Pemuda jangkung itu melangkah keluar dari gubuknya dengan menenteng pedangnya. Ia berdiri di halaman rumah dengan mengeraskan rahang sesaat, kemudian memandangi sekitarnya yang dimana ada jejeran gubuk-gubuk tempat tinggalnya dan juga orang-orang di desa.
"Edgar,"
Pemuda bernama Edgar itu sontak menoleh pelan, memandangi ibunya yang kini menghampirinya dengan menyodorkan plastik berisi ubi rebus.
"Kau harus bisa menemukan pangeran, karena itu tanggung jawabmu." Ujar perempuan itu tersenyum lembut, mendongak pada putra jangkungnya.
Edgar mengangguk saja sembari memasukan ubi ke dalam tas selempang yang terbuat dari kain bekas itu. Pemuda itu pun, berpamitan pergi dengan tersenyum samar pada sang ibu yang mengantarnya dengan tatapan berkaca-kaca.
Edgar adalah pengawal pribadi pangeran mahkota kerajaan––Yatara. Namun, karena sesuatu hal terjadi. Ia ditangguhkan dari jabatannya karena Pangeran Yatara telah berkhianat pada kerajaan.
Sejujurnya, Edgar sama sekali tidak percaya akan hal itu. Karena setahunya, Pangeran Yatara selalu berusaha menjaga kerajaan dengan usahanya sendiri. Walau beberapa anggota kerajaan yang terdiri dari paman-pamannya pangeran tidak mempercayai itu.
Mereka menyalahkan pangeran atas apa yang sudah menimpa raja. Penyakit yang tidak sembuh-sembuh yang membuat semua orang bertanya-tanya. Beberapa tabib pun, sampai mengundurkan diri karena tidak kuasa merawat penyakit sang raja.
Edgar menghentikan langkahnya, memandangi sekitarnya. Pemuda itu menaikan alis tinggi, merasa ada yang memgikuti.
Ia pun, mengeluarkan pedangnya. Tatapannya berubah tajam, dengan ekor mata yang bergerak menyapu semua sudut di tengah hutan itu.
Gerakan gesit seseorang yang melesat ke depannya membuat Edgar langsung melayangkan pedangnya, menebas seseorang yang kini menahan serangannya dengan ujung jari.
Edgar mengeraskan rahang, tubuhnya dan juga pedang dalam genggamannya tidak bisa bergerak. Tubuhnya seakan membeku karena ulah sosok yang kini menarik diri membuat perlahan pedang Edgar terjatuh di atas serasah.
"Virga?"
Sosok yang tidak lain adalah Virga itu tersenyum sesaat. Kemudian menatap Edgar lurus. "Kau mau kemana?" Alis Edgar saling bertautan mendengar pertanyaan pemuda yang masih ada hubungan darah dengan pangeran.
"Kau ingin mencari pangeran?"
Edgar tidak menjawab, hanya mengeraskan rahang dengan menatap Virga tidak bersahabat. "Itu bukan urusanmu," balas pemuda itu hendak bergegas, namun langkahnya terhenti karena Virga kini berdiri menghadangnya dengan pedang.
"Kau tahu, sekarang Yatara adalah seorang penghianat. Kalau kau nekat menjadi pengikut dia ... kau akan mendapat hukuman. Bukan, hanya kau ... tapi seluruh anggota keluargamu." Jelas pemuda yang memakai jubah merah maroon itu.
Edgar tersenyum miring mendengar itu, menatap tajam beberapa pasukan yang dibawa oleh Virga kini perlahan merapat dan mengerubuninya.
"Pangeran Yatara bukan penghianat, karena kau tahu sendiri siapa penghianat sebenarnya." Kata Edgar dingin, "orang yang melakukan segala cara agar bisa mendapat tahta di kerajaan adalah penghianat." Sambung sosok berambut gondrong itu dengan menarik keluar pedangnya.
"Ambisi dan semangat kau sekarang, tidak akan bisa menyelamatkan kedua orangtua dan adik-adikmu." Ujar Virga kembali menekankan ucapannya, "kalau kau mengikuti pemberontak dan penghianat ... kau akan dijatuhi hukuman mati. Kau tahu, sendiri kan?" Edgar tersenyum saja, tidak menanggapi omongan Virga yang sengaja mengancam. "Lakukan apa saja yang ingin kau lakukan, karena aku ... tidak akan pernah tunduk pada orang sepertimu." Tutur Edgar tegas bersamaan dengan hembusan angin kuat ke arahnya membuat rambut gondrongnya bergerak mengikuti arah angin.
Bukan hanya Edgar yang kaget dengan hembusan angin, tapi Virga dan juga pasukannya.
Apalagi daun-daun pohon yang bergerak kuat, juga terdengar bunyi lonceng yang entah dari mana asalnya.
Edgar memicingkan mata, merasa menangkap bayangan seseorang di balik pohon. Namun, beberapa saat kemudian bayangan itu melesat hilang tanpa jejak.
Virga menaikan alis melihat Edgar yang malah mengacuhkan peringatan dan ancamannya. Pemuda itu malah fokus ke arah lain, seakan ada yang lebih mengancam dibandingkan keberadaan Virga dan pasukannya.
"Aku akan mengampuni perbuatanmu kalau kau menjadi pengikutku sekarang. Karena keadaan raja sangat memperihatinkan saat ini, tidak ada kandidat yang lebih layak untuk dijadikan raja selain aku." Kata Virga yakin dengan tersenyum menatap Edgar yang kini membalas tatapannya tajam.
"Sampai kapan pun, kau tidak akan bisa menjadi raja. Karena yang berhak menjadi pewaris adalah pangeran mahkota ... Pangeran Yatara, bukan kau yang merupakan seorang penghianat." Balas Edgar dingin, mencengkram gagang pedangnya.
Virga tersenyum saja kemudian mengangguk-nganggukan kepala pelan, "baiklah, kalau itu maumu. Teruslah menjadi pengikut Yatara, kau akan merasakan penderitaan yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya." Kata Virga mengakhiri obrolannya, memejamkan mata sesaat dengan mengibaskan jubahnya yang langsung membuatnya menghilang di tengah hutan itu.
Edgar mengeraskan rahang, sama sekali tidak paham dengan jalan pikiran seorang Virga. Padahal selama ini Raja Samuel sudah memperlakukannya seperti anak sendiri. Selain karena Virga adalah anak dari adik kandungnya raja, juga karena Virga telah kehilangan kedua orangtuanya sedari kecil. Oleh karena itu, Virga hidup di istana bersama Raja Samuel dan keluarga.
Bukannya membalas semua jasa dan budi raja selama ini. Virga malah ingin merebut tahta yang harusnya menjadi milik Yatara. Keserakahannya akan tahta membuat akal sehat Virga terganggu, sampai-sampai memfitnah pangeran Yatara sebagai seorang penghianat. Mencuci otak anggota kerajaan, para pasukan maupun rakyat Eternal Ice. Menyebarkan isu-isu soal Pangeran Yatara yang telah membuat Raja Samuel jatuh sakit karena kekuatannya yang berbanding terbalik dengan kekuatan bangsa Eternal ice.
Yatara terlahir memiliki sepasang bola mata api, membuat raja, ratu dan semua orang menjadi cemas perihal itu. Mereka mengasumsikan kelahiran Yatara sebagai sebuah kutukan bagi bangsa Eternal Ice. Sedari lama Raja Samuel berusaha untuk menutupi tentang kenyataan bola mati yang dimiliki oleh Yatara. Namun, beberapa anggota kerajaan yang berniat menghianati raja malah perlahan menyebarkan hal itu. Mulai saat itu, Yatara dibenci oleh semua orang di kerajaannya sendiri.
Hanya Edgar, satu-satunya orang yang bisa dia percayai.
Edgar pun, mulai maju menyerang puluhan pasukan di depannya yang kini bola mata mereka kompak menghitam gelap dengan suhu udara di sekitar mereka yang makin meningkat dingin. Daun-daun di atas pohon pun sampai membeku, napas mereka sampai beruap naik menyatu dengan udara dingin di sekitar.
"Kau akan bernasib sama dengan Pangeran Yatara kalau terus-terusan memberontak," ujar salah satu dari pasukan membuat Edgar tersenyum miring, "dan kau juga akan menjadi sampah kalau terus-terusan patuh akan perintah Virga." Balas Edgar langsung menghindar saat salah satu pasukan kerajaan maju menyerangnya.
Pemuda itu melesat dengan gesit, mengacungkan pedangnya dan menebas setiap pasukan yang maju menyerangnya. Tidak ada satu pun yang bisa mneghindari pedang tajam dan panjang sosok itu. Kalau sudah bertekad menyingkirkan semua yang ada di depannya, maka bisa terjadi. Edgar bisa mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin.
Tidak perlu menunggu lama, pemuda berambut gondrong berwarna perak itu bisa menghabisi semuanya dalam waktu singkat.
Edgar menoleh ke samping, memandangi mata pedangnya yang kini ada bekas darah para pasukan yang terkapar kaku di atas serasah yang membeku itu. Ia kembali memasukan pedang dalam sarung pedangnya. Ia hendak melangkah pergi dari tempatnya berdiri, namun alisnya terangkat tinggi saat merasakan getaran yang cukup kuat yang hampir membat ia jatuh tersungkur, kalau tidak segera menyeimbangkan tubuhnya.
Pemuda itu menajamkan pandangan, merasa yakin kalau sebentar lagi akan ada hal besar yang terjadi di Eternal Ice. Kejadian yang menggemparkan, yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.