“Jadi apa permohonan pada ulang tahun ini, Re” tanya Gio yang sedang menikmati potongan cake dari Rea.
“Mmm, apa ya? Rahasia dong” jawab Rea sambil mengedip jahil pada Gio. Rea melihat beberapa momen yang di abadikan oleh Dimas. Tampak raut senang terukir dari wajah cantik Rea.
“Paling minta jodoh atau bisa mewujudkan cita-citanya menjadi Miss Croissant” ujar Raka yang di barengi tawa yang lain.
Rea mendengus kesal “Ngomong-ngomong kenapa nggak ada Croissantnya?”
“Cake buatan Anya lebih enak, Re. Jadi stop minta Croissant” ucap Gery sambil merangkul Anya yang tersenyum mendapat pujian tentang cake buatannya.
“Rea berterimakasih banget sama kak Anya. Repot sampai buatin cake untuk Rea. Ini enak banget kak” jujur Rea terharu, begitu banyak cinta dan kasih sayang yang ia terima.
“Sama-sama Re. Aku ikut senang kalau kamu bahagia di hari ulang tahunmu” jawab Anya tulus.
“Kamu jangan merasa sendiri Rea. Dan kamu harus ingat itu” ucapan Gery membuat matanya berkaca-kaca karena terharu.
“Maaf ya Re, aku cerita soal tadi pagi” ternyata Adel menceritakan tentang sikap papanya pada saudara sepupu mereka.
“Hei jangan nangis” seru Gio.
“Baru juga tiup lilin udah nangis” protes Dimas gemas.
“Rea, janji sama kita jangan pernah menangis untuk hal yang sama” kalimat itu keluar dari Raka.
“..” Rea mengangguk dan menghapus air matanya. Seorang pelayan kafe datang dengan beberapa pesanan mereka. Selain sebuah toko bakery, tempat ini juga berfungsi sebagai kafe yang sangat cantik. Pertama datang langsung membuat Rea jatuh hati.
“Selamat makan” seru Gio.
Makan malamnya diisi dengan joke dari Raka dan Dimas. Si kembar itu memang ahlinya dalam mengeluarkan lawakan.
“Permisi, maaf mengganggu acara makan malamnya. Siapa yang sedang berulang tahun di antara kalian?” dari belakang Rea membuat gadis itu menoleh.
“Ini Rea, adik kami” jawab Anya sambil telunjuk mengarah pada Rea.
“..” Rea terdiam, beberapa kali ia mengejapkan matanya untuk memastikan pengelihatannya tidak salah.
“Hai, selamat ulang tahun” ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya.
“..” Rea masih diam, namun tangannya tidak bisa di kontrol untuk tidak membalas uluran tangan pria yang sedang mengenakan pakaian khas seorang chef.
“Te..terima kasih” jawabnya terbata-bata.
“Saya dengar tadi ada yang pesan Croissant tapi sayang sudah habis”
Semua saling melirik satu sama lain dan pelakunya adalah Raka, saat pria itu tersenyum lebar.
“Tapi karena saya tahu ada yang ulang tahun, saya buatkan lagi spesial untuk kamu” pria itu mengambil nampan yang di bawa oleh pelayan yang berdiri di belakangnya. Pria itu meletakkan keranjang roti berukuran kecil yang penuh dengan Croissant. Wanginya benar-benar harum, khas seperti baru keluar dari oven. Namun ada satu Croissant yang berbeda, terlihat sangat enak dan menggugah selera. Rasanya ini pertama kali Rea melihatnya.
“Wah terima kasih chef. Tadi Rea protes kenapa nggak ada Croissant” ujar Dimas.
Rea mendelik Dimas agar pria itu tidak bicara lebih banyak.
“Kalau begitu selamat menikmati” ucap pria itu dan bersiap untuk pergi.
“Maaf chef, anda yang duduk di sebelah saya waktu penerbangan ke Paris dan transit di Qatar kan?” tanya Gio.
“Oh iya, saya ingat. Senang bisa bertemu dengan anda lagi” jawabnya sopan. Kemudian pria itu kembali berpamitan dan pergi.
Rea benar-benar mati kutu dengan situasi saat ini. Ia berusaha menyembunyikan sikapnya yang salah tingkah dari saudaranya. Terkejut sekaligus bahagia bagi Rea bisa bertemu dengan pria yang selama ini selalu ada dalam ingatannya. Bahkan ia berjabat tangan menerima ucapan selamat ulang tahun dan hadiah spesial berupa Croissant favoritnya.
“Tuhan maha baik sama aku. Belum lewat sehari sudah mengabulkan doa Rea. Bahkan ada bonusnya lagi. Ini benar-benar hadiah yang sangat spesial” batin Rea bersorak.
Mengingat pertemuan yang tidak terduga ini, membuat Rea senyum-senyum sendiri. Kini ia tahu ke mana harus mencari pria yang sudah membuat perasaan campur aduk selama ini. Little Grass Caffe dan Bakery, itu lah tempat favorite Rea mulai saat ini.
Adel merilik Rea beberapa kali. Ia menyadari, wajah adiknya memerah saat bertemu dengan chef itu. Ia semakin yakin pria yang di ceritakan waktu itu adalah seorang chef.
---------
“Jadi kamu suka sama pria yang nggak kamu kenal Re? Kok bisa sih?” Adel semakin penasaran mendengar cerita Rea.
“Aku juga nggak tahu kak. Ini pertama kalinya, makanya aku nanya sama kak Adel yang sudah berpengalaman” Rea tertunduk menyadari betapa tidak berpengalamannya dia soal jatuh cinta.
“Ya ampun, sekalinya suka sama cowok malah nggak tahu identitasnya. Bahkan nggak tahu harus cari di mana, ini Paris bukan Indonesia. Dan beberapa hari kita akan kembali ke Indo, Re” Adel benar-benar bingung dengan situasi yang di alami Rea.
“Iya aku tahu kak, makanya aku nggak akan berharap banyak” ucapnya sedih.
“Re, seinget aku dia lebih dewasa dari Gery kan? Ya kita nggak tahu umurnya, cuma kalau kakak ingat waktu di pesawat, dia terlihat lebih dewasa” Adel berusaha mengingat kembali sosok pria yang di maksud Rea.
“Udah lah kak. Siapa Rea harus menilai dia. Mungkin saja pria itu sudah punya pasangan, bahkan punya anak. Rea anggap ini cuma rasa sesaat yang sempat mampir di hari aku”
“Baiklah. Kalau memang di takdirkan, pasti Tuhan akan mempertemukan kalian lagi di waktu yang tepat Re”
---------
Rea menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, setelah meletakkan beberapa paper bag yang berisi hadiah dari kakaknya. Rea tersenyum bahagia, karena di pergantian umurnya ia mendapat begitu banyak cinta dan kasih sayang. Belum lagi ia bertemu pria yang selama ini ia cari.
“Ma, Rea bahagia sekali. Mama pasti lihat Rea dari surga kan? Rea janji pada mama nggak akan sedih lagi. Mama tenang saja di sana” gumam Rea sambil memejamkan matanya.
Rea segera beranjak ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Pikirannya terus tertuju pada si chef ganteng pemikat hati Rea.
“Apa ini yang namanya kebetulan atau jalan dari Tuhan ya?” batinnya saat berada dalam guyuran shower.
Rea sedang duduk di meja belajar sambil kembali melanjutkan sketsa desain yang tertunda tadi sore. Walaupun sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tapi matanya masih enggan untuk menutup.
Toktoktok!
“Rea, sudah tidur?” teriak Adel dari arah luar.
“Belum kak. Masuk aja nggak di kunci” jawab Rea.
Adel membuka pintu dan duduk di pinggir tempat tidur.
“Lagi apa Re? Kok belum tidur?”
“Kak sini deh. Aku sudah buat beberapa desain untuk bridesmaid kak Anya”
Adel bangkit dari duduknya kemudian menghampiri Rea. Ia mengambil beberapa lembar kertas yang sudah berisikan beberapa gambar desain dress yang sangat cantik.
“Wah cantik banget Re. Ini sih bisa bikin kita makin wow pas acara nikahan Anya dan Gery” Adel takjub melihat hasil desain Rea.
“Bisa bikin tunangan kak Adek klepek-klepek tuh”
Adel menjawil hidung Rea “Bisa aja kamu. Btw, punyaku yang mana?”
“Pilih aja mau yang mana?”
“..” Adel bingung sendiri memilih model yang seperti apa.
“Kalau ini cocok nggak buat aku?” Adel menyerahkan satu model dress dengan leher bentuk V tanpa lengan.
“Cocok kok. Body bagus begini pakai apa saja cocok kak” jawab Rea sambil tari telunjuknya menunjuk dari ujung atas sampai bawah tubuh Adel.
“Iya dong. Makanya kamu jangan makan terus biar badannya bagus kayak aku” Adel menyombongkan diri dan memang benar kenyataannya. Ia memiliki badan yang bagus dan wajah yang cantik khas mojang Bandung.
“Sombong ah” protes Rea.
“Bercanda kali Re. Oh iya, cowok yang di tempat tadi itu orangnya?” tujuan Adel ke kamar Rea adalah menanyakan hal itu.
“..” Rea mengangguk malu.
“Ya ampun Rea, dia cakep banget ternyata. Waktu di pesawat aku nggak terlalu jelas lihatnya. Tapi tadi, wah sexy banget dengan pakaian seperti itu. Dia sih pria matang super hot judulnya” ujar Rea.
“Udah ah kak, jangan bahas itu. Rea malu tahu. Kak Adel balik ke kamar gih, Rea mau tidur” Rea mendorong dengan lembut tubuh kakaknya agar segera pergi. Ia tidak sanggup menahan malu jika terus saja Adel membahas tentang pria itu.
“Hadiah dari Tuhan spesial banget, Re” ucapnya sebelum berlalu dari hadapan Rea.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*