Episode 6 : Menjijikkan dan Mur-rahan!

1712 Kata
“Benarkah balas dendam bukan cara yang tepat untuk mengobati luka apalagi trauma?” *** Tepat pukul satu dini hari, Amel terbangun dan mendapati Jemmy masih duduk terjaga untuknya. Pria itu belum tidur dan tengah menatap wajah Amel dari sofa tunggal yang sengaja didekatkan ke ranjang rawat. “Kenapa? Kamu haus apa lapar? Atau, ... kamu mau ke kamar mandi?” Amel tidak menjawab pertanyaan Jemmy yang diliputi banyak perhatian sekaligus kekhawatiran. Ia justru menghela napas kemudian menepis tatapan Jemmy yang makin tak berjarak dari wajahnya. Amel mencoba bangun sendiri tapi Jemmy sigap membantunya dengan sangat hati-hati. Tentu hati Amel tersentuh apalagi biar bagaimanapun, cinta untuk Jemmy memang masih ada. Namun, Amel tidak mau diperbodoh oleh cinta. Amel juga tidak akan memberikan kesempatan pada Jemmy secara cuma-cuma. Karena sebelum ini saja, Jemmy dengan tega mengkhianati ikatan suci hubungan mereka. Amel ingin Jemmy belajar dari kesalahan yang pria itu lakukan dengan sadar bersama Tianka. Meski Amel juga tidak yakin, setelah pengkhianatan yang ia dapatkan dari Jemmy, masihkah hatinya bisa percaya? Masihkah hatinya mampu memberi ruang untuk cinta lain menjadi bagian bahkan melengkapinya? Setelah sampai langsung membopong tubuh Amel masuk ke kamar mandi, Jemmy yang memang tak sampai membiarkan Amel melangkah, sengaja terjaga di depan kloset Amel akan duduk. “Keluar dulu,” pinta Amel. “Ya sudah enggak apa-apa. Enggak usah malu, kamu mau ngapain ya lakukan saja. Aku akan tetap di sini takut kamu kenapa-kenapa,” ucap Jemmy lirih masih sarat perhatian. Amel yang sampai mengambil alih botol infusnya dari Jemmy, mendengkus kesal. “Enggak usah lebay deh, Jem. Sebelum ini kamu juga enggak begitu! Seandainya kamu enggak tahu aku enggak keguguran, belum tentu juga kamu begini, kan?” Amel sengaja memalingkan wajah. Jemmy yang paham kondisi segera mengangguk-angguk. “Jawabanku masih sama, Mel. Mintalah apa pun itu, katakan syaratnya, asal kita bisa sama-sama lagi, aku akan melakukan apa pun itu!” Yang membuat Amel heran, sekalipun dirinya yakin mampu balas dendam dan membuat ibu Marta maupun Tianka sangat menyesal, kenapa hatinya tetap tidak bisa tenang? Kenapa Amel tetap tidak bisa menemukan kebahagiaan apalagi ketenangan? Benarkah balas dendam bukan cara yang tepat untuk mengobati luka apalagi trauma? Pikir Amel. *** Amel terbangun dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan leluasa. Seseorang memeluknya dari belakang dan Amel mendapati kedua tangan Jemmy telah mengunci perutnya. Iya, Jemmy pelakunya. Amel bingung, sejak kapan Jemmy ada di ranjang rawatnya bahkan memeluknya? Amel sungguh baru tahu dan tidak ingat kenapa itu bisa terjadi. Karena hal terakhir yang Amel ingat, setelah dari kamar mandi, Jemmy membantunya untuk tidur. Sudah, hanya sampai di situ. Sebentar, batin Amel yang menjadi menyusun rencana. Bisa Amel pastikan, hari ini bahkan pagi-pagi, ibu Marta dan Tianka pasti datang. Bukankah akan menjadi balasan nyata andai saja mereka melihat kebersamaan Amel dan Jemmy dalam kebersamaan mesra? Persis seperti dugaan Amel, sepuluh menit kemudian kedua wanita itu sungguh datang. Keduanya langsung berisik dan mencoba membangunkan Jemmy. Ibu Marta meledak-ledak dan menuding Amel telah menggoda Jemmy. Seolah di mata ibu Marta, Amel sungguh w*************a padahal jelas Amel masih istri Jemmy, menantu dari ibu Marta sendiri. Bisa Amel pastikan, ibu Marta tak segan mengguncang keras tubuh Jemmy agar sang putra secepatnya bangun hingga Amel yang masih Jemmy dekap merasakan dampaknya. “Jem, kamu jangan begini, dong. Hargai perasaan Tianka. Tianka tulus ke kamu! Sebentar lagi kalian menikah!” ucap ibu Marta jengkel. Pada Tianka, ibu Marta benar-benar peduli padahal aku yang istri Jemmy. Serius, beneran sudah enggak ada harapan. Enggak ada gunanya mempertahankan hubungan ini! Batin Amel yang berangsur melepas paksa dekapan Jemmy kemudian buru-buru bangun dan duduk menjaga jarak. Jemmy tidak rela dilepas paksa oleh Amel. Jemmy sungguh jengkel pada sang mamah yang membuat Amel kembali menjaga jarak darinya. “Sepagi ini Mamah sudah berisik? Ini rumah sakit, Mah!” ucap Jemmy yang akhirnya murka dan meledak. Jemmy tak bisa menahan lagi karena sang mamah tak juga mau mengerti. “Kalau mau ribut, jangan di sini. Keluar!” tegas Amel yang kemudian sengaja memunggungi kebersamaan. “Kamu lagi, dasar perempuan enggak tahu diri, gundik kamu! Bisa-bisanya merebut calon suami orang!” ibu Marta sungguh ingin menghabisi Amel detik itu juga agar wanita itu pergi dari kehidupan Jemmy untuk selama-lamanya. Merebut calon suami orang padahal calon suami orang yang dimaksud, justru suamiku sendiri, batin Amel. Dalam diamnya, ia refleks tersenyum getir. Ibu Marta berjalan cepat memutari ranjang rawat menuju keberadaan Amel. “Berani Mamah menyentuh apalagi melukai Amel, aku beneran enggak bisa toleransi, Mah!” tegas Jemmy sesaat setelah sampai menahan tangan kanan ibu Marta yang nyaris menjambak kepala Amel. “Jem,” isak Tianka. Jijik, itulah yang langsung Amel rasakan hanya karena mendengar suara Tianka memanggil Jemmy. Amel berangsur membekap telinganya agar luka-luka dalam hatinya tidak makin bertambah atas keadaan kini. “Ini ada apa?” Suara barusan langsung membuat Amel terenyuh. Niat Amel menutup kedua telinganya langsung tidak jadi. Di tengah air mata yang langsung berlinang, Amel menoleh ke belakang selaku sumber suara berat dari seorang Arden. Arden datang bersama Keyra yang seketika langsung menghampiri sekaligus memeluk Amel dengan banyak kekhawatiran. Sidang dadakan langsung Arden gelar. “Kamu enggak usah belagu yah, Ar. Ingat, dari dulu kamu hanya kacung! Kamu pembunuh bayaran, kamu pikir saya tidak tahu?!” protes ibu Marta. Mendengar itu, Jemmy yang sudah berdiri di hadapan Arden, di depan ranjang rawat Amel, refleks menghela napas sambil terpejam pasrah. Arden yang masih menyimak sambil bersedekap, langsung menggeleng tak habis pikir. “Bila ibu Marta sudah tahu saya seorang pembunuh bayaran, ... harusnya ibu Marta juga lebih hati-hati kepada saya!” ucapnya santai. Tatapan Arden teralih pada Jemmy. “Bila kamu masih belum bisa menjelaskan, lebih baik kamu tinggalkan Amel sekarang juga!” “Sebenarnya aku sudah minta cerai!” ucap Amel tak tahan. Keyra yang masih terjaga di sisi Amel merasa jauh lebih terkejut dari Arden yang sedang menunggu kepastian mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Mengenai hubungan Amel dan Jemmy, juga kenapa ibu Marta terkesan sangat murka kepada Amel. “Wanita itu, dia kekasih sekaligus calon istri Jemmy, dan Jemmy juga memilihnya! Wanita itu menantu idaman ibu Marta. Wanita baik-baik yang selalu berkeliaran di kamar kami dan tak segan bermesraan dengan Jemmy di tempat tidur kami! Wanita terhormat yang tak segan mengusirku dari kamar hanya agar dia bisa leluasa bersama Jemmy!” lanjut Amel yang merasa sangat sakit hanya karena mengatakan itu. Rasa sakit yang membuat air matanya makin berjatuhan. “Heh, Amel. Ngaca kamu! Mereka saling mencintai kamu saja yang jadi pengganggu! Enggak tahu diri, kamu ...!” lantang ibu Marta yang sebenarnya belum selesai. “IBU MARTA! Berani Anda berteriak apalagi berkata kasar lagi pada Amel, saya tidak segan berbuat jauh lebih kasar kepada Anda! Jemmy, urus mamahmu. Pastikan mulutnya bisa berbicara lebih berguna sebelum aku benar-benar membuatnya tidak bisa bicara lagi!” Arden benar-benar marah. Tatapan sengitnya tertuju pada Tianka. “Kamu, ... wanita sepertimu sudah terlalu banyak dan tersebar di jalanan. Ambil Jemmy karena kalian sama-sama menjijikan. MU-RA-HAN, RONGSOK!” Tianka menggeleng tak habis pikir. “Kamu bilang aku menjijikkan bahkan mur rahan, Ar? Menjijikkan mana aku dengan wanita yang hamil di luar pernikahan?!” Ia tersenyum sarkas hingga tanggapannya pada Arden terbilang keji. Ibu Marta yang telanjur menyayangi Tianka, berangsur mundur kemudian memeluk gadis itu. “Hamil di luar pernikahan karena melakukannya dengan pasangannya bukan pasangan orang masih wajar, Tianka. Yang enggak wajar itu yang aku bilang menjijikkan dan murahan seperti kamu. Merebut pasangan orang dan sampai melakukan segala cara untuk menyingkirkan pasangannya. Termasuk si pasangan yang masih tergoda dengan pihak lain. Kamu sama Jemmy sama-sama menjijikkan bin murahan tanpa peduli siapa kalian!” balas Arden berbicara lirih penuh penekanan. Tianka langsung tidak bisa berkata-kata. Mereka mengangapku sebagai orang ketiga, padahal akulah yang pertama. Kami saling mencintai, tapi karena suatu hal, kami terpaksa berpisah. Namun, Sang Pemilik Kehidupan kembali mempertemukan kami dalam perasaan yang sama tapi status berbeda. Entah sandiwara apa yang Tuhan ciptakan hingga cinta yang harusnya indah justru terasa sangat menyakitkan! “Pergi sekarang sebelum aku benar-benar membunuh kalian! Bukankah kalian tahu aku seorang pembunuh bayaran?!” tegas Arden yang menatap Tianka, ibu Marta, dan terakhir Jemmy, penuh peringatan. Emosi yang susah payah ia redam sungguh bisa membuatnya menikam mereka tanpa bisa dikontrol lagi. Jemmy menggeleng di tengah kegelisahan yang tidak bisa ia akhiri. Ia menolak peringatan keras dari Arden. “Kamu tidak bisa melepasnya dan membiarkannya bahagia tanpa luka-luka darimu lagi, tapi sebelumnya kamu dengan keji melukainya? Kamu melukai Amel dengan sadar, Jem!” ucap Arden yang bisa membaca gelagat penolakan dari Jemmy. “Amel sedang hamil dan aku tidak mungkin membiarkannya sendiri!” tegas Jemmy. Detik itu juga Arden yang awalnya bersedekap langsung melayangkan bogem mentah ke wajah Jemmy. Tak sampai di situ karena Arden juga tak segan menyeret paksa Jemmy yang awalnya masih sempoyongan, untuk keluar dari sana. Ulah Arden langsung membuat semuanya apalagi Amel syok. Meski sebenarnya Amel sudah menebak hal semacam kini akan terjadi. Keyra yang tak mau Amel makin terluka apalagi pengkhianatan Jemmy dan Tianka ia yakini sudah sangat melukai Amel, sengaja memeluk Amel. Sebisa mungkin Keyra berusaha agar Amel tidak melihat maupun mendengar kata-kata penuh amarah Arden pada Jemmy. “Kamu tahu hubunganmu dan Amel bisa membuatnya hamil, tapi kamu masih saja bersenang-senang dengan wanita lain!” tegas Arden di antara jerit marah ibu Marta. “Sebelum kamu menikahinya aku sudah memperingatkan kamu agar kamu tidak main-main dan hanya fokus kepadanya!” Arden melempar Jemmy keluar dari ruang rawat Amel. Ibu Marta tak terima dan mendorong punggung Arden sekuat tenaga, meski ulahnya sama sekali tidak membuat perubahan berarti pada tubuh Arden yang sangat kokoh. “Hanya wanita menjijikan sekaligus murahan saja yang mau berhubungan dengan pasangan apalagi suami orang! Dan hanya orang tua bahkan ibu gila saja yang tega merusak rumah tangga anaknya!” tegas Arden sembari menatap ketiga wajah di hadapannya. Ibu Marta dan Tianka bahu-membahu membangunkan Jemmy yang meringkuk di lantai depan pintu ruang rawat Amel. Tadi, Arden melempar Jemmy sebelum pria itu melewati pintu. Yang membuat ibu Marta termasuk Tianka kesal, Jemmy sama sekali tidak melawan. Arden dan Jemmy memang bersahabat sejak lama. Namun, kesalahan Jemmy yang terlalu fatal membuat benteng persahabatan mereka roboh bersama kehancuran dari persahabatan mereka akibat kesalahan Jemmy. Arden kembali masuk, mendapati Amel hanya diam tak ubahnya mayat hidup padahal air mata wanita itu tak hentinya berlinang membasahi pipi. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN