Penghianat Beraksi

2751 Kata
           Edgar membasuh wajah dengan air sungai, menaruh pedangnya di samping kakinya dengan menjadikan batu besar sebagai sandaran pedang. Ia menghela napas sesaat setelah merasa segar kembali setelah kelelahan menyusuri jalan setapak berusaha mencari keberadaan Pangeran Yatara. Edgar sering mengunjungi Sungai Taho ini bersama dengan sang pangeran, entah karena mereka sengaja datang untuk jauh-jauh bermain di sana. Atau hanya untuk bersembunyi dari pasukan kerajaan yang mengejar dan mencari keberadaan mereka berdua. Ia merutuki diri sendiri karena tidak bisa menjaga janjinya pada pangeran untuk tidak menghianati dan meninggalkan Pangeran Mahkota sendirian. Beberapa minggu yang lalu, Edgar terpaksa balik ke rumahnya tanpa bicara dulu pada Yatara. Tidak menjelaskan kenapa ia memilih untuk pulang ke desanya dari pada menemani Yatara untuk menemui Raja Samuel yang dijaga ketat oleh pasukan kerajaan. Jadinya, Yatara harus menelan pahit keinginannya yang tidak membuahkan hasil. Karena setelah itu, pasukan kerajaan yang dibawa kendali Virga menuduh Yatara berhianat dan melakukan sesuatu terhadap Raja Samuel—ayah kandung Yatara. Raja Samuel kini mengidap penyakit aneh yang sulit untuk disembuhkan, kata salah satu tabib penyebabnya adalah adanya kekuatan asing yang berada di Eternal Ice. Kekuatan yang bisa perlahan menghancurkan kerajaan Eternal Ice yang sudah dibangun dengan susah payah oleh raja-raja terdahulu. Tabib itu mengatakan kalau semua kemalangan yang terjadi pada raja dan rakyat adalah karena ulah kekuatan menakutkan itu yang berasal dari –- Yatara. Virga dengan cepat mencari kesempatan untuk menghukum dan memusnahkan Yatara. Agar tidak ada lagi pewaris tahta yang sebenarnya. Dengan begitu, ia akan mendapat kesempatan untuk menjadi raja Eternal Ice yang selanjutnya. Tentunya rencana itu tidak diketahui oleh Raja Samuel yang tengah terbaring sakit, dan berhari-hari tidak sadarkan diri. “Ck, harusnya aku bisa membaca situasi saat Virga menyuruh aku untuk balik ke desa,” decak pemuda itu menyesali perbuatannya. “Jadinya aku harus kehilangan pangeran untuk kesekian kalinya. Entah sekarang aku harus mencarinya dimana, yang jelas … pangeran tidak ada di istana.” Lanjutnya bergumam sendiri sembari memandangi pantulan dirinya pada air sungai yang bening itu. Edgar kembali membasuh wajahnya berulangkali berharap rasa bersalahnya runtuh dengan debu yang menempel pada wajah tampannya. Ia menoleh kaget saat merasakan ada kehadiran seseorang di belakangnya, refleks ia meraih pedangnya dan mengarahkan pada sosok mungil yang kini menatapnya ketakutan. Edgar tersadar, ia segera menarik kembali pedangnya saat tahu kalau di depannya hanyalah seorang anak kecil. “Kak Edgar, ada orang aneh yang datang berkunjung ke rumah Aidan dan Anna.” Ujar anak itu meneguk ludah samar. “Orang itu memakai pakaian yang aneh dan juga membawa sesuatu yang besar di belakang punggungnya,” ceritanya membuat Edgar menaikan alisnya tinggi. “Terus kemana dia sekarang?” “Masih di dalam rumah Aidan dan Anna, belum keluar sejak tadi. Pintu rumah mereka juga tidak dibuka seperti biasa, da nada sesuatu bau aneh dari dalam rumah Aidan.” Jelas anak kecil itu lagi membuat Edgar mengeraskan rahang. “Baiklah, kau duluan saja. Aku akan segera menyusul,” kata Edgar mengibaskan tangan menyuruh anak laki-laki itu segera pergi. Beberapa menit setelah anak tadi menghilang dari pandangannya, Edgar pun segera bergegas mengambil jalan pintas. Berlari secepat kilat membuat rambut perak gondrongnya meliuk-liuk mengikuti hembusan angin. Edgar pun, sampai di desa Haba. Desa tempatnya para rakyat jelata seperti dirinya. Pemuda itu melangkah pelan, menajamkan pandangannya saat sudah mendekati rumah Aidan dan Anna. Samar-samar, ia bisa mendengar suara seorang laki-laki di dalam sana membuat ia langsung mendobrak pintu dengan lengan. Kemudian mengarahkan pedangnya pada leher pemuda yang kini melebarkan mata kaget menatapnya shock. Edgar mengernyitkan dahi merasa familiar dengan sosok di samping pintu. Sosok yang biasa juga ia lihat kalau bersembunyi bersama Yatara di dunia manusia. Dengan membuka pintu portal rahasia yang membawa mereka sampai ke dunia yang dimana berisi orang-orang serakah itu. “Kau … kenapa bisa di sini? Bagaimana bisa … manusia ada di tempat ini?” Tanya Edgar masih belum menarik pedang tajamnya. Aidan dan Anna ingin membuka mulut menjelaskan, namun tatapan tajam Edgar membuat dua anak kecil itu mau tidak mau mengatupkan bibirnya rapat. “Cepat jelaskan, sebelum pedang ini mengiris lehermu.” Ancam Edgar kembali menekan kalimatnya, “bisa tidak … kau singkirkan dulu pedangmu, bagaimana bisa aku jelaskan kalau peda—“ “Aku tidak mau mendengar omong kosongmu, cepat jelaskan!” Potong Edgar dengan mengeraskan rahang, tidak memberi celah pemuda itu untuk bernapas. “Aku … Theodoric, aku memang dari dunia manusia.” Jelas pemuda itu mendecak samar, “aku juga sebenarnya tidak ingin datang ke tempat seperti ini. Tapi, semua jadi makin runyam karena pedang Yatara terjebak dalam tubuh aku.” Mendengar penuturan Theodoric yang terdengar aneh di telinganya, Edgar sontak menarik pedangnya kemudian memasukannya kembali ke sarung pedang. “Kau kenal dengan Pangeran Yatara?” Theodoric sontak melengos kasar, entah kenapa mendadak emosi mendengar nama Yatara disebut dengan emble-emble pangeran. “Kenal, orang yang kau sebut sebagai pangeran yang sudah maksa aku datang ke tempat ini. Sampai harus mempertaruhkan nyawa, sampai di sini bukannya disambut dengan baik karena sudah mau membatu Yatara … malah diancam dan mau dibunuh.” Racau Theodoric tidak habis pikir. Edgar masih sepenuhnya tidak percaya dengan apa yang baru saja pemuda yang memakai pakaian modern itu— Theodoric namanya –- manusia paling cerewet yang pernah Edgar temui. “Bagaimana bisa kau kenal dengan pangeran?” Theodoric mendecak samar, melangkah keluar dengan menarik ransel beratnya kemudian memakainya cepat. “Bisa kan jangan bahas di depan anak-anak, perbuatan kau tadi … sudah membuat mereka takut.” Decak Theodoric melangkah lebih dulu, walau menyempatkan menoleh pada Aidan dan Anna untuk berpamitan. Edgar menajamkan pandangan, mengekori Theodoric yang melangkah memimpin tanpa menoleh ke belakang Edgar. Sibuk bergidik dengan memegangi lehernya bekas pedang Edgar yang hampir melukainya. Setelah menysuri jalanan selama kurang lebih dua puluh menit dan diikuti tatapan kebingungan dari orang-orang desa. Akhirnya dua pemuda itu sampai di Sungai Taho, Theodoric pun langsung merunduk dan membasuh mukanya pada air jernih itu. Rasa lelahnya langsung hilang begitu saja saat air dingin nan sejuk itu menyentuh wajahnya. “Aku tidak tahu sebenarnya apa hubungan kau dengan Yatara, sampai kau terlihat emosi dan hampir membunuhku tadi.” Ujar Theodoric beranjak berdiri, rambut hitamnya masih setengah basah karena air sungai. “Tapi, alangkah lebih baiknya kalau kau menanyakan dulu baik-baik. Bukan langsung menodongkan pedang pada seseorang yang mau membantu pangeran kebanggaanmu itu.” Sindir Theodoric dengan mendecih samar, mengusap bekas air yang masih ada di dagu terbelah duanya. “Tidak ada yang namanya bertanya baik-baik pada orang asing yang seenaknya masuk ke kerajaan Eternal Ice, bahkan menyelinap masuk ke rumah salah satu penduduk.” Balas Edgar masih dingin, “cih, ternyata orang-orang di kerajaan ini sama-sama menyebalkan ternyata. Kalau bukan karena untuk kelangsungan hidup aku sendiri, aku tidak akan mungkin mengambil resiko sebesar ini.” Geram Theodoric menggerutu sendiri. “Jadi, apa hubunganmu dengan Pangeran Yatara?” Tanya Edgar lagi masih belum berhenti, “kau tahu kan, Yatara punya pedang api?” Edgar sontak mengangguk membenarkan. “Aku tidak sengaja menemukan pedangnya itu saat dalam perjalanan pulang.” Cerita Theodoric berusaha bersabar, karena ekspresi sosok jangkung di depannya itu sama sekali tidak ada ramah-ramahnya—seperti algojo saja. “Karena penasaran aku pungut, karena aneh saja melihat pedang di antara tumpukan daun kering di pinggir jalan.” Ujar Theodoric mendecak samar, memperbaiki ranselnya di belakang punggung sesaat. “Entah apa yang terjadi, pedang itu meresap masuk ke tangan aku dan berubah menjadi sebuah sinar kecil yang langsung lenyap masuk ke tubuh aku. Sampai tubuh aku terlempar kuat ke udara dan terbanting kasar ke jalanan, setelah itu aku tidak ingat … karena aku pingsan.” Ujar Thedoric menjelaskan panjang lebar membuat Edgar terdiam beberapa saat, “dan aku tidak tahu, kalau ternyata ada pemiliknya juga yang ikut terjebak masuk ke dalam tubuh aku.” Sambung pemuda itu lelah sendiri. “Katanya namanya Yatara, seorang pangeran mahkota kerajaan Eternal Ice.” Edgar mengerjap-ngerjap matanya merasa aneh dengan apa yang terjadi. “Setelah pedang itu dan juga Yatara masuk ke tubuh aku, ada beberapa hal aneh yang terjadi pada tubuh aku.” Kata Theodoric serius, ia mengangkat hoodienya pelan memperlihatkan roti sobeknya membuat alis Edgar terangkat tinggi. “Aku jadi punya ini, sesuatu yang membuat laki-laki menjadi makin seksi.” Edgar memejamkan mata sesaat, tidak paham dengan apa yang baru saja sosok di depannya itu katakan. “Bukankah semua laki-laki memang biasa punya itu ya?” Theodoric melongo tidak percaya, “mungkin orang di sini begitu, tapi di dunia aku … tidak semuanya punya.” Edgar menganggukan kepala baru mengerti. “Selain itu, apa ada hal aneh lain yang terjadi?” Thedoric terdiam beberapa saat, lalu mengiyakan. “Tubuh aku jadi lebih ringan, lebih kuat dari biasanya. Bahkan, sampai membuat pintu kamar aku ambruk dan terbelah menjadi dua. Selain itu juga, aku bisa mengalahkan para pesepeda motor yang biasa gegayaan di jalanan.” Cerita Theodoric menggebu-gebu. “Bukan hanya itu, ada kekuatan seperti kobaran api yang keluar dari telapak tangan aku.” Edgar sontak membulatkan mata kaget mendengar penuturan Theodoric yang sama sekali tidak ia bayangkan sebelumnya. “Dan juga, saat sebelum memutuskan untuk ke sini … Yatara yang menyuruh aku membuka pintu portal tadi. Ya, memang itu kejadian … aku sendiri juga tidak menyangka.” Kata Theodoric menjelaskan panjang lebar, “katamu … Pangeran Yatara menjelaskan semuanya padamu. Bukankah, Pangeran terjebak di dalam tubuhmu?” “Benar, dia masih bisa mengajak aku bicara dan mengobrol. Sampai bisa mengendalikan tubuh aku seenaknya,” “Terus, sekarang kenapa Pangeran tidak bisa bicara seperti yang kau bilang?” “Tidak tahu, yang jelas dia bilang … dia mau membakar tubuh aku. Karena suhu di sini tidak sama dengan suhu di tempat aku berada.” Edgar mengangguk-nganggukan kepala mengerti sekarang, “itu berarti Pangeran Yatara sudah mengorbankan dirinya untuk kau.” “Untuk aku?” Tanya Theodoric kebingungan, “untuk sementara Pangeran tidak akan menampakan diri seperti biasa.” Jelas Edgar kini menghela napas samar, “dia sengaja mengerahkan kekuatannya untuk menjaga tubuh kau agar terbiasa dengan suhu dingin di Eternal Ice. Kalau tidak, kau hanya akn menjadi batangan es saat menginjakan kaki di sini.” Lanjut Edgar menjelaskan membuat Theodoric menganggukan kepala mengerti, sekaligus merasa bersalah juga. “Katanya aku harus menemui seseorang yang bisa membantu aku dan Yatara agar bisa kembali seperti biasa. Aku sudah ingin kembali ke duniaku, di sini terlalu menakutkan sepertinya,” ujar pemuda itu menoleh sesaat pada Edgar. “Bersiap-siaplah, perjalanan kita masih panjang. Kita akan menemui Ratu Shaniell untuk membantu kita menemukan orang yang bisa mengeluarkan Pangeran Yatara dari tubuhmu,” tutur Edgar berdiri tegap kini, memandangi langit yang mulai gelap. “ “Kita akan berangkat sekarang?” Edgar menganggukan kepala membenarkan, “hm, tidak ada waktu untuk berleha-leha. Karena kerajaan sekarang sedang diambang kehancuran, Virga sudah mulai menjalankan rencananya. Jadi, Pangeran Yatara harus segera kembali.” Kata Edgar dengan menajamkan tatapannya. “Virga … siapa?” Edgar menoleh sesaat pada Theo, “dia adalah sepupunya Pangeran Yatara, namun ambisi dan keserakahannya membuat Virga melakukan segala cara agar bisa mejadi pewaris tahta kerajaan selanjutnya.” Theodoric menaggaruk pipinya sekilas, “bukankah kalian punya raja yang masih hidup? Kenapa harus membutuhkan pewaris lagi? Apa rajanya setua itu?” Edgar menggeleng cepat, “yang mulai Raja Samuel sekarang sedang sakit keras. Penyakit aneh yang tidak bisa sembuh sampai sekarang, mereka semua mengatakan penyakit ini ada karena ulah Pangeran Yatara.” Kata Edgar mengeraskan rahang kuat. “Pangeran Yatara selama ini harus menjalani kehidupan yang sulit, diasingkan dari istana kerajaan karena dia berbeda dengan orang-orang di kerajaan.” “Berbeda?” “Hm, bola mata api milik Pangeran Yatara berbeda dengan manik mata milik penduduk asli Eternal Ice. Kita semua identik dengan elemen es dan rambut perak dengan kekuatan yang bisa membuat sekitar membeku.” Jeda Edgar sejenak, “berbanding terbalik dengan Pangeran Yatara, saat pangeran mengeluarkan dua pedang apinya. Semua suhu di sekitar menjadi panas, tempat-tempat yang membeku pun perlahan mencair dan hancur. Oleh karena itu, orang-orang membenci pangeran.” Lanjut Edgar menceritakan semuanya pada Theodoric yang kini nampak shock mendengar cerita memilukan tentang Yatara. “Karena itu … Yatara kabur ke dunia manusia?” “Benar,” Theodoric menghela napas sesaat, entah kenapa merasa makin masuk ke dalam masalah Yatara dan kerajaannya. Ia jadi merasa harus bertanggung jawab, dan melakukan sesuatu untuk Yatara dan juga kerajannya. *** Hembusan angin dingin menerpa lembut daun-daun pohon yang masih berpegangan pada ranting. Batang-batang pohon bergerak samar, menggugurkan daun-daun pohon yang sudah kering. Daun kering itu tertiup mengambang di udara, terbang menyusuri udara sampai tersesat dan menyentuh menara tinggi yang kini diselimuti salju di sekitarnya. Menara yang pilar-pilarnya tinggi dengan ujung rancing yang terbuat dari es abadi yang dicampur dengan serbuk bunga kerajaan. Yang membuat istana kerajaan akan bersinar indah sekalipun tanpa cahaya lampu. Bagian luar istana, ada gerbang tinggi, di halamannya ada air mancur yang masih ada walau pun suhu dingin itu. Di samping ada barak militer tempat pasukan kerajaan berada, dan juga beberapa kuda yang bersiap kalau-kalau ada perang yang terjadi. Berbeda dengan bagian luar, di dalam istana tidak bisa dipungkiri kalau semua orang yang melihat akan jatuh hati dengan keindahannya. Ada ruang tamu yang terletak di samping altar, ada ruangan di sana yang memang khusus untuk tamu kerajaan. Ada juga ruang kerajaan yang dimana digunakan untuk pertemuan raja dan para anggota kerajaan saat momen-momen tertentu. Satunya lagi ada ruang tahta, ruangan ini adalah pusatnya istana. Di atasnya ada lampu yang mneggantung setinggi 48 kaki yang digantung pada langit-langit. Berbentuk seperti pagoda setinggi 60 kaki dan disangga oleh tiang beton yang dikelilingi es bergambar bunga abadi khas kerajaan Eternal ice. Terakhir adalah ruang pribadi raja, tempat Virga saat ini berdiri. Pemuda itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum samar melihat raja yang tidur tidak tenang dengan keringat yang nampak pada pelipisnya. Beberapa bagian tubuhnya seperti ada luka bakar yang melepuh dan tidak mengering sampai sekarang. Anehnya luka bakar itu seperti bekas gigitan orang, padahal tidak akan ada yang berani menyentuh raja, bahkan seujung kuku pun. Kalau tidak, mereka akan menerima hukuman mati digantung tanpa kepala di depan rumah-rumah mereka. “Bagaimana keadaan yang mulia raja?” Tanya Virga pada seorang tabib yang kini merundukan kepala takut, “sampai sekarang belum ada perkembangannya, tuan. Lukanya juga belum ada tanda-tanda mengering, saya tidak bisa sembarangan memberinya obat karena bisa mengancam keselematan yang mulia raja.” Jelas tabib itu masih dengan kepala tertunduk. Virga mendecak samar, berdiri di samping tabib yang terlihat gemetaran melihat jubah Virga yang kini menyentuh kaki kirinya. “Lakukan apapun agar raja segera sembuh, kalau tidak … kau akan aku bantai di depan keluargamu.” Ancam sosok berwajah tampan itu membuat tabib menganggukan kepala cepat. “Ba-baik, tuan.” Virga pun, menarik salah satu kursi dan duduk di sisi ranjang raja. Pemuda itu meraih salah satu tangan Raja Samuel, kemudian menepuk-nepuknya pelan. “Yang mulia— ah, tidak … paman, sekarang kau sudah bisa beristirahat dengan tenang. Kerajaan dan istana percayakan saja pada aku.” Ujarnya bergumam samar, tersenyum kecil memandangi Raja Samuel yang perlahan membuka mata. “Jangan mengharapkan Yatara untuk menjadi penerus tahtamu, ada aku di sini. Kau tidak perlu mencari Yatara lagi,” “Apa … maksud kau, Virga?” Virga menggelengkan kepala pelan, menajamkan pandangannya kemudian menjulurkan tangan mencengkram wajah raja kasar. “Paman tidak boleh menatap aku seperti itu, tugas paman hanya satu sekarang.” Jedanya dengan meraih salah satu gelas di samping tempat tidur, “paman hanya perlu tidur lebih lama lagi, kalau perlu tidak usah bangun-bangun lagi.” Lanjut Virga sembari menuangkan minuman ke dalam mulut raja, membuat Raja Samuel tersedak namun masih tetap dipaksa untuk meminum cairan aneh yang diberikan oleh Virga. Perlahan tubuh Raja Samuel melemah, kedua tangannya mendadak kaku dengan manik matanya yang fokus pada satu titik. Virga mengangguk-nganggukan kepala senang, akhirnya bisa melanjutkan rencananya yang sudah ia susun selama ini. Rencana untuk mejadi raja Eternal Ice dan membuat perubahan baru untuk semua rakyat Eternal Ice. Pemuda itu menolehkan kepala, memanggil salah satu anggota kerajaan dan memberi tahu tenang sesuatu hal. “Kumpulkan semua anggota kerajaan, besok … kita harus melakukan upacara serah-terima tahta. Paman aku … sudah menyerahkan tahtanya pada aku, karena tubuhnya … tidak bisa merasakan apa-apa lagi.” Jelas Virga dengan menampakan ekspresi sendunya, “bagaimana dengan Pangeran Yatara?” Tanya sosok itu membuat Virga mengeraskan rahang. “Yatara sekarang bukan lagi Pangeran Mahkota tapi seorang penghianat, kerahkan beberapa pasukan untuk mencari keberadaannya sekarang. Setelah itu bunuh Yatara di tempat itu juga, kalau ada orang yang berusaha membantu … anggap mereka semua adalah penghianat kerajaan.” Titah Virga dengan menajamkan pandangannya, sesaat menoleh pada Raja Samuel yang kini tertidur dengan mata terbuka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN