Aku bukan Pelakor!

3743 Kata
Di dalam mobil, Exel tampak tersenyum sopan pada ibuku. Aku belum pernah melihat Exel sesopan itu pada orang, aku sedikit canggun takut saja jika Exel mengatakan bahwa aku hanyalah kekasih bayarannya. “Namamu siapa, Nak? Terima kasih karena sudah meminjamkan uang untuk Gea membayar semua hutang ibu,” ucap ibuku membuat Exel yang sedang menyetir mobil pun tersenyum. “Nama saya Exel Sanjaya, Bu. Tidak usah berterima kasih karena saya adalah temannya Gea, bukankah teman seharusnya saling membantu?” kata Exel dengan nada suara yang amat sopan, aku belum pernah mendengar nada suara pria yang sangat sopan seperti Exel. “Sanjaya? Ibu seperti pernah mendengar nama itu, apakah keluargamu terkenal?” tanya ibuku yang membuat aku merasa bingung mengapa ibu menanyakan hal tidak penting seperti itu? “Bu, biarkan saja Exelnya menyetir dulu. Takutnya tidak konsen,” ucapku memperingati ibu agar tidak menanyakan hal-hal aneh seperti itu lagi. Exel hanya tersenyum, namun tidak menjawab menandakan bahwa Exel memang tidak ingin menjawab pertanyaan tersebut dan untung saja aku orangnya peka, coba kalau tidak? Mungkin Exel akan kebingungan dan di dalam mobil itu terjadi suasana yang tidak mengenakan. Sesampainya kami di rumah, Bu Dar terlihat berlarian ke arah kami merasa bersyukur karena ibuku pulang dengan selamat dan tanpa kekurangan apa pun. Bu Dar memang sudah seperti saudara untuk kami, tidak ada tetangga sebaik dia. “Alhamdulilah, Ra. Kamu akhirnya pulang juga, si Burhan memang jahat sekali padahal Gea memang ingin membayar itu semua setelah gajian, mengapa dia tetap membawamu?” tanya Bu Dar memegangi kedua bahu ibuku. Sedangkan aku dan Exel hanya bisa menonton drama kesedihan kedua orang tua itu. Namun, Bu Dar sadar bahwa kami pulang dengan satu orang tamu bermobil. Ia melihat ke arah Exel kemudian meraih tangan pemuda itu dengan cepat. “Perkenalkan, saya Bu Darsiah biasa dipanggil Bu Dar. Kau pasti kekasihnya Gea, kan?” tanya Bu Dar dengan wajah sumringah membuatku terkejut karena biasanya Bu Dar tidak selancang itu. “Ah, bukan. Saya hanya teman di tempat kerja Gea,” ucap Exel kemudian berusaha untuk melepaskan tangan Bu Dar darinya, ada sedikit rasa kecewa saat Exel mengatakan bahwa dia hanyalah temanku. Ya, aku tahu bahwa aku hanyalah kekasih bayarannya, namun entah mengapa aku merasa sakit hati. Aku langsung cepat menggelengkan kepala, merasa sedikit sedih dengan keadaanku. Rasanya aku ingin menertawakan diriku yang berharap bahwa Exel akan mengatakan aku adalah kekasihnya padahal itu hanyalah sebuah mimpi. “Maaf, Ibu kira kau adalah kekasih Gea,” kata Bu Dar terlihat tidak enak kemudian langsung melepaskan tangannya dari Exel, kami pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah, kecuali Bu Dar yang memilih untuk pulang ke rumahnya karena rumahnya yang masih berantakan. Di dalam rumah, aku merasa sedikit sungkan karena ada Exel di rumah kami. Aku takut Exel menganggapku remeh karena rumahku yang kecil sekali dan mungkin itu sudah seperti kamar mandi bagi Exel. “Apa Gea bekerja dengan baik? Tolong bimbing Gea, ya, Exel. Kata Gea kau adalah manager di café jadi akan lebih mudah untukmu membimbing Gea dalam bekerja, kasih tahu jika dia salah, tapi tolong jangan membentaknya karena hatinya benar-benar sangat lembut,” kata ibuku yang membuat wajahku memerah seperti tomat. “Ibu, apa-apaan sih?” kataku membuat Exel tersenyum, aku merasa bahwa Exel benar-benar pemain ganda karena jika sedang berhadapan dengan orang tua, Exel seolah anak yang sangat sopan dan terpelajar, namun saat sedang bersamaku dia bagaikan beruang kutub yang membeku sangat dingin dan kebanyakan diam jika aku tidak bicara. Aku memutuskan untuk keluar rumah mencari udara segar karena merasa di dalam tidak begitu mengasyikkan, biarlah Exel dan ibu berbicara dan aku tidak ingin ikut campur. “Ya, halo Jes. Ada apa?” tanyaku saat mengangkat telepon yang ternyata dari Jeselyn. “Kau pagi-pagi sekali berangkatnya, kenapa tidak bilang padaku dulu?” tanya Jeselyn yang terdengar lucu di telingaku. Sepertinnya Jeselyn memang rewel jika ditinggal seperti itu saat tidur. “Aku harus ke pulang dulu, Jes. Ada masalah lintah darat yang meminjami ibuku membawa ibuku ke rumahnya untuk dijadikan b***k, kau kan tahu bahwa ibuku sudah sakit-sakitan dan sangat berbahaya jika disuruh bekerja keras seperti itu,” kataku dengan nada sedikit kesal jika mengingat si Pak Burhan malah membawa ibuku dan menjadikannya seorang b***k. “Oh, baiklah, tapi kau masih bekerjakan nanti malam?” tanya Jeselyn yang tampak khawatir terdengar sekali dari nada gadis itu bahwa ia cemas aku tidak masuk hari ini karena ini hari adalah hari liburnya Desra dan aku harus masuk apa pun yang terjadi. Setelah aku mengiyakan ucapan Jeselyn, aku akhirnya kembali ke dalam untuk mendiskusikan sesuatu pada ibu dan juga Exel. “Ibu, sebaiknya ibu ikut saja aku ke kota karena aku tidak bisa terus menumpang mobil orang sementara nanti jika ibu kenapa-kenapa aku harus menumpang pada siapa? Ikutlah aku ke kota, biarkan rumah ini didiamkan saja agar aku juga tidak repot mengantarkan uang untuk ibu,” kataku mencoba membujuk ibu untuk pindah ke pusat kota karena bagaimanapun aku harus bekerja dan tidak bisa bolak-balik. “Yang dikatakan Gea ada benarnya, café akhir tahun juga akan sangat ramai kasihan Gea jika harus bolak-balik pasti tenaganya tidak cukup. Aku akan menunggu kau berkemas jika memang ingin pindah hari ini,” kata Exel membuatku tersenyum bangga, memang Exel selalu bisa diandalkan. Ibu tampak melihatku dan juga Exel bergantian kemudian mengangguk pelan, aku senang sekali karena ibu tidak keras kepala dan akan ikut aku ke kota. Dari uang sisa yang masih sangat banyak itu, aku akan mencari kontrakan untuk ibu dan aku setelah kembali ke kota. “Baiklah, kau tunggu di sini, ya sebentar saja karena aku harus membereskan semua pakaian ibu dan memilihnya,” ucapku yang langsung berdiri dan masuk ke dalam kamar ibu. Sayup-sayup aku mendengar bahwa ibu membanggakan aku pada Exel di ruang tamu membuat aku tersenyum tipis. Rasanya ibu selalu saja membanggakanku pada orang-orang, semenakjubkan itukah aku di mata ibu? Perlahan tapi pasti, aku memasukkan semua pakaian ibu ke koper. Kami hanya membawa dua buah koper kecil yang berisi pakaian ibu dan yang lainnya untuk keperluan di kota nanti. “Sudah beres, Bu. Ayo kita langsung pergi karena nanti malam aku harus kembali bekerja,” ucapku sambil menenteng kedua koper yang aku angkut dari dalam kamar ibu, koper model lama terasa sangat berat untukku yang bertubuh kecil dan kurus ini. Exel berinisiatif untuk membawakan kedua koper tersebut membuat aku terkejut karena wajah kami hampir saja saling menyentuh karena Exel yang hendak mengangkat kedua koper di tangan kanan dan kiriku secara langsung sementara aku yang sedang menunduk pun tidak tahu bahwa Exel akan mengangkat kedua beban itu. Cukup lama kami bertatapan sampai ibuku mendeham karena sepertinya kami bertatapan sangat lama hingga diberi dehaman oleh ibu. “M—maaf,” ucap kami berdua dengan gelagapan membuat ibu hanya bisa menggeleng-geleng pelan. Setelah kejadian memalukan itu akhirnya kami masuk ke dalam mobil dan mobil tersebut melaju perlahan meninggalkan desa tersebut. Sebenarnya tadi kami ingin pamit pada Bu Dar. Namun, rumah tersebut sangat kosong jadi kami memilih untuk mengirimkan sebuah surat saja di pintu utamanya agar mereka tahu keberadaan kami. Aku melihat rumah ibu yang semakin menjauh, dari kecil aku dibesarkan di rumah itu. Di didik dengan benar oleh seorang ibu tanpa seorang ayah bagiku sudah cukup karena ibu benar-benar seorang ibu merangkap ayah untukku. Sekarang adalah saatnya aku memulai perjalananku dari bawah untuk meraih kesuksesanku, aku ingin membuktikan kepada teman-temanku walaupun aku tidak pernah menyicip perguruan tinggi, namun aku bisa sukses dengan jalanku sendiri. Perjuanganku dimulai saat ini, detik ini, yang menentukan adalah aku. Tiga Agustus dua ribu dua puluh satu, itu adalah hari di mana aku untuk pertama kalinya merasakan bagaimana sebuah keistimewaan di dalam hidupku. Dua puluh tahun lamanya aku hidup, tapi aku baru merasakan yang namanya diajak ke butik oleh seorang pria yang tampannya luar biasa dan bukan hanya itu dia juga membelikan aku sebuah gaun yang sangat cantik dipandang oleh mata. Ya, hari ini adalah hari sabtu di mana aku untuk pertama kalinya berperan sebagai kekasih Exel Sanjaya, si pemuda tampan misterius yang aku temui di depan café. Rasanya lucu juga mengingat aku menemukannya di depan café dan menyangka dia adalah seorang satpam café tersebut padahal dia adalah seorang pemuda tajir, entah pekerjaan orang tuanya apa sampai ia bisa tajir seperti itu. “Kau suka yang mana? Pilihlah, ambil saja beberapa gaun untuk kepentingan peran kita,” kata Exel membuat aku mengangguk cepat, aku benar-benar sangat menyukai gaun jadi aku tidak menolak tawaran tersebut. Selain aku mendapatkan uang bayaran sebagai kekasihnya, aku juga mendapatkan pakaian-pakaian mahal nan bagus itu. Sementara itu Exel juga memilih sebuah kemeja santai untuk dia pakai ke reuni teman SMA-nya itu. Sebenarnya jauh di dalam lubuk hatiku, aku benar-benar takut jika perempuan yang terobsesi pada Exel malah marah padaku dan membuat aku malu di acara reuni Exel. Namun, aku harus tetap profesional karena bagaimanapun aku sudah menerima uang Exel dan sudah aku pakai untuk hutang-hutang ibu. Aku juga sudah menandatangani perjanjian tersebut pada Exel, rasanya menolak atau merasa ingin mundur bukanlah pilihan yang tepat. Kata ibuku, jika bekerja seharusnya seorang pekerja menikmati prosesnya sesulit apa pun karena dengan menikmati proses di sana pula rasa syukur tumbuh dan pekerjaan kita menjadi lebih mudah daripada biasanya. “Ini bagus, tidak?” tanya Exel padaku membuat aku menoleh kemudian melihat setelan kemeja yang sedang ia pakai saat ini. Aku melepaskan gaun yang sedang aku lihat-lihat, aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Exel karena ia benar-benar terlalu tampan dan ketampanannya itu menyakiti mata. “Hm, sepertinya kau harus ganti karena kau terlalu keren memakai ini,” ucapku memberi saran, namun sepertinya saranku terlalu membingungkan untuk Exel. “Bukankah memang tujuanku ke reuni untuk tampil sangat keren?”tanya Exel dengan bingung membuatku tertawa renyah. “Kau datang ke reuni untuk apa? Selain bernostalgia pada teman-teman lamamu, kau juga ingin menunjukkan aku pada Meriska secara halus agar Meriska tidak mendekatimu lagi, kan? Kalau kau ke sana dengan penampilan yang sangat keren, itu sudah pasti akan membuat Meriska lebih mencintaimu dan bisa saja ia masa bodo dengan adanya aku sebagai kekasihmu,” kataku menjelaskan bahwa mengapa Exel tidak boleh terlalu keren di tempat itu. Exel terdiam kemudian langsung mengangguk setuju ucapanku tadi. “Masuk akal juga ucapanmu, baiklah aku akan menurutimu,”ucap Exel kemudian masuk ke kamar ganti lagi untuk mengganti pakaiannya. Aku tertawa licik, sebenarnya alasan yang aku berikan memang masuk akal. Namun, rasanya jantungku tidak akan aman jika aku tidak melarang Exel memakai pakaian tersebut. Aku kembali melanjutkan memilih-milih gaun yang sekiranya aku sukai, kebanyakan gaun yang aku pilih hanya selutut panjangnya karena gaun-gaun tersebut akan lebih sering dipakai untuk acara Exel. “Lihatlah, kalau yang ini bagaimana?”tanya Exel memakai pakaian yanng lebih santai dan tidak berlebihan. Aku menelan salivaku dengan susah payah. Orang ganteng memang payah jika mencoba untuk buruk rupa, sebenarnya bukan pakaiannya yang salah, tapi orang yang memakainya yang terlalu tampan sampai dibuat buruk rupa pun tidak bisa. “Aku menyerah, kau selalu tampan memakai pakaian apa saja.” Aku mengatakan itu karena sudah menyerah, Exel memang terlalu tampan untuk diubah menjadi buruk pun. Exel hanya terkekeh bingung mendengar ucapanku, setelah kami memilih pakaian yang pas untuk dikenakan di reuni nanti. Kami pun memutuskan untuk pergi ke reuni yang diadakan di sebuah restoran ternama di kota Jogja, mereka katanya sudah memesan beberapa tempat untuk satu angkatan tersebut. Exel dan aku yang berada di dalam perjalanan tidak mengatakan sepatah kata pun. Hari ini aku meminta izin pada Jeselyn untuk tidak masuk karena aku akan pergi ke reuni Exel yang pasti akan sampai malam selesai acaranya. “Tidak perlu tegang, kau berlatihlah semaumu karena aku akan selalu berada di sampingmu. Satu hal yang harus kau tahu bahwa Meriska mulutnya sangat tajam seperti pisau, bisa saja kau akan dihina dan lain sebagainya. Namun, kau tidak perlu takut karena aku berada di sampingmu, bersikap saja selayaknya seorang kekasih,” kata Exel yang masih fokus ke arah jalanan di depannya. “Selayaknya seorang kekasih, tapi sayangnya aku tidak tahu layaknya seorang kekasih seperti apa,”gumamku pelan membuat Exel sempat menoleh ke arahku mungkin saja merasa bingung karena aku tidak tahu selayaknya seorang kekasih. “Jangan bilang kau belum pernah pacaran?”tanya Exel membuatku sedikit tersudut karena memangnya apa salah jika aku tidak pernah berpacaran selama hidupku? “Belum, makanya aku merasa bingung harus bersikap seperti apa nanti,” kataku dengan jujur dan untung saja memang aku jujur karena jika aku berlagak seperti gadis yang sudah pernah pacaran pasti akan membuat malu Exel. Aku melihat Exel yang tampak memijat keningnya, sepertinya ia mulai bingung atau mungkin saja menyesal karena sudah menyewaku sebagai kekasih bayaran dan ternyata aku belum pernah pacaran sekali pun. “S—sepertinya kau menyesal karena sudah menyewaku sebagai kekasih bayaran, jika memang kau berpikir seperti itu biarlah aku mengganti uangmu melalui gajiku atau...”ucapanku terpotong karena Exel yang menyuruhku diam. “Diamlah, memangnya siapa yang ingin kau mengganti uangku? Dari awal aku sudah menyuruhmu menjadi kekasih bayaran, mana bisa aku menarik itu lagi. Kau ikuti saja instruksiku nanti,” kata Exel yang tampak tidak masalah dengan itu semua,aku merasa lega sekaligus kasihan juga karena Exel salah pilih perempuan. Akan tetapi, aku tidak boleh menyesali itu karena bagaimanapun uang Exel-lah yang menyelamatkan ibu dari hutang-hutang tersebut. “Baiklah, aku akan selalu berada di sampingku. Bisikkan saja jika kau butuh bantuan, tuan,”ucapku sambil melanjutkan melihat pemandangan siang hari di jalanan kota Jogja yang selalu berhasil membuatku merasa senang sekali berjalan-jalan di kota istimewa ini. Tidak butuh waktu yang lama, mungkin sekitar tiga puluh menit akhirnya mobil Exel sampai juga di sebuah restoran yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Maklum saja, aku tinggal di pedesaan jarang baca berita di internet pula makanya restoran seperti ini saja rasanya sangat asing bagiku. “Ayo turun, jangan jauh-jauh dariku,”kata Exel saat aku masih berada di samping kemudi, aku hanya mengangguk patuh kan dia tuanku alias aku sedang bekerja padanya anggaplah aku kerja sampingan. Aku turun dengan high heels dan gaun yang sangat cantik dan terlihat sangat glamour ditambah lagi riasan di wajahku yang sangat tipis jadi tampak muda dan segar. Aku tahu seluruh orang yang berada di restoran terus saja melihat ke arahku, belum lagi gandenganku adalah Exel Sanjaya entah putra dari orang kaya yang mana yang penting dia adalah seorang pemuda yang tampan, tinggi dan memiliki postur yang tegap sekali membuatku betah melihat fisiknya yang indah itu. Seluruh orang-orang yang sedang berada di restoran tersebut melihatku dan Exel saat kami berada di pintu masuk utama hendak mencari di mana meja teman-teman SMA Exel. “Exel di sini!”teriak seorang pemuda yang kebetulan berada di dekat kami, kami pun melangkah ke sana dan bergabung. Baru ada beberapa orang yang terlihat di sini dan belum ada seorang gadis pun di meja itu yang aku tahu berarti Meriska belum ada di sana. Aku melihat Exel yang bersalam-salaman pada semua temannya yang berada di sekeliling meja, ia mengenalkan aku juga sebagai kekasihnya. Entah bagaimana perasaanku benar-benar sangat senang. Namun, alangkah terkejutnya aku ketika seorang gadis menyiram wajahku dengan segelas air jeruk panas. Aku berteriak ketika air jeruk panas itu tersiram ke wajahku, begitu juga dengan Exel yang terkejut aku diperlakukan seperti itu. Aku tidak bisa melihat dan tidak peduli siapa yang menyiramku, aku lebih memilih untuk mengelap wajahku yang kepanasan dengan pakaianku dan tidak peduli pakaian yang aku kenakan dengan harga berapa juta. “Ups, gak sengaja,”kata perempuan berambut panjang dengan warna rambut kecoklatan itu, ia terlihat memakai pakaian seksi membuat aku benar-benar ingin sekali menjambak gadis yang berada di hadapanku ini. Namun, sekali lagi aku ingat bahwa jangan melakukan apa pun ketika sedang marah jika tidak ingin menyesal. Aku melihat Exel yang benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun lagi, ia langsung menyeret gadis itu dan membawanya keluar restoran tersebut. “Duduk dulu, Ge. Lo gak apa-apa, kan?” tanya Fandi yang merupakan teman SMA Exel, ia menyodorkan sebuah tissu untuk aku pakai mengelap muka. Rasa malu bercampur aduk dengan rasa kesal,aku tidak menjawab ucapan Fandi, hanya meresponnya dengan anggukan. “Gue gak pernah nyangka Meriska terobsesi seperti itu pada Exel, gue kalau jadi cewek udah malu ngatain cewek lain gatel padahal dia sendiri yang gatel,”ucap Reyhan yang duduk di sebelah Fandi. Aku hanya mendengar mereka saja dengan seksama. Ternyata itu adalah Meriska pantas saja Exel tidak suka dengannya. Meriska, gadis itu cukup cantik dengan tubuh yang bagus dan rambut panjangnya yang membuatnya bertambah seksi. Namun, rasanya sifat dan fisiknya berbeda sangat jauh. Aku hanya pasrah menunggu Exel datang dan memilih untuk diam saja mendengarkan ucapan teman-teman Exel. Dalam hati aku merasa sangat payah dan kesal sekali mengapa aku diperlakukan seperti ini padahal aku tidak salah apa-apa? Namun, saat aku sedang memikirkan hal tersebut, seseorang menarik tangan kananku menyuruhku untuk berdiri. “Kenapa?”tanyaku dengan mata berkaca-kaca menahan rasa malu yang Meriska perbuat untukku, Exel mendekatkan Meriska padaku entah maksudnya apa yang pasti aku menarik tanganku karena tidak ingin dekat-dekat dengannya lagi. “Minta maaf lo! Lo mau perusahaan bokap gue cabut saham di perusahaan bokap lo?”ucap Exel dengan lantang membuat Meriska mengatupkan mulutnya, gadis itu seolah diam membeku merasa bingung. Aku jadi kasihan melihat Meriska diperlakukan seperti itu. Namun, mau bagaimana lagi? Aku tidak mungkin mencegah Exel karena wajah pemuda itu benar-benar sudah sangat seram dan tidak bisa dihentikan. Aku melihat Meriska masih bersikeras tidak ingin membuka mulutnya untuk mengatakan maaf, entah mungkin karena gengsi atau dia tidak merasa bersalah? Yang pasti, gadis itu sakit jiwa karena dengan bar-bar menyiramku seperti itu. Apa dia tidak punya malu atau takut pada hukum? “Gue hitung ya sampai tiga, kalau lo masih bersikeras merasa lo paling benar. Lo bakal lihat kalau semua harta kekayaan bokap lo habis tidak tersisa sedikit pun, gue gak akan segan juga melaporkan lo ke polisi karena lo menyerang orang yang tidak pernah kenal sama lo. Bahkan untuk tahu nama lo aja dia gak tahu, di sini teman-teman gue banyak jangan sampai lo keluar dari resto ini dengan menanggung malu,” kata Exel yang benar-benar menyeramkan di mataku. Hal mengejutkan terjadi ketika Meriska langsung bersimpuh di hadapanku membuat aku menutup mulutku karena benar-benar terkejut dengan yang gadis itu lakukan. “Maafin gue, gue benar-benar gak sengaja. Lo mau kan maafin gue?” tanya Meriska dengan wajah pucat pasi ketakutan dan tidak ada teman-temannya yang membela Meriska. Aku merasa bingung dan melihat semua mata memandang kepadaku, jika aku menolak permintaan maafnya pasti orang menilaiku dengan buruk. “I—iya aku maafin.Bangunlah tidak enak dilihat orang banyak,”kataku sambil melihat beberapa orang yang melihat ke arah kami, mungkin disangka kami sedang bermain sinetron. Meriska terlihat bangun dan memelukku dengan erat sebagai bentuk rasa terima kasih karena sudah memaafkannya. Aku tidak membalas pelukannya karena seperti biasa aku adalah seorang yang jujur, walaupun dimulutku sudah mengatakan bahwa aku memaafkannya, tapi aku benar-benar belum bisa memaafkannya. Bagaimana bisa coba dia mengentengkan ucapan maaf karena terdesak? Sementara aku sudah mengorbankan wajahku dengan air jeruk panas itu. “Ingat,jangan terlalu senang jika hari ini aku kalah. Putuslah dengan Exel maka hidupmu akan selamat, siraman air panas adalah bentuk peringatan dan perkenalan kita. Camkan itu, Exel hanya milikku,” kata Meriska kemudian melepaskan pelukannya, aku yang mendengar itu hanya bisa terdiam seribu bahasa. “Kita lagi reunian, lo mending pulang deh, Ka. Sumpah bikin mood gue hancur doang lo di sini,” kata Fandi dengan blak-blakan bahkan Fandi tidak takut jika Meriska tersinggung dan tidak mau lagi kenal padanya. Aku memutuskan untuk keluar dari restoran tersebut, aku merasa Exel mengikutiku dari belakang. Aku memang dibayar mahal oleh Exel, namun jika ada drama siram air jeruk panas tidaklah termasuk di dalam bayaran tersebut. “Gea, maafin aku karena aku tidak tahu Meriska akan seagresif itu, tapi dia sudah minta maaf dan kamu juga sudah memaafkan artinya itu sudah selesaikan?”tanya Exel yang membuatku tertawa kecil. “Pernah dengar kata orang bahwa jangan percaya perkataan perempuan yang sedang marah? Mungkin dia bisa saja meminta maaf bersujud air mata darah, namun siapa yang tahu dia akan berbuat apa di masa yang akan datang?”tanyaku pada Exel membuat pemuda itu menatapku intens. “Katakan apa yang dia bilang padamu yang tidak aku dengar?”tanya Exel membuat aku frustrasi, aku harus mengatakan ini pada Exel namun rasanya tidak bisa karena jika aku mengatakan itu maka Exel akan lebih kasar lagi memperlakukan Meriska dan tentu saja ancaman itu akan lebih menakutkan untukku. “Tidak, aku hanya mengatakan itu saja untuk berjaga-jaga agar kau tidak lengah begitupun aku,” kataku dengan memelankan kata terakhir. Exel memandangku dengan tatapan elang, entahlah aku sudah jatuh cinta pada Exel karena ia memperlakukan aku sebagai kekasih bayaran layaknya kekasih sungguhan sampai aku tidak tahu apakah perhatian ini juga akting atau tidak. “Ayo, kita pulang. Reuni kali ini biarkan saja gagal, aku muak dengan Meriska.” Exel mengatakan itu dengan kesal karena mungkin ia masih ingat kejadian di mana aku disiram seperti itu. Aku tidak menjawab dan hanya mengikuti Exel dari belakang. Namun, saat aku akan naik ke mobil, aku sekilas melihat Meriska dengan sorot mata yang penuh amarah memandangiku dari kejauhan membuat aku merasa terancam. “Exel, bolehkah aku memilih untuk menggantikan saja uangmu yang sudah aku pakai dan aku mengembalikan sisanya padamu dengan cara menyicil? Aku tidak bisa melanjutkan permainan ini lagi, sepertinya Meriska benar-benar sudah tidak waras. Dia sudah terobsesi padamu, jika aku terus melakukan permainan ini maka akan ada yang meninggal di antara kita,”ucapku mencoba untuk memberikan sedikit gambaran tentang Meriska karena aku juga lebih baik bekerja keras untuk membayar hutang daripada berhubungan dengan gadis sinting seperti itu. Exel terdiam tidak menjawab ucapanku, aku berharap Exel mempertimbangkan ini baik-baik karena Meriska bukanlah seperti gadis biasa yang bisa merelakan saja belahaan jiwanya bersama yang lain. Dia tipe gadis yang akan menggeret mayat Exel sekali pun Exel sudah tidak hidup lagi atau mungkin nanti Exel akan dijadikan mumi agar awet. Membayangkannya saja rasanya sudah ngeri. “Apa kau menyerah? Sudah aku bilang bahwa tingkah laku Meriska memang aneh, namun itu tidak akan pernah sejauh yang kamu pikirkan. Dia saja aku ancam akan mencabut saham ayahku di perusahaannya langsung ketakutan dan minta maaf.Dia tidak akan bertindak kejauhan. Tenang saja,” kata Exel melajukan mobilnya menuju kontrakan di mana aku dan ibuku tinggal di tempat itu. Aku menghela napas pelan, rasanya memang mustahil menjelaskan sikap Meriska yang aneh pada Exel karena pemuda itu pasti berpikir bahwa Meriska adalah orang waras yang sekali ditegur pasti akan takut untuk melakukannya lagi. Namun, bagaimana lagi? Melaporkan sesuatu juga harus mempunyai bukti yang meyakinkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN