Part 1

1767 Kata
Di sebuah rumah sederhana di daerah Jakarta, tampak seorang ibu muda memeluk anaknya yang berusia tiga tahun, anak perempuan itu tertidur dalam pelukan ibunya, kulit wanita itu putih dan rambutnya lurus tergerai sebahu. Dengan lembut wanita itu meletakannya di kasur sambil menghela napas panjang, terlihat keningnya berkerut seperti menampung beban yang sangat berat, padahal dia baru berusia dua puluh lima tahun, namun wajahnya sangat kuyu sehingga terlihat jauh lebih tua dari usianya. Sesaat dia memandang bingkai foto di dinding kamarnya, terdapat dirinya memakai baju pengantin dengan suami yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya, wanita itu menunduk dan menghela napas lagi, sungguh suatu perjodohan yang sangat ia benci. Orang tua wanita itu menjodohkannya dengan pria yang masih satu marga dengannya agar nama marganya tetap tak berubah meskipun dia sudah menikah. Dengan sikap orang tua yang keras dia pun tak bisa menolak perjodohan ini, saat ini dia masih menyimpan perasaan untuk teman sekolahnya dulu, walaupun cinta itu merupakan cinta yang tak terbalaskan. Ponsel yang disilent di atas nakas menimbulkan bunyi getaran, ada sebuah panggilan masuk. Terlihat nama “Viona,” tertera di layar ponselnya, Viona adalah sahabatnya semasa SMA mereka selalu sekelas dan duduk semeja. Tak menunggu lama wanita itu mengangkat telpon genggamnya. “Halo,” sapanya kepada orang diujung telpon. “Ka, lagi ngapain lo?” tanya Viona ke wanita yang bernama lengkap Siska Almaira, itu. “Biasa kerjaan emak-emak, kenapa lo telepon tumben?” “Cuma mau ingetin, minggu besok reuni SMA angkatan kita,dateng lo! Yang lain nanyain lo tuh katanya semenjak married enggak pernah kumpul lagi.” “Oh iya, gue usahain deh,” ujar Siska, tak lama obrolan pun terputus. Siska pun mengetik pesan di ponselnya. -Andai waktu bisa terulang ke 7 tahun yang lalu saat aku study tour ke Jogja, aku pasti akan mengungkapkan perasaan ke dia, mungkin hidupku enggak akan sehampa sekarang– Siska menyadari perbuatannya dahulu yang berakhir penyesalan. Andai malam itu dia tetap duduk bersama dengan pria yang ditaksirnya dan tidak ikut pergi dengan Viona, mungkin dia sudah berpacaran. Dengan asal-asalan Siska mengirim pesan itu entah ke nomor berapa? Karena dia asal menekan nomor. Terdengar suara motor suaminya dari halaman rumah, Siska pun bergegas menghampiri lelaki yang selama beberapa tahun ini mendampinginya. Siska melirik jam dinding masih pukul tujuh malam. “Assalamualaikum,” ucap suaminya yang terlihat lebih tua karena memang usianya terpaut sepuluh tahun dari Siska. Siska mencium punggung tangan suaminya sembari menjawab salam. “Shena mana?” tanyanya merujuk ke anak tunggal mereka berdua. “Tidur di dalam, aku mau ke minimarket sebentar ya. Mau beli perlengkapan dapur,” ucap Siska. “Oh ya sudah sana,” jawab suaminya dengan malas, dan pria itu langsung masuk ke kamar. Siska merasa hubungannya sangat jauh dari kata ‘harmonis’ mungkin akan berbeda kejadiannya jika dia menikah dengan pria itu. Pria yang selalu menghiasi mimpi-mimpi indah Siska. *** Siska bergegas pulang setelah membayar barang belanjaannya di sebuah minimarket dekat dengan rumahnya. Untuk sampai ke rumahnya dia harus menyebrangi sebuah jalan raya yang cukup besar yang tak ada jembatan penyebrangannya. Dia pun melihat sekeliling karena jalanan cukup ramai, maka berkali-kali Siska mengurungkan niat untuk menyeberang sudut matanya menangkap sosok seseorang, Siska pun menoleh dan terlihat seorang kakek tua ingin menyebrang jalan juga sama sepertinya. Pakaian pria tua itu serba berwarna putih, Siska pun mengikutinya, namun sebuah mobil pribadi berwarna hitam berjalan dengan sangat cepat dan ... “brakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk!!” Tubuh Siska terpelanting ke jalanan, terlempar beberapa meter, barang-barang bawaannya berhamburan di jalanan, kepalanya berlumuran darah dan Siska tak sadarkan diri, dia koma. *** Jogjakarta, 7 tahun yang lalu. Para siswa dari SMAN 25 sedang menikmati malamnya di Candi Prambanan, warga sekitar Candi menyuguhkan beberapa pertunjukan, ada cerita dari kerajaan-kerajaan di Indonesia dan tarian-tarian tradisional. Siska sedang duduk berdekatan dengan Viona sahabatnya, karena cuaca yang cukup dingin, sambil sesekali menengok ke Radit, Cowok yang ditaksir Siska sejak setahun lalu, entahlah apakah Radit tahu perasaan dia atau tidak? Sementara Viona asik berkirim pesan dengan kekasihnya yang merupakan kaka kelasnya di sekolah, Tiba-tiba Radit dan temannya Muaz datang menghampiri Siska dan Viona, Siska pun menjadi salah tingkah, Viona yang melihat gelagat sahabatnya langsung berdiri dan berinisiatif untuk meninggalkan Siska dengan Radit “Muaz anterin gw beli wedang yuk!” ujar Viona menarik baju Muaz cowok yang ukuran tubuhnya lebih pendek dari Viona. “Yaelah Vi, itu kan kelihatan ngapain minta anterin, lagian orang kayak lo enggak bakal ada yang nyulik!” ujar Muaz cuek kepada Viona yang sudah sebal karena Muaz tidak menyadari situasi yang terjadi. “Ih yang itu enggak enak, gue maunya yang di sana tuh!”tunjuk Viona sambil mencubit Muaz teman sekelasnya yang agak telat mikir. Radit hanya tersenyum melihat hal itu, senyum yang manis sekali, malam ini dia terlihat tampan mengenakan topi berwarna hitam, matanya yang tajam terlihat berbinar. Dia masih berdiri, tubuhnya sangat tinggi sekitar 175cm karena dia juga merupakan atlet basket dan Radit termasuk top 10 Cowok populer di sekolahnya. “Ya sudah ayo, tapi beliin gue ya,” ucap Muaz pada akhirnya, Siska langsung berdiri dan Radit menatapnya, mereka pun bertatapan tak berapa lama, seperti merasakan sebuah dejavu Siska mengurungkan diri untuk ikut Viona dia duduk kembali, sekelebat ingatan tentang dejavunya adalah dia meninggalkan Radit seorang diri dan menyesali kebodohan di sepanjang usianya. Tak ingin dejavu itu menjadi kejadian makan dia pun kembali duduk dan Radit pun ikut duduk disampingnya. Viona yang senang melihat sahabat dekat dengan cowok yang disukainya itu langsung berjalan cepat menjauhi mereka berdua. Siska melipat kakinya dan mendekapnya, berada di samping cowok yang ditaksirnya membuat cuaca semakin dingin. “kenapa?” tanya Radit “dingin,” ucap Siska pelan, Radit mengambil tangan Siska dan menggenggamnya, dalam sekejap saja tubuh Siska langsung mendadak panas, wajahnya merona merah, dibiarkan tangannya digenggam laki-laki yang sangat dia suka. “Sudah hangat?” tanya Radit lagi. “ya, lebih baik,” jawab Siska sembari memamerkan deretan giginya. “Gue tahu loe suka sama gue sudah lama,” ucap Radit penuh percaya diri, Siska terdiam tak percaya dengan apa yang dia dengar. “Tapi, gue mau bilang, klo gue juga suka sama lo,” tambah Radit, dia menunduk namun bibirnya tersenyum. “Oh, loe tau dari siapa?” tanya Siska. “Viona,” ucap Radit, Siska langsung menoleh ke arah Viona di tempat Wedang jahe, terlihat dari kejauhan Viona lompat-lompat kegirangan, Siska langsung manyun. “Loe tau dari kapan?” “Sudah lama juga sih, beberapa bulan yang lalu.” “Oh terus?” tanya Siska lagi mencoba menetralkan debaran jantung yang berpacu dengan cepat. Masa remaja yang sangat indah. “Terus apanya?” “Ya terus bagaimana … kita?” tanya Siska malu-malu. “Lo maunya bagaimana?” “Lah kok nanya gue?” cibir Siska membuat Radit gemas. “Lo sama gue kan sama-sama single ya kita pacaran aja bagaimana?” tawar Radit dengan senyum mautnya. Siska pun mengangguk, Radit semakin mengeratkan genggaman tangannya. Malam ini dibawah sinar rembulan, disaksikan hembusan angin dan cahaya bintang, mereka berdua pun resmi berpacaran. *** (Kembali ke masa kini) Hari ini tepat 7 hari Siska terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma, keluarganya pun setia menungguinya sampai dia sadar, untuk pertama kalinya Siska membuka mata, dia melihat seorang pria tinggi dengan mata yang tajam menatap dirinya, seulas senyum diberikan cowok itu, Siska ternganga tak percaya karena yang dihadapannya bukan suaminya yang berperawakan agak gemuk dan tua melainkan cowok muda seusia dengan dirinya yang bertubuh tinggi dan berparas tampan. “Kamu sadar, Sayang,” ucap cowok itu. “R-Radit?” tanya Siska lemah tak percaya apa yang dia lihat, mungkinkah karena koma telah mengubah masa lalu dan masa kini yang dihadapinya. Radit bergegas memanggil dokter dan keluarga Siska untuk masuk kedalam, terlihat ada kedua orang tua Riska, dan Radit, tak ada gadis kecil lucu yang selalu menempel dengan dirinya, tak ada Shena di sana. “Shena mana bu?” tanya Siska. “Shena siapa?” tanya ibu lagi. “Anakku, cucu ibu!” ujar Siska dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. “Siska, kamu kan belum menikah, baru mau menikah tahun ini, enggak mungkin kamu sudah punya anak?” ucap Bapak mencoba menyadarkan Siska. “Mungkin kamu mimpi, Sayang,” jawab Radit menenangkan tunangannya. Dan dokter pun memeriksa keadaan Siska. “Saya rasa benturan di kepalanya mengakibatkan dia sedikit lupa ingatan dan kehilangan memorinya,” ucap sang Dokter. “Tapi bisa ingat lagi kan Dok?” tanya Ibu. “Untuk sementara ini berikanlah dia kenyamanan dulu ya, Bu,” ujar sang dokter dan dia pun berlalu meninggalkan ruangan itu. Siska sangat tak percaya dengan apa yang dialaminya. Dia memandang Radit, terlihat raut wajahnya menampakkan kekhawatiran. Dia pun melihat sebuah cincin melingkar di jari Radit yang sama persis dengan cincin yang melingkar di jarinya. Siska diam tak berkata apa-apa. Dia memendarkan pandangan menatap kedua orang tuanya dan Radit bergantian. Tak lama Radit pamit diri untuk pulang karena sudah semalaman ini dia menemani Siska. “Bu,kenal bang Ridho enggak?” tanya Siska, Ridho adalah nama suaminya, ayahnya Shena. Suaminya sebelum dia mengalami kejadian ini. “Oh kenal lah, kan anaknya Om yang waktu itu mau ibu jodohin ke kamu, tapi Radit justru ngelamar kamu jadi ibu batal deh jodohin kalian memang kenapa?” “Dia sudah nikah Bu?” “Sudah, justru sudah punya anak umurnya setahun, kamu mau nengok? Kebetulan minggu depan ultah anaknya kamu kan diundang,” jawab ibu menjelaskan, tiba-tiba ada rasa sesak menjalari hatinya. Padahal selama ini Siska meyakinkan diri bahwa dia hanya terpaksa melayani suaminya, tanpa cinta. Namun mengapa rasanya sesak mendengar dia menikahi wanita lain. “Terus dia nikah sama siapa?” “Ah kamu nih benar-benar lupa ingatan ya? Sama kak Linda sepupumu, mereka sudah jadi orang berada sekarang karena Linda juga kerja habis lulus kuliah, mereka nabung bersama, hubungannya juga harmonis padahal mereka dijodohkan, huft,” ucap ibu terlihat sedikit menyesal, Siska semakin tak mengerti seharusnya kan Linda menikah dengan pacarnya dua tahun lalu, kenapa dengan Ridho? “Ah ibu ini, nanti kalau Siska nikah sama Radit mereka juga pasti harmonis, pacaran sudah tujuh tahun meskipun Radit tidak satu suku sama kita, tapi dia sangat sopan dan baik, dia juga orang berada pewaris perusahaan ayahnya,” ucap bapak menyombongkan calon menantunya. Ibu tersenyum penuh arti, semua ibu pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Siska menunduk sedih. Mungkinkah jika Ridho menikah dengan Linda mereka akan bahagia dan bisa mempunyai banyak harta? Sedangkan saat menikah dengan Siska, kenapa keuangan mereka terasa begitu sulit? Masa sih semua hanya karena dia tidak kerja dan memilih mengurus anak dahulu? Siska membulatkan tekad untuk menjenguk Ridho dan anaknya setelah keluar dari rumah sakit karena Siska merasa sangat kehilangan, terutama kehilangan Shena anaknya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN