengan sangat perlahan.
Kini kakinya melangkah keluar perlahan. "Tuan." Seorang wanita paruh baya kini ada di hadapannya.
"Bi, tolong gantiin baju Erica," ucap Dirga.
"Baik Tuan." Dirga lalu melangkah untuk ke kamar tamu untuk mandi serta mengganti baju yang terkena muntahan dari Erica tersebut.
Sedangkan di sisi lain, Rianti dan Aji sudah berada di apartemen milik Rianti tersebut. "Gue bisa sendiri kok," ucap Rianti.
"Gue anterin sampai kamar apart lu pokoknya," ujar Aji keras kepala, Rianti hanya mendengus kesal saja padahal dirinya tidak mabuk atau apa kenapa harus di antar segala.
Rianti membuka kunci apartemennya. "Gue haus, mau minum," kata Aji yang langsung saja masuk tanpa di suruh atau di ijinkan.
Wanita tersebut jelas memandang kesal ke arah laki-laki tersbeut. "Siapa yang nyuruh lu masuk?!" ketus Rianti.
"Gue kan tamu,", balas Aji lalu duduk di sofa.
Rianti menyela, "Tamu dari siapa? Lu kan cuman supir yang anterin gue."
"Eits! Bukan supir, tapi calon suami yang siap menjaga kapan dan dimanapun lu berada," ujar Aji dengan pedenya. Rianti jelas melotot tidak percaya atas perkataan laki-laki tersebut.
Baru saja ingin membalas perkataan Aji, dering telepon milik Rianti berbunyi yang membuatnys menghela nafas dan mengecek siapa yang meneleponnya. Mata Rianti jelas melotot hampir keluar yang membuat Aji mengerutkan kening sambil mengangguk seraya bertanya, "Siapa?"
"Nyokapnya Erica." Aji jelas melotot tidak percaya.
Aji berkata, "Bilang aja Erica nginep dan udah tidur."
"Masa gue bohong si?" tanya Rianti.
"Ya dari pada perjodohan mereka batal!" Rianti menghela nafasnya dengan pasrah, ia lalu mengangkat teleponnya.
"Halo Tante."
"Halo Nti, Erica kemana ya? Kok di teleponin enggak di angkat."
"Hah Erica? Emang dia enggak bilang Tan kalau dia mau nginep di rumah aku, kebetulan Erica juga udah tidur Tan makamya enggak angkat teleponnya."
"Benaran dia nginep di rumah kamu?"
"Benar Tan, masa Anti bohong si sama Tante."
"Ya sudah Tante percaya. Kalau gitu Tante tutup ya teleponnya, jaga Erica ya jangan suruh pergi malem-malem."
"Iya Tan." Telepon langsung terputus secara sepihak.
Rianti kini bernafas lega, ia berbohong demi kebaikan semuanya. "Ahh baru kali ini gue bohong sama Tante Retti," ujar Rianti sambil terduduk di sofanya dan menyenderkan tubuhnya.
Helaan nafasnya dapat terdengar jelas oleh Aji. "Yakin lu bohong kali ini doang?" tanya Aji sambil menoleh ke arah wanita tersebut.
"Iya jelas lah!" seru Rianti dengan sedikit ragu.
"Gue si enggak, terlebih sahabatnya lu itu tipe yang pakai nama lu untuk keluar," cetus Aji. Rianti jelas terdiam mendengar perkataan dari laki-laki di sampingnya kini.
Rianti menyela, "Sok tahu lu!"
"Bdw kenapa lu tinggal sendiri?" tanya Aji.
"Enak tinggal sendiri kan, lu mau nangis, mau ketawa, mau stres, mau depresi enggak ada yang tahu dan enggak ada yang lihat," jelas Rianti.
Aji menatap lekat wanita yang masih setia bersender dengan kepala mendongak ke atas langit-langit atap. "Terus siapa yang mau nenangin lu kalau lu aja sendiri gini?"
"Diri sendiri lah, gue enggak mau tergantung sama orang lain, apalagi berharap sama orang lain," cetus Rianti lalu tersenyum simpul.
Aji menyela, "Erica?"
"Terkecuali dia." Rianti kembali tersenyum yang membuat Aji tanpa sadar juga mengembangkan senyum tipisnya.
"Pacar?" Rianti langsung menoleh ke arah laki-laki tersebut.
Rianti mencetus, "Ngapain si lu jadi nanya-nanya gini." Aji menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
"Apa salahnya gue mau mengenal lu lebih jauh," ungkap Aji.
Wanita tersebut hanya bermenye-menye lalu berkata, "Halah modus para laki-laki. Mau mengenal lebih jauh bapak mu! Ujung-ujungnya udah kenal di tinggalin."