Aku dan Erlangga terdiam menatap macan semakin menjauh dan menghilang. Setelah itu, kulihat ke arah lain, di mana pepohonan sudah mulai jarang. Ternyata matahari sudah hampir di atas kepala. "Sekarang kita berjalan kaki, hingga bertemu dengan jurit jayawangsa. Di depan adalah batas kerajaan kalian," jelas Erlangga. Aku pun mulai melangkah meninggalkan hutan lebat menuju arah yang makin jarang. Erlangga tidak banyak bicara, dan dia memposisikan diri berada di depan. Hingga akhirnya aku melihat sebuah pohon rambutan yang berbuah lebat. "Tunggu, Lang. Aku haus. Ada pohon rambutan di sana," kataku. "Oh, oke." Dia pun segera berjalan mengikutiku. "Lebat, buahnya," kataku sambil melompat-lompat untuk memegang salah satu ranting tempat buah itu bergerombol. Namun tanpa.usaha yang ber