RENCANA YANG GAGAL

1551 Kata
Pagi itu tidak ada kesibukan berarti di kantor bagi Surya. Hanya memeriksa beberapa berkas yang sudah tersimpan rapi di meja kerjanya. Selebihnya hanya mengecek perkembangan perusahaan terutama bagaimana menghadapi banyaknya gempuran perusahaan baru yang siap menyaingi perusahaan milik Surya. Perusahaan baru yang datang dengan promosi besar-besaran dan rela menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk mendatangkan artis mancanegara sebagai brand ambassador cukup membuat Surya dilanda kecemasan. Dia harus memutar otak bagaimana marketing mereka bisa menggebrak pasaran kembali. Walaupun perusahaan Surya memiliki kelebihan dari segi jaringan luas yang tersebar di seluruh Indonesia tetapi bisa saja orang perlahan-lahan beralih provider, itu yang harus diwaspadai. Dret…dret… Ponsel Surya berbunyi, tertera nama adiknya Mentari. Surya mengabaikan panggilan itu dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Dia sudah menebak apa yang diinginkan adiknya itu. Tentu saja pasti mengenai uang tidak sekalipun adiknya menghubungi hanya untuk menanyakan kabarnya. Terlebih lagi menanyakan kabar ibunya. Mungkin karena inilah ibunya lebih sering mengunjungi dirinya dibandingkan kedua adik perempuannya. Mereka hanya bisa menjadi beban bagi baginya dan ibunya. Sifat kedua adiknya ini seringkali membuat Surya malu kepada istrinya-Cahaya, yang kelihatan lebih peduli kepada ibunya bahkan menganggap ibunya seperti ibu kandungnya. Tepat pukul lima, Surya menghubungi Cahaya bahwa dirinya akan terlambat pulang bekerja karena alasan pekerjaan. Namun nyatanya itu bukan alasan yang sesungguhnya. Dia akan bertemu seseorang yang spesial baginya. “Halo,” ucap Surya. “Iya Mas,” ucap seorang dibalik panggilan itu. “Kita jangan bertemu di apartemen ya. Kita ketemu di hotel aja. Kebetulan makan malam nanti aku ketemuan bareng klien,” usul Surya dan mengambil jasnya yang digantung di belakang kursinya. “Iya Mas. tapi kita nginep kan,” ucap wanita itu dengan suara manja dan menggoda. ”Gak bisa dong. Ibu aku ada di rumah sayang. Aku gak bisa,” tolak Surya dan mengecek sekali lagi penampilannya sebelum meninggalkan kantor. “Ya udah deh. Awas aja kalau kamu minta cepet-cepet udahan eh malah minta nambah,” ancam wanita itu setengah merajuk. Surya tertawa terbahak-bahak. Dia memang seringkali melakukan itu. Surya kemudian keluar meninggalkan perusahaan sambil sesekali membalas sapaan karyawannya dengan ramah. Dia memang diketahui atasan yang sangat ramah dan juga dekat dengan semua karyawannya. Surya juga mempunyai daya ingat yang bagus. Dia begitu mudah mengingat nama-nama orang yang dijumpainya, itu juga berlaku kepada karyawannya. “Menuju hotel Grand Mawar,” perintah Surya kepada sopir kepercayaannya. Setibanya di hotel, Surya menuju lantai 4 ruangan yang telah direservasinya. Dia memastikan keadaan sekeliling terlebih dahulu sebelum masuk kamar. Takut-takut ada yang mengikutinya. Pemandangan indah tersaji di depan mata Surya. Seorang wanita telah berbaring di ranjang dengan pose menantang. Sebuah gaun tidur hitam yang dikenakannya tidak cukup untuk menutupi seluruh tubuh wanita itu. “Hai sayang,” ucap Surya dengan tidak sabar membuang asal dasi dan jasnya. Dia menatap layaknya singa yang siap memangsa. Surya ingin segera melepaskan pakaian yang melekat di tubuhnya. “Aku kangen,” ucap wanita itu dengan suara dibuat manja. Lipstiknya merah menyala semakin menantang Surya untuk mengecup bibi ranum dan menggoda itu. Surya tidak membuang-buang waktu, setelah menanggalkan semua pakaiannya. Dia menerjang wanita itu. Hingga wanita itu terpekik. Sentuhan demi sentuhan dilayangkan Surya di sekujur tubuh wanita itu, tubuh yang putih dan wangi, bagian tubuh yang padat dan juga berisi semakin membuat gairah Surya menjadi. “Auccchhhh,” pekik wanita itu saat Surya meremas bokongnya gemas. Surya tidak menghiraukannya, dia seakan tidak puas menjelajahi setiap inchi tubuh wanita itu. Bibir keduanya saling melumat menimbulkan decapan, hawa kamar itu berubah menjadi panas. Surya telah memposisikan dirinya di atas wanita itu bersiap pada sentuhan utama dan istimewa, penuh kobaran gairah. Hunjaman demi hunjaman yang dilayangkan Surya membuat badan wanita itu ikut bergerak seirama. Sungguh baginya, Surya yang katanya memasuki usia empat puluh tahunan tetapi memiliki stamina dan daya tahan tubuh yang sanagt mumpuni. Surya bergerak tak kenal lelah, mengejar kepuasannya. Hingga kemudian dia tidak mampu untuk bertahan. “Argghhhhh!!!” Surya menggeram kemudian jatuh dalam pelukan wanita itu. Badan keduanya terasa lengket saat berpelukan karena berbasuh peluh akibat panas tubuh mereka telah tersalurkan dalam permainan ranjang yang menggelora nan memuaskan. “Mas,” ucap wanita itu lirih karena melihat Surya menutup matanya namun masih mendekap erat. “Lagi?” Surya membuka matanya dan tersenyum. Wanita itu menggeleng geli. Dia salah menduga, awalnya dia keheranan baru kali ini Surya tidak meminta lebih dan terlelap lebih dulu. Tetapi dia salah, Surya kembali meminta permainan ranjang mereka dilanjutkan. Tentu saja wanita itu yang akan bertindak sebagai pemain dan Surya adalah penonton dan penikmat. Keduanya kembali larut dalam permainan panas di sebuah lautan gairah, tak merasa cukup dan juga tanpa jeda seakan menuntut pada sebuah puncak kenikmatan. “Siapa?” tanya Surya yang baru saja keluar dari kamar mandi mendapati wanita itu memegang ponselnya. Dia memutuskan mandi terlebih dulu sebelum kembali ke rumah dan menghilangkan parfum wanita itu yang mungkin melekat pada tubuhnya. “Manajerku Mas, dia nanya aku di mana,” jawab wanita itu meletakkan ponselnya segera. Dia harus menenangkan degup jantungnya karena kedapatan memegang ponsel. Satu perjanjian Surya dengan wanita yang bersamanya bahwa mereka tidak boleh mengaktifkan ponsel selama mereka bersama. “Kamu lupa perjanjian kita,” ada nada geram di ucapan Surya. Surya tidak suka wanita yang teledor dan juga ceroboh. Hubungan ini harus dilakukan tanpa ada kesalahan. Terlebih lagi hubungan mereka hanyalah hubungan sesaat. “Iy-iya. Aku lupa matiin ponselku jadinya manajerku menghubungi aku deh,” ucap wanita itu gugup. “Ya udah. Kamu mandi kalau gitu,” perintah Surya tersenyum dan wanita itu bergegas menuju kamar mandi sebelum Surya senyuman berubah menjadi amarah. Setelah wanita itu masuk ke kamar mandi, Surya mengecek ponselnya, tidak ada panggilan keluar ataupun masuk dan juga pesan. Surya mendadak curiga dan ada sesuatu yang tidak beres di sini. “Halo,” Surya perlu segera menghubungi seseorang dan menciptakan sebuah rencana. Dia terlalu cerdas untuk bisa masuk ke dalam jebakan wanita yang bodoh dan juga licik. “Iya.” “Kamu di mana?” “Di rumah.” “Kamu ke hotel sekarang. Temani saya menemui klien,” perintah Surya yang berdiri di balkon melihat pemandangan langit malam hari. Sebuah kepulan asap kecil terlihat keluar dari bibirnya saat menghisap sebatang rokok sebagai pelampiasan kegelisahannya saat ini. Efek nikotin seringkali membuat dirinya bisa mendapatkan ide yang cemerlang. “Bukannya kamu tidak ingin ditemani tadi.” “Sekarang tidak lagi. Saya tunggu kamu di sini sepuluh menit,” tegaskan Surya. “Iya baik bos,” ucap suara di seberang sana menghela napas. “Oke good,” Surya menutup panggilannya. Surya terlihat berpikir sejenak dan kembali mencari sebuah kontak di ponselnya. Kamu tinggalkan hotel sekarang dan kembali ke kantor!!! Surya mengetikkan pesan kepada sopir yang menunggunya di parkiran. Dia harus merubah rencana segera. Surya sudah memakai pakaiannya lengkap dan bersiap turun ke restoran hotel untuk menemui kliennya. Tidak lama panggilan di ponsel Surya kembali berbunyi, kali ini sopirnya menghubunginya. “Bos, saya berpapasan dengan mobil Ibu Cahaya, kemungkinan menuju hotel. Saat ini saya berada di belakang mobil ibu,” lapor sopir kepercayaan Surya. Surya tersenyum sinis. Dia bisa menduga, pasti ada seseorang yang melapor mengenai keberadaannya di sini. "Kamu ikutin mobilnya, tetap jaga jarak jangan sampai dia tahu kamu membuntutinya," perintah Surya. "Baik bos," sopir itu menutup panggilannya dan mengikuti perintah atasannya. *** Cahaya menciumi bau kemeja Surya. Ada bau yang berbeda ditangkap indera penciumannya. Keduanya sudah berada di kamar. Surya mengatakan dia hanya membutuhkan tidur yang banyak malam ini karena lelah dengan pekerjaan yang seolah memaksanya untuk bekerja tanpa henti. "Kamu tadi buka kamar ya Mas?" tanya Cahaya. Surya cukup terkejut dengan pertanyaan Cahaya tetapi sebisa mungkin menjaga raut wajahnya. "Gak kok, emang kenapa?" tanya Surya yang sementara mengganti pakaian yang telah disiapkan oleh Cahaya sebelumnya. "Oh kirain," Cahaya membuang baju kotor Surya ke dalam keranjang setelah memastikan tidak ada lagi benda yang penting berada di saku pakaian Surya. "Kamu gak mandi?" tanya Cahaya heran melihat Surya yang hanya berganti pakaian tanpa membersihkan diri. "Aku udah mandi tadi di kantor. Soalnya kegerahan banget," alasan Surya dan naik ke ranjang. "Oh kamu mandi di kantor," Cahaya tersenyum seolah paham sedangkan Surya merasakan ada sedikit kelegaan bahwasanya dia merasa telah mengatasi kecurigaan Cahaya. "Iya sayang di kantor. Kayak pertama kali aja aku lakuin itu," Surya menggeleng geli karena merasa Cahaya yang terlalu banyak curiga dan juga membuat pertanyaan yang tidak berdasar. Ya, kebiasaan Surya yang kadangkala tidak menyukai badannya lengket sehingga sesekali saat merasa kegerahan dia akan mandi dulu di kantor sebelum pulang ke rumah. Cahaya juga tahu mengenai kebiasaan Surya itu. "Tapi ini bukan wangi sabun di kantor kamu Mas. Aku tahu itu karena aku yang membeli sabunnya," tegaskan Cahaya lagi dan memastikan dugaannya. "Sini sayang," Surya memanggil Cahaya agar masuk ke dalam dekapannya. "Sabunnya habis, jadi aku suruh Dani beli. Udah deh banyak banget sih kamu nanya hari ini. Aku capek loh sayang," Surya mengalihkan pembicaraan agar Cahaya tidak mencecarnya dengan banyak pertanyaan yang bisa saja membuatnya salah jawab. Surya benar-benar kelelahan. Hanya beberapa menit saja dia sudah terlelap. Cahaya menatap wajah Surya sejenak. Kali ini dia memang belum mendapatkan bukti apa-apa. Tetapi Cahaya yakin dia sudah memberikan shock therapy kepada suaminya itu dengan sejumlah pertanyaan yang penuh curiga. Cahaya yakin bahwa bau wangi sabun yang tertinggal di pakaian Surya berasal dari sabun hotel. Kemungkinan Surya memesan kamar di hotel tadi. Namun di dalam benak Cahaya, satu pertanyaan yang menggelitik perasaannya dengan siapakah Surya kali ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN