Setelah yang terjadi tadi, Kai datang membawa sarapan. Aku mengunci rapat mulutku untuk bicara dengannya. Tetap makan dengan tenang. Masih ada rasional yang kupunya, dalam keadaan marah tidak seharusnya aku menyiksa diri sendiri.
Aku ingin cepat-cepat keluar dari rumah sakit, meninggalkan sesak yang sedang terjadi. Semakin lama aku bersama Kai, dengan sikap menyebalkan tingkat tingginya, aku bisa benar-benar tidak waras.
Syukurlah, dokter datang memeriksaku sekali lagi, sebelum aku diizinkan pulang.
Lagi-lagi aku tidak diberi pilihan, Kai mengantarku, tidak ada yang bicara diantara kami. Membiarkan sunyi menyelimuti. Mataku lebih tertarik menatap keluar jendela dibanding pada seseorang yang duduk di sampingku. Bahkan, ketika Kai berbicara dengan seseorang ditelepon. Aku menulikan pen
