7. Mengamankan Camilannya

1296 Kata
Sebelum Emily membuat suasana semakin suram, dia harus memutuskan sikapnya. Emily tertawa. "Hahaha... kalian pasangan yang serasi. Kalau ingat dulu kalian sering bertengkar di organisasi, nggak akan ada yang menyangka kalian bakal jadi couple kayak sekarang. Ya, kan, Gio?" Gio menggebrak meja, membuat semua orang terkejut. Berdiri, dia berjalan ke arah Ash. Baru saja akan mengangkat tangan untuk meninju wajah protagonis itu, tapi Grace sudah lebih dulu menggamit lengannya, dan sedikit menarik mundur pria itu. Emily yang paling terkejut di antara yang lain. Gadis itu baru menyadari kalau ada sosok asing di dekat gebetannya. Siapa gadis ini? Grace mendengkus, melirik headband di tangan Ash dengan tatapan merendahkan. "Barang murahan memang cocok untuk orang murahan." Ash terkejut dengan pernyataan Grace, bahkan Lily merasa malu karena hanya bisa membeli barang murahan untuk kekasihnya. Gio juga awalnya marah karena barang pemberian Lily dilabeli dengan 'murahan' tapi setelah mendengar kalimat terakhir Grace, dia sedikit senang. Jarang-jarang, kan, ada yang merendahkan Ash, apalagi ini gadis yang dulu tergila-gila dengannya yang mengatakannya. "Murahan?" Ini Ash yang bertanya, rautnya sudah buruk seolah siap menelan Grace pada detik berikutnya. Grace mengabaikan Ash, malah menatap Gio sambil tersenyum kecil. "Big Brother, aku akan belikan yang lebih baik dari itu, bahkan akan membelikanmu arm sleeve, tas, sepatu, dan jersey kualitas terbaik. Bagaimana menurutmu, Kapten Tim Basket?" Grace sengaja menekankan kata 'kapten' untuk memprovokasi Ash. Semakin kesal protagonis, semakin villain senang, maka semakin aman nasib camilannya. Meski Gio tahu Grace mengatakan itu untuk menghiburnya, tapi dia merasa buruk karena secara tidak langsung hadiah Lily direndahkan. Apalagi ketika gadis itu menunduk sedih sambil menggigit bibir bawahnya. Grace lemah EQ, tidak memahami kalau untuk tujuan menghibur Gio, dia telah menyinggung Lily, dan itu malah menyakiti big brother-nya. Meski begitu, dramanya belum selesai. "Jangan buang waktu dan tenagamu, big brother." Grace menatap Ash dari kepala sampai kaki, memberi kesan sedang merendahkan melalui tatapan dan senyum tipisnya. "Terutama untuk orang yang hanya mengandalkan wajah dan nama belakangnya." Belum sempat Ash membals, Grace sudah kembali menatap Gio. "Setahuku, basket membutuhkan chemistry antar pemain. Kalau ada orang yang nggak bisa rukun dalam tim, bukankah kapten bisa menyarankan pelatih untuk mengeluarkannya?" Gio paham maksud Grace. Si Villain yang katanya tidak pernah tersenyum apalagi tertawa, kini mengacak gemas rambut adik tirinya sambil tertawa. Awan mendung di atas kepalanya pun berubah jadi cerah. Grace diam-diam menghela napas lega karena Gio tertawa. Kata Dayu, tertawa bisa mengindikasikan kebahagiaan. Akhirnya nasib camilannya aman. "Kamu benar," kata Gio, kemudian menatap Lily dengan pandangan rumit. Gio tidak ingin menyakiti gadis yang dia sukai ini, dan memaksa untuk bersamanya malam ini pun terlihat tidak benar. Maka dia hanya bisa mengatakan, "Besok kita akan bicara lagi, Lily." Dengan begitu, Gio dan Grace meninggalkan tempat kejadian tanpa menoleh ke orang-orang yang memiliki ekspresi terkejut. Ash yang paling terkejut di sana. Dulu, Lily menarik perhatiannya karena dia orang pertama di WHS yang berani mengomentari sikapnya, tapi gadis itu tidak pernah merendahkannya sekalipun mereka sedang bertengkar. Ini pertama kali dia bertemu orang yang merendahkannya sedalam itu, senyata itu, dan seberani itu. Bahkan secara tidak langsung mengancam mengeluarkannya dari tim basket. Apa ada yang salah dengan pemikiran gadis itu? Atau dia tidak tahu siapa Ash? Ash, anak orang terkaya di negara ini. Ash, yang punya fanclub terbesar sampai mengalahkan idol dan aktor terkenal. Ash, yang di usianya belum genap 18 tapi sudah memiliki saham dan jabatan penting di perusahaan keluarga. Setelah dia pikir lagi, apa yang dikatakan Grace ada benarnya. Kalau bukan karena wajah dan latar belakangnya, pencapaiannya tidak akan bisa seperti sekarang. Tidak, tidak. Dia juga punya kemampuan! Dia pintar, dan hampir mampu melakukan segala hal. Sains, olahraga, bisnis, dia bisa melakukannya. Kalau tidak punya kemampuan, mana mungkin keluarganya memberi jabatan penting di perusahaan. Beraninya gadis itu menghinanya! "Ash...?" Lily khawatir Ash merasa buruk, dan baru akan memberikan beberapa kalimat penyemangat, saat pria itu tiba-tiba mengembalikan hadiah pemberiannya. Ash pun keluar kafe menyusul Grace dan Gio. Tangan Lily gemetar ketika memegang hadiah yang dikembalikan Ash. Matanya berkaca-kaca. Dia sering direndahkan oleh orang lain karena latar belakangnya, bahkan pada awalnya, dia sering dibully karena memasuki WHS melalui jalur beasiswa. Gadis miskin, murahan, rendahan, gelar apa yang belum pernah disematkan orang untuk menghinanya? Dia tidak pernah menyerah dengan itu semua, masih keras kepala tersenyum dan bertahan demi cita-citanya. Tekad Lily selalu sekuat baja. Kesabarannya selalu tinggi. Namun, saat Ash menyatakan kepada semua orang bahwa menyakiti gadis itu sama dengan menyakitinya, dia menjadi sedikit santai, dan merasa sederajat dengan orang-orang itu. Hari ini, orang yang menaikkan derajatnya justru menurunkannya dari tempat tertinggi karena kata-kata 'murahan' dari gadis lain. Coba pikir, seberapa rendah dirinya kini? Emily memang cukup terkejut karena ada gadis yang berani menghina Ash sampai sejauh itu. Yang paling mengejutkan tentu saja karena gadis itu bisa membuat si sangar Gio tertawa. Namun, villain wanita ini mampu beradaptasi dengan segala situasi, dan memanfaatkan apapun yang menjadi keuntungannya. Kalau tidak, dia tidak akan dilabeli villain oleh penulis. Alih-alih kesal karena gebetannya dekat dengan gadis lain, Emily malah lebih merasa bahagia ketika Lily sedih akibat hadiahnya dikembalikan oleh Ash. Bukankah akan lebih membahagiakan kalau menabur garam di atas luka orang lain? Seringainya pun terbit. "Lily, kamu baik-baik saja?" tanya Emily sembari memegang bahu gadis itu. Lily memeluk Emily. "Aku membuat Ash malu sebagai pacarnya." Emily menyembunyikan seringainya ketika menepuk-nepuk punggung Lily dengan penuh kasih sayang. "Jangan menyalahkan dirimu, Lil. Ash bukannya nggak tahu keadaan ekonomimu. Dia menerimamu apa adanya." Dia melepas pelukan, menghapus air mata di pipi Lily, lalu menghela napas. "Padahal kamu sudah menghemat untuk beli hadiah ini bahkan sampai nggak makan malam biar bisa menabung. Kamu memilihnya dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan, tapi Ash malah mengembalikannya karena perkataan gadis itu." Lily mengernyitkan kening. "Tentu saja ini bukan salah Ash, tapi salah gadis itu. Apa sebenarnya dia sedang mencoba menarik perhatian Ash?" Selagi Emily meracuni pikiran Lily, Ash sudah mencapai Grace dan Gio. Ash menahan pergelangan Grace. "Siapa kamu?" Grace ingin menyentak tangan Ash, tapi cengkeraman pria itu sangat kuat. "Lepas!" Gio langsung meninju Ash. Ash tidak siap, jadi dia terjatuh. Karena masih memegang pergelangan Grace, maka gadis itu juga ikut terjatuh dan menimpa Ash. Ash tertegun menatap Grace yang cantik di atasnya. Ekspresi gadis itu datar, tanpa emosi apapun. Baru kali ini dia berhadapan dengan gadis yang benar-benar tidak merespon ketampanannya bahkan dalam jarak sedekat ini. Dulu, saat masih bertengkar dengan Lily saja, dia bisa samar-samar melihat kegugupan Lily. Tapi gadis di atasnya ini hanya memberi tatapan tajam seolah dia telah berhutang jutaan dollar. Pada detik ini, Lily dan Emily keluar kafe. Mereka menyaksikan Grace yang berada di atas Ash. Emily diam-diam mengambil potret Grace, kemudian berbisik ke Lily, "Tadi gadis itu membuat Ash mengembalikan hadiah darimu, sekarang dia terang-terangan menggodanya. Mungkin besok Ash akan pergi darimu. Kamu harus tegas Lily, beri gadis itu─" peringatan. "Emily, aku mau pulang." Emily memutar bola matanya setelah Lily balik badan. Susah sekali memengaruhi teman ini untuk menjadi agresif. Tujuannya cuma satu: merusak citra Lily agar Gio membencinya. Sayangnya, dia selalu gagal. Lily punya kesabaran luar biasa. "Lily!" teriak Emily, sengaja berteriak biar Ash mengejar, tapi justru Gio yang bergerak. Emily ingin mengikuti pula, tapi Peter yang barusan keluar kafe menahannya. "Bos sedang marah. Jangan mengganggunya, Nona," bisik Peter, lalu menyeret Emily pergi. Peter dan Emily sudah saling mengenal sejak kecil. Dulunya keluarga Peter hanya pelayan di rumah Emily, tapi setelah ibunya menikah dengan pria kaya, status mereka berubah. Meski begitu, Peter masih menganggap Emily sebagai nona-nya. Ash mendengar teriakan Emily, dan melihat Lily yang pergi. Dia segera melepaskan pergelangan Grace, dengan kasar membentak, "Bangun! Menjauh dariku!" Grace bangkit. "Lucu sekali! Kamu yang menarikku jatuh, tapi malah menyalahkanku." Ash hanya mendengkus, ingin segera mengejar Lily, tapi Grace tidak membiarkannya pergi terutama setelah Gio bergerak. Dia menghalangi jalan Protagonis. "Minta maaf kepadaku," kata Grace dengan nada dingin. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN