Zelon memandangi anak kecil yang duduk di hadapannya, sibuk merunduk membakar api unggung di tengah-tengah mereka. Sejujurnya, Zelon mencurigai anak laki-laki yang bersamanya itu. Selain karena kemunculannya di saat malam-malam begini yang terasa aneh, juga karena anak itu belum mengatakan sepatah kata pun, setelah selesai berhadapan dengan para monster berbahaya.
“Terima kasih sudah membantu, berkat api obormu para monster itu jadi menjauh.” Kata Zelon tulus dengan suara beratnya.
“Kau sebenarnya sedang apa di tengah hutan begini, kau tidak mungkin tinggal sendirian di dalam sini kan?” Lanjut Zelon kembali bertanya, “tidak.” Sahut anak kecil itu kini duduk bersilah sembari memandangi api unggun yang kini menyala hangat di tengah-tengah mereka.
“Tidak mungkin kau hantu kan? Dan kau jelas bukan manusia, mana ada anak sekecil kau bisa main sendirian di hutan gelap begini hanya dengan mengandalkan obor kecil ini.” Tutur Zelon lagi dengan alis bertautan. “Saya jelaskan pun, tuan tidak akan tahu.” Zelon refleks menaikan alis mendengar sebutan ‘tuan’ dari mulut anak yang baru ditemuinya. Selain terdengar kaku, juga ia tidak pernah mendengar orang di sekitarnya selama ini memanggilnya dengan sebutan tuan. “Orangtua kau kemana, kau beneran datang sendirian?”
“Benar, emangnya kenapa kalau ke hutan sendirian. Selama ini pun, saya sudah terbiasa bolak-balik hutan sendiri.” Gumamnya dengan merunduk samar, memandangi apa di hadapannya.
“Saya nekat ke sini, mau mencari seseorang … setidaknya saya harus melakukan sesuatu untuknya.” Zelon kembali menautkan kedua alisnya tidak mengerti, ia penasaran siapa sebenarnya yang anak itu cari sampai harus bermain di hutan tengah malam begini seorang diri. Entah keberanian dari mana yang dia dapat, Zelon saja mungkin tidak akan seberani anak itu kalau disuruh mendatangi hutan saat kecil— sekali pun itu di siang hari.
“Dimana-mana ada monster sekarang, kau tidak bisa bebas berkeliaran. Emangnya sepenting apa orang itu sampai kau harus mencari dan membantunya. Padahal kau masih terlalu kecil untuk melakukan sesuatu pada orang lain,” gumam laki-laki bertubuh kekar itu tidak mengerti.
“Theodoric, orang itu sudah membantu saya terlepas dari kematian. Saat saya mencari obat untuk kakek saya di hutan, dan tidak sengaja bertemu dengan monster-monster itu … dia entah bagaimana caranya melesat maju ke hadapan saya … dan membuat para monster itu tumbang dengan pedangnya.” Cerita anak itu jujur, “setelah itu dia membakarnya sampai hangus.” Lanjutnya lagi membuat Zelon mengangguk-nganggukan kepalanya mencoba mengerti.
Ada beberapa hal yang tidak ia mengerti dari penjelasan anak di depannya itu. Pertama— mencari obat di dalam hutan, setahunya tidak ada apotik atau pun puskesmas yang dibangun di tengah hutan. Kedua— tidak masuk akal sama sekali anak sekecil ini dibiarkan mencari obat sendirian untuk kakeknya di dalam hutan. Ketiga— selama ini kalau Zelon bertatapan mata dengan anak kecil, pasti anak kecil itu menangis atau pun berlari pergi mengadu pada ibu mereka. Namun, anak ini berbeda— dia malah menatap Zelon lurus tanpa berkedip lama.
“Kau mungkin akan bertemu dengan monster-monster itu lagi kalau nekat pergi mencari orang yang bernama Theodoric itu. Karena aku yakin, sekarang mereka sudah menyebar sampai ke pusat kota.”
“Pusat kota?”
“Iya benar, tempat yang ada istana presiden.”
“Ah, seperti istana kerajaan?” Zelon mengernyitkan dahi kemudian mengangguk saja, mungkin anak seusia anak itu tidak mengerti tentang presiden dan istananya. Jadi, sebisa mungkin Zelon akan menjelaskan dengan mudah. “Kalau boleh tahu, nama kau siapa?”
“Aidan,”
“Kau tinggal dimana, kalau kau bisa berkeliaran di hutan begini … berarti kau tinggal di sekitar pu—“
“Desa Haba,” sahut Aidan cepat membuat alis Zelon kembali bertautan. “Desa Haba itu dimana, sepertinya aku belum pernah dengar nama desa seperti itu. Dan terlebih lagi, tidak ada desa di sekitar daerah ini. Semuanya perkotaan, kau … sebenarnya datang dari mana?” Aidan terdiam beberapa saat, menipiskan bibir memainkan kuku tangan.
Zelon mengamati gerak-gerik Aidan, sedari tadi ia memang merasa aneh dengan pakaian anak itu. Pakaian tebal yang seperti ditambal dengan jerami bukan kain. Semiskin-miskinnya orang, tidak ada yang menempeli bajunya dengan jerami seperti anak bernama Aidan ini.
“Bisa kau ceritakan sejujurnya, dari mana kau datang?” Desak Zelon mengeraskan rahang, Aidan menghela napas sesaat lalu menganggukan kepala menurut. “Saya sebenarnya datang dari Desa Haba, salah satu desa di kerajaan Eternal Ice.” Aidan mulai bercerita dengan merunduk samar, tidak membalas tatapan Zelon yang nampak mengernyitkan dahi merasa aneh mendengar Aidan menyinggung soal kerajaan padanya. “Dan kemungkinan besar, monster-monster yang sekarang berkeliaran di dunia kalian— manusia berasal dari kerajaan Eternal Ice.” Sambung Aidan perlahan mendongak membalas tatapan pria yang kini menatapnya tidak bersahabat. “Jadi, maksud kau … awal mula munculnya monster itu dari kerajaan kalian?”
“Iya, benar. Mereka datang melalui pintu yang dibuka sendiri oleh raja baru kami … Raja Virga Rahacky.”
“Seorang raja membuka pintu di dunia kami, dan mengirim semua monster ini ke sini?” Tanya Zelon benar-benar tidak memahami apa yang Aidan katakan, “benar, sejujurnya Raja lama yang baru saja menyerahkan tahtanya sedang jatuh sakit. Semua desa terbengkalai, termasuk desa yang saya tinggali.” Cerita anak itu masih berlanjut. “Raja baru ini yang merupakan anak salah satu adik raja yang lama adalah seorang yang disebut-sebut sebagai penghianat.”
Zelon terdiam lama, mencoba mencerna dengan baik setiap kata yang dijelaskan oleh Aidan. Terlebih lagi, Zelon merasa takjub dengan lancarnya anak itu bercerita tanpa terdengar gagap sedikit pun.
“Desa kami sudah lama terbengkalai, pasokan makanan yang biasanya kami dapatkan setiap bulannya sekarang sudah tidak ada lagi. Panen yang dihasilkan oleh desa kami pun, tidak bisa kami nikmati sendiri. Kerajaan yang kini mengambil alih,”
“Kerajaan kalian benar-benar menyedihkan ya, mendengarnya saja membuat aku marah.” Aidan mengangguk mengerti, “apa kalian sudah pernah berbicara dengan raja kalian yang baru?” Aidan menggeleng cepat, “tidak, karena raja Virga baru menjadi raja beberapa hari. Dan kami rakyat kecil, tidak punya kesempatan untuk menginjakan istana kerajaan.” Zelon mendesah panjang mendengar cerita Aidan yang terdengar memilukan.
“Kalau pun, raja tidak bisa kalian temui. Bukankah ada yang namanya Ratu, pangeran atau pun putri mahkota? Biasanya kan begitu,” Aidan menipiskan bibir, mengatupkan mulut sesaat.
“Pangeran mahkota menghilang beberapa minggu, katanya datang ke dunia manusia untuk melarikan diri.”
Zelon sontak mengernyitkan dahi bingung, “melarikan diri?” Aidan kembali mengiyakan. “Katanya Pangeran mahkota adalah seorang penghianat, tapi nyatanya pangeran Yatara yang paling peduli terhadap rakyat jelata seperti kami. Biasanya setiap bulan sekali, Pangeran Yatara selalu mengunjungi desa ke desa untuk memastikan rakyatnya tidak ada yang kelaparan.”
“Ternyata masih ada yang peduli,”
“Iya, saya berharap bisa menemukan pangeran di sini,”
“Aku akan membantu, karena kau sudah menolongku tadi.”
Aidan tersenyum simpu, “terima kasih.”
Keduanya kembali tersentak kaget, kompak menolehkan kepala ke arah ujung jalan setapak. Derap lari membuat mereka berdua langsung berdiri, bersiap dengan posisi siaga menyambut kedatangan para monster yang tidak ada habisnya.