Yuki menggeliat, sedikit demi sedikit matanya membuka menatap cahaya dari celah jendela yang sedikit tersingkap. Yuki meraba nakas, mencari dimana hape bersembunyi. Yuki melihat jam berapa hari ini, ternyata masih pagi. Ia mengumpulkan nyawa sebelum memasuki kamar mandi bersiap pergi ke kantor, mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan membantu beban orangtua, sekalipun mereka tak pernah meminta uang Yuki. Bagi Yuki, setelah dewasa kini giliran dirinya yang menghidupi keluarga sekalipun orangtuanya masih mampu menghidupi kehidupan mereka hasil dari kerja mereka sendiri.
Setelah dirasa nyawanya mengumpul, Yuki melangkah menuju kamar mandi. Membasuh diri agar terlihat segar. Tak butuh waktu lama bagi Yuki untuk mandi dan dandan, kurang dati tiga puluh menit wanita cantik nan anggun ini sudah siap dengan pakaian kantor.
"Assalamualaikum, pagi Yah, Bu. " Sapa Yuki pada kedua orangtuanya.
"Waalaikumsalam, pagi Nak." Balas kedua orangtua Yuki kompak.
"Cantik sekali anak ibu, ya kan yah?"
"Anak Ayah juga kali bu," Koreksi Ayah tak terima atas pengakuan istrinya.
"Giliran cantik aja dibilang anak Ayah sama Ibu, nanti kalau aku nakal kalian pasti saling lempar Yuki. "
Begitulah suasana pagi di kediaman orangtua Yuki. Pagi-pagi akan ramai dengan perbincangan antara orangtua dan anak.
"Ciee yang semalam diapelin ." celetuk Kevin kakak Yuki yang baru saja pulang tadi padi dari Yogyakarta.
Dengan gagahnya Kevin menampakkan diri dihadapan sang adik. Yuki sepontan melotot pada sang Kakak yang teramat sangat ia rindukan.
Kevin adalah kakak Yuki, dia tinggal di Bandung bersama istrinya, Sahila. Tanpa pikir panjang, Yuki langsung menghambur kepelukan sang Kakak.
"Yuki benci kakak...! " Rajuk Yuki pada kakaknya karena jarang sekali pulang apalagi setelah tahu istrinya sedang hamil.
"Kakak lebih sayang Yuki." jawab Kevin, mengeratkan pelukan mereka.
"Lalu mana kakak iparku itu kak? "
Yuki melihat sekitar, mencari keberadaan wanita yang tak kalah cantiknya dengan Yuki.
"Masih di kamar, kelelahan perjalanan. "
Kevin dan Yuki kembali duduk siap santap sarapan pagi.
***
Yuki sudah berada di kantor, mengerjakan kewajibannya sebagai seorang karyawan. Jari-jari lentik Yuki menari Indah diatas keyboard komputer. Wajahnya terlihat lebih sumringah dibanding dengan kemarin, entah virus apa yang memasuki dirinya hingga ia cepat sekali berubah.
Kalian berfikir mungkin Yuki terlalu lembek, murahan dan lain-lain. Tapi mau bagaimana lagi namanya saja Cinta, disentil sedikit dengan rayuan ala macan galak aja mau apalagi ala buaya darat.
Pagi tadi sesampainya Yuki di kantor, dia mendapat telepon romantis dari Al. Siapa yang tidak berbunga jika pagi-pagi sudah mendapatkan sarapan gombalan yang lebih manis dari segelas s**u hangat bikinan Ibunya sendiri. Apalagi tadi Yuki juga sempat mengobrol dengan Mama dari calon pacar, alias calon mertua. Yuki di undang ke acara makan siang di rumah kediaman orangtua Al tanpa adanya penolakan. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, Yuki wajib datang ke sana tentunya di jemput oleh Al.
"Woi, senyumin apa lo?" tanya Alona yang melihat glagat aneh dari sahabatnya.
Alona beralih, dirinya berdiri di belakang badan Yuki, melihat sebenarnya apa yang sedang Yuki kerjakan sehingga membuat Yuki senyum-senyum tidak jelas. Setelah mengintip rupanya itu laporan keuangan kantor bulan ini, kenapa pula dia harus tersenyum? Bukannya cemberut karena melihat rentetan nominal yang tertera.
"Kamu gila ya?" tanya Alona membuat Yuki mendelik.
"Kamu tuh yang gila."
"Habisnya kamu seneng amat sama laporan keuangan. Biasanya aja marah-marah kesel gitu karena pusing lihat angka ber juta juta!"
"Nggak usah kepo deh kamu!" bentak Yuki,membuat Alona merengut.
"Gimana nih sama Al, dah baikan kalian?" goda Alona, dia juga penasaran dengan lelanjutan nasib kisah percintaan sahabatnya yang rumit mirip laya jeruji sepeda.
Yuki menghembuskan nafas panjang dan tersenyum menggoda kearah Alona, Alona sudah kembali ke posisi normal yaitu di depan wajah Yuki dengan badan bersandar pada pintu bilik.
"Udah kembali ke status aman si Na, tapi aku takut hal seperti itu terulang lagi. Sebagai wanita aku juga butuh kepastian donk ya. Tapi aku juga kaya w************n tahu nggak si lo? Berulang kali, aku pasti akan memaafkan dan menerima dia hanya karena sebuah gombalan yang ua berikan." terang Yuki jujur pada Alona. Kebahagiaan yang hinggap di hati beberapa jam lalu, seketika menguap kala Yuki mengingat hubungan dirinya dan Al yang tak ada kejelasan. Jari-jemari Yuki beralih memainkan bulpoin yang tergeletak diatas meja kerja. Pandangan mata Yuki kosong, ia sedang menelisik hubungannya dalam angan yang tak berbatas.
Puk
Tangan Alona terulur untuk menepuk pundak Yuki. Dia mencoba mentransfer kekuatan buat sahabatnya berjuang demi cinta yang tumbuh dihati.
"Sekarang lo jalani aja jika kelak tak kuat, lepaskan Ki. Cari yang lain, masih banyak di luar sana yang pantas buat lo."
****
Yuki Pov
Siang ini, sesuai janji dengan Mama dari Al. Aku datang ke runah mewah beliau bersama dengan Al. Sesuai janjinya Al menjemputku tepat waktu di kantor dan disinilah kami sekarang, pelataran halaman rumah Al. Kami berdua baru saja sampai di rumahnya.
Al keluar dari mobil, kemudian membukakanku pintu. Aku seperti putri raja saja di perlakukan seperti ini karena biasanya aku akan turun dengan membuka pintu sendiri.
"Makasih." ucapku pada dirinya yang sedari tadi tak pernah luntur senyumannya.
"Sama-sama.."
Didalam rumah Al sudah ada Mama yang menunggu kedatangan mereka. Mama Maia,mama dari Al sudah bersiap sedari tadi menyambut kedatangan calon menantu. Meski sudah lama mengenal Yuki tapi pertemuan kali ini rasanya seperti awal pertama bertemu. Senang, demikian yang dirasakan sang Mama.
Mama Maia bukan seorang Ibu kolot, beliau senang dan menerima dengan tangan terbuka bagi wanita manapun yang datang bersama sang putra, namun kedatangan Yuki ke rumah ini sejak awal memang sudah berbeda. Tanpa menyeleksi dan mewawancarai sang putra, Maia langsung berkata setuju jika Al akan menjadikan Yuki sebagai menantu.
"Siang, Ma!" Sapa Al ketika sudah berada di depan muka Mama-nya.
"Siang, Tan!" Sapa Yuki sopan.
Maia tersenyum, memeluk keduanya bergantian. Sebelum akhirnya mengajak anak-anak ke ruang makan, menikmati hidangan. Maia memasak ikan gurame goreng saus tomat kesukaan Yuki, oseng-oseng mercon kesukaan Al dan juga Ayam kecap kesukaan Al. Ditambah sayur sop dan lalapan sebagai pelengkap. Ada juga tempe dan tahu goreng kesukaan semua.
"Papa nggak ikutan makan siang di rumah, Ma? " pertanyaan sama yang ada di benak Yuki, dia juga ingin mennyakan tapi Al sudah lebih dahulu menyuarakan.
"Nggak, Papa kamu ada urusan katanya di bengkel sama sekalian lihat adikmu magang disana." terang Maia. Maia meletakkan bermacam menu didalam piring Yuki membuat Yuki meringis.
Yuki meggalau tangan Mia saat Maia hendak mengambilkan kembali Yuki sepotong tahu, padahal yang tadi saja belum sempat ia sentuh, apalagi makan. "Maaf Tan, tapi ini udah cukup. Nanti kalau kurang pasti Yuki ambil sendiri. Sini, biar Yuki ambilkan makan untuk Tante." Tawar Yuki halus, Maia juga tak protes. Ibu tiga anak itu menyodorkan piring kearah Yuki dan dengan senang hati Yuki menerima, kemudian melayani Mama Maia.
Dalam hati, Maia tersenyum senang kala mendapatkan perlakuan manis dan hangat dari Yuki. Tindakan Yuki barudan mendapat nilai tersendiri di hati seoarang Maia.
"Bagaimana masakan mama?" Maia bertanya kepada Yuki.
Mendengar pertanyaan dari Maia, Yuki kemudian meletakkan sendok dan garpu yang ada di tangannya ke dalam piring. "Seperti biasa Tan, " ucap Yuki sembari mengangkat kedua jempol tangan. "Enak dan lezaaat... " terang Yuki dengan girang.
Mama Maia mengangguk, begitu kiranya setiap kali Yuki menggambarkan kenikmatan masakan yang Maia hidangkan. Oleh karena itu, Maia sangat senang masak untuk Yuki.
Ditengah kenikmatan santap siang berteman obrolan ringan, meski lebih dominan Maia dan Yuki yang mengobrol. Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata sedang menatap kebersamaan di meja makan. Mereka adalah Papa dan adik dari Al, Ahmad dan Dul.
"Kak Yuki memang membawa keceriaan untuk keluarga ini ya Pa?" Ucap sang putra termuda.
"Kamu benar, sayangnya kakak mu itu belum sadar akan perasaannya kepada Yuki. "
Sang Papa benar, anak tertua nya memang sangat tidak peka hingga perasaan yang tertanam saja Al tidak tahu. Sepertinya Al memang harus di pukul dulu baru dia akan maju.
"Mari kita ikut bergabung dengan mereka!"
Keduanya berjalan melangkah menuju sumber keramaian.
Grep
Bebarengan dengan sang Papa yang memeluk Mama Maia dengan mesra, Dul juga meluk Yuki tak kalah mesranya dari Papa. Yuki tersentak kaget, namun seketika ia bisa menormalkan diri. Yuki tahu ulah jahil siapa di belakang badannya. Sudah kebiasaan Dul jika bertemu Yuki maka dia akan heboh dan tanpa sungkan memeluk Yuki tanpa mengenal tempat.
Al melihat adegan tersebut dengan reflek menarik tanga sang adik agar lepas dari Yuki. Ia merasa tidak terima akan ke intiman yang terjalin diatara Dul dan Yuki.
"Jauh jauh kamu! " Al menatap Dul tajam. Namun sang adik tak perduli, ia justru mengoda Yuki dengan sengaja dan melihat reaksi sang kakak yang terbakar api cemburu.
Dalam hati Yuki bahagia berada di tengah keluarga Al. Kehangatan seperti ini lama sekali tak ia dapatkan karena kesibukan dirinya dan juga keberadaan sang kakak yang jauh dari rumah utama.
Selagi aku bisa, maka aku akan menikmatinya. Menikmati kebersamaan bersama keluarga ini yang aku sendiripun tak tahu dampai kapan aku bisa seperti ini bersama mereka.
****