Lamaran untuk perusahaan Sanjaya

3702 Kata
Tepat pukul tujuh malam, aku sudah siap dengan pakaian kerjaku dan meminta izin pada ibu untuk berangkat kerja. Sepertinya sekarang aku menyukai kerja malam karena bisa dibilang suasana sudah tenang dan tidak hiruk-pikuk seperti pagi hari, namun tetap saja bekerja malam membuat aku kurang tidur dan tidak terasa kantong mataku sudah terlihat menghitam. “Bu, Gea pergi kerja dulu, ya. Assalamualaikum,” ucapku sambil menyalimi tangan kanan ibu. Setelah berpamitan, aku pun memilih untuk naik ojek online ke tempat kerja karena aku tidak ingin merepotkan Jeselyn apalagi melibatkan Exel lagi dalam hal jemput seperti ini karena ibu juga sudah ingin aku menjaga jarak dengan Exel agar tidak terlibat dengan Meriska. Dua puluh menit berlalu dan aku akhirnya sampai juga di café, aku mencari keberadaan Jeselyn untung saja aku melihat Jeselyn yang akan masuk ke dalam diskotik tersebut. Alasanku memanggilnya tak lain agar aku tidak jatuh lagi di dalam kegelapan seperti awal aku datang ke tempat itu. “Jes, masuknya bareng,” panggilku langsung berlari ke arah Jeselyn. Namun, aku merasa bingung dengan wajah Jeselyn yang terlihat heran dengan kedatanganku membuat aku merasa risih dan melihat penampilanku saat ini, tapi aku tidak menemukan keanehan dalam penampilanku. “Kamu ngapain di sini lagi, Ge? Bukannya kamu sudah resign kemarin kata Exel kamu minta berhenti jadi penyanyi karena akan masuk ke perusahaan ayahnya,” kata Jeselyn yang membuatku terbelalak, sejak kapan aku minta berhenti menjadi penyanyi?  “T—tapi, kau tahu aku tidak akan berhenti begitu saja dan menyampaikannya melalui orang lain, aku tidak ingin berhenti dari sini karena belum mendapatkan pekerjaan lain,” ucapku dengan wajah memelas. Jeselyn tidak menjawab kemudian ia langsung mengajakku masuk, rasanya tidak enak jika berbicara di depan pintu masuk karena bisa menghalangi orang yang ingin masuk ke ruangan tersebut. Aku dan Jeselyn duduk di kursi nomor 9 seperti biasanya, aku melihat ke arah Jeselyn yang mengeluarkan sebuah berkas dan memberikannya padaku. Aku merasa heran karena aku tidak tahu apa yang diberikan oleh Jeselyn. “Ini, Exel menyuruhku memberikan ini padamu, karena kau tidak bekerja di sini lagi dan Exel sudah mencari penggantimu untuk menjadi penyanyi di sini, aku menyarankan agar kau mengisi formulir pendaftaran menjadi calon karyawan di perusahaan Sanjaya. Kau tahu betapa terkenalnya perusahaan itu? Kerjalah satu tahun untuk mencari sebuah nama di sana lalu kau resign sudah pasti perusahaan lain mau menampungmu,” kata Jeselyn terdengar seperti sebuah saran, namun saran itu janggal sekali. “Kau mengajariku menjadi kutu lompat? Bukankah seharusnya aku membetahkan diri dalam sebuah pekerjaan agar tidak terlihat seperti kutu lompat? Bukankah kesetiaan pada perusahaan adalah poin penting?” tanyaku yang merasa heran juga dengan saran Jeselyn terdengar bagus, tapi terasa sangat janggal. Jeselyn tampak menghela napasnya pelan kemudian melipat tangan di dadanya. Ia mengalihkan pandangannya seperti berpikir kemudian kembali melihatku dengan serius. “Asal kau tahu, perusahaan Sanjaya mempunyai pemimpin bernama Yudhistira Sanjaya yang tak lain adalah ayah Exel dan juga pamanku. Ini sudah menjadi rahasia umum mengapa perusahaan Sanjaya terus merekrut pekerja dari beberapa bagian yang kosong, Pamanku mempunyai sifat yang terbilang sulit dipahami. Kau akan merasakan sendiri jika bekerja dengannya nanti, jika kau tahan selama satu tahun itu artinya kau sangat setia pada perusahaan tersebut dan perusahaan lain akan mempertimbangkan kesetiaanmu itu pada perusahaan.” Jeselyn mengatakan itu dengan yakin. Namun, aku tidak begitu yakin karena bagaimanapun aku berusaha, ayah Exel sudah pasti membuatku merasa tidak betah seperti pegawai lainnya. Lalu, bagaimana jika ternyata aku gagal dalam menjaga loyalitas terhadap perusahaan? “Bagaimana jika aku ternyata gagal? Bukankah itu lebih buruk untuk reputasiku karena baru beberapa bulan sudah berhenti?” tanyaku masih penasaran bagaimana jadinya jika aku ternyata gagal. “Hm, entahlah bagaimana, aku rasa Exel akan membantumu karena bagaimanapun dialah yang merekomendasikanmu di perusahaan Sanjaya,” kata Jeselyn dengan wajah yang tampak berpikir keras. Aku hanya bisa menghela napas pasrah, namun aku merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara mengatakan itu pada ibu yang sudah tidak ingin aku dekat-dekat dengan Exel. Hal terberat adalah ketika aku harus memilih sesuatu yang tidak ibu sukai, aku takut jika nanti aku kena karma karena melawan orang tua. Mungkin menurut sebagian orang aku adalah gadis kolot yang masih takut pada orang tua dan takut keluar dari zona nyaman. Namun, percayalah bahwa aku hanya ingin orang tuaku bahagia semasa hidupnya karena memiliki anak yang selalu menurut pada perkataannya. “Jes, aku tidak bisa mengisi formulir ini. Biarlah aku mencari pekerjaan di perusahaan lain asalkan ibuku tidak marah padaku karena melanggar janjiku,” aku mengatakan itu sambil kembali menyodorkan kertasnya pada Jeselyn. “Loh, melanggar janji apa, Ge? Memangnya kau ada janji apa pada ibumu?” tanya Jeselyn merasa heran karena aku mengatakan itu. Aku terdiam sebentar karena merasa bingung menjelaskan hal tersebut pada Jeselyn. Namun, aku tetap berusaha untuk menjelaskan janjiku pada gadis itu agar dia mengerti dan juga bisa menjelaskan hal tersebut pada Exel. “Tempo hari Meriska datang ke kontrakanku dan bertemu dengan ibu mengatakan bahwa aku adalah perebut pacar orang dan dia menyebutkan nama Exel. Ibuku merasa terkejut dan sekarang aku dilarang oleh ibu untuk dekat-dekat dengan Exel, kalau sampai ibu tahu aku masuk perusahaan ayahnya Exel pasti ibu sangat marah padaku. Aku harap kau bisa memahami keadaanku. Aku berdekatan dengan Exel karena dia sudah membayarku sebagai kekasih bayaran dan aku ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat,” kataku sambil menunduk. Bohong sekali bila aku mengatakan bahwa aku ingin cepat-cepat menyelesaikan urusanku dengan Exel, padahal selama ini aku berharap bahwa urusanku pada Exel tidak akan pernah selesai bahkan aku berharap bahwa Meriska terus mengejar Exel karena dengan itu tandanya pemuda itu masih membutuhkanku sebagai kekasih bayarannya. “Begitukah? Baiklah aku menghormati keputusanmu ini dan aku akan menyampaikan pada Exel tentang ini semua, kau tidak perlu khawatir. Maaf jika aku mengira bahwa kau benar-benar ingin resign dari sini karena hanya mendengar dari Exel tanpa menghubungi kamu lagi, tapi karena kau sudah dianggap resign maka kau tidak bisa lagi bekerja di sini. Apa kamu tidak keberatan?” tanya Jeselyn yang tampaknya merasa tak enak padaku. Aku mengangguk, setelah pembicaraan kami selesai akhirnya aku permisi dari tempat tersebut. Aku merasa bingung harus pulang dan membawa kabar apa untuk ibu? Aku sudah tidak bekerja dan aku harus mengatakan apa? Masa aku mengatakan kalau aku dipecat atau aku resign tanpa alasan? Itu benar-benar membuatku berpikir keras. Saat aku sedang berpikir keras di depan café, aku melihat Exel yang berjalan ke arahku membuat aku merasa frustrasi. Aku ingin menghindari pemuda itu,namun dia malah menghampiriku dengan wajahnya seperti biasa, ekspresi datar yang tidak pernah terlihat tersenyum. “Kau sudah bicara dengan Jeselyn? Bagaimana, apa kau sudah mengisi formulir yang aku berikan pada Jeselyn?” tanya Exel yang membuat aku menghela napas pelan. Aku tidak tahu harus mengatakan apa padanya karena pasti Exel merasa tersinggung. “Tidak, aku tidak bisa bekerja di perusahaan ayahmu karena aku ada janji terhadap ibuku yang tidak boleh dilanggar,” ucapku sambil menunduk, enggan menatap pemuda yang akhir-akhir ini membuat jantungku berdegup kencang saat berada di dekatnya. Exel terdiam kemudian menatapku dengan mata elangnya seolah mengintimidasiku. Aku melihat bahwa tatapan itu terlihat tidak senang dengan keputusanku ini, aku tidak peduli karena aku tetap saja tidak bisa melanggar semua janjiku pada ibu. “Hei, kau kira kau siapa bisa melanggar seperti ini? Aku sudah sering kali berbuat baik padamu, namun rasanya kau semakin tidak menyadari di mana posisimu. Aku tidak ingin mengatakan apa pun tentang posisimu, namun aku ingin kau sadar dan membuka mata lebar-labar!” bentak Exel padaku. Aku masih tidak menyangka Exel yang terlihat sangat kalem selama ini bisa juga membentakku seperti itu. Aku tidak tahu mengapa pemuda itu sengit padahal aku hanya menolak tawarannya untuk bekerja di perusahaan Sanjaya bukan menolak menjadi kekasih bayarannya. “K—Kau kenapa? Apakah ada yang salah aku menolak tawaranmu itu? Aku harus menghormati ibuku yang tidak senang dengan kedekatan kita, tapi aku berusaha untuk menyelesaikan tugasku sebagai kekasih bayaranmu, aku tahu posisiku bahwa aku hanyalah kepalsuan untukmu, tapi tidak berarti aku harus menuruti semua perkataanmu. Kau yang sedari awal menentukan tugasku, bukankah tidak profesional jika kau menambah tugasku? Aku tahu kau membayarku mahal, namun aku tidak bisa menurutimu untuk saat ini!” ucapku pada Exel, bibirku bergetar ketika melihat Exel yang membentakku dengan keras. Exel tertawa pelan kemudian menatapku tajam, aku tidak tahu mengapa Exel menjadi seperti itu padaku padahal aku tidak merasa membuat kesalahan fatal. “Memang, aku hanya membayarmu untuk menjadi kekasih bayaran, tapi apa tidak bisa kau menurutiku sedikit saja sebagai bentuk terima kasih? Aku sudah membayarkan hutangmu dan itu tidak gratis, mana ada orang kasih uang gratis kalau tidak ada tugas yang harus kau jalani. Aku diwajibkan bekerja di perusahaan ayahku sampai ayahku kembali dari Amerika, besok ayahku akan berangkat dan sementara kau harus bekerja denganku juga menggantikan Bella sebagai sekretaris pribadi ayahku. Tidak ada alasan lain, jika kau masih menolak maka aku akan membuat ibumu tahu tentang ini semua,” kata Exel Kemudian meninggalkanku sendirian yang masih bertanya-tanya mengapa dia seperti itu. “Apakah karena Bella berhenti dia jadi kalap dan memaksaku untuk menggantikan Bella? Ah, rasanya tidak mungkin jika hanya karena posisi Bella tidak ada yang mengisi,” kataku yang merasa bingung dengan alasan Exel membentakku seperti itu. Aku melangkah perlahan ke depan cafe dan menunggu ojek online yang baru saja aku pesan itu. Disaat aku menunggu aku merasakan seseorang yang memantauku dari kejauhan, ternyata Exel masih melihatku seolah menunggu aku pulang dari cafe tersebut. “Astaga, dia benar-benar menyebalkan. Dia sudah membentakku, tapi kenapa dia memantauku seperti itu? Dasar pemuda aneh!!” gumamku dengan kesal. Aku benar-benar tidak bisa memahami isi otak Exel dan mungkin memang tidak akan pernah bisa memahaminya. Ketika ojek yang aku pesan sudah datang. Aku buru-buru naik dan motor itu melesat cepat membawaku meninggalkan area cafe. Aku merasa lega ketika melihat Exel tak mengikutiku. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku merasa terluka ketika Exel membentakku seperti itu dan membawa posisiku sebagai kekasih bayaran. Aku kira dia menyukaiku, tapi sepertinya aku salah karena dia tidak pernah sesuka itu padaku. Dia benar-benar hanya membutuhkanku untuk menghindari Meriska, benar kata ibu bahwa orang kaya akan selalu menyakiti. Sekarang aku paham mengapa ibu melarangku bergaul dengan orang kaya dan aku harus sadar bahwa aku hanyalah dari kalangan bawah, aku hanyalah dibutuhkan ketika orang-orang kaya itu membutuhkan sesuatu dariku. Namun, terkadang aku merasa bingung mengapa harus aku dari sekian banyak wanita di cafe itu? Kenapa Exel seolah membuatku istimewa? Kenapa pemuda itu memilihku? Banyak sekali pertanyaan dibenakku, aku ingin menanyakan semua itu pada Exel, tapi aku sadar bahwa aku harus sadar di mana posisiku. Apakah pantas seorang dari kalangan bawah memberi pertanyaan pada kalangan atas? “Mbak, sudah sampai. Ini bukan alamatnya?” tanya pengemudi ojek yang aku tumpangi membuat aku tersadar dari lamunanku. “Ah, iya benar, Mas. Ini ongkosnya,” kataku sambil memberikan ongkos ojek tersebut. Setelah transaksi tersebut, aku melangkah ke arah rumah kontrakanku. Rasanya aku masih merasa bingung untuk menyampaikan keadaanku pada ibu. Namun, melihat reaksi Exel tadi sepertinya aku harus masuk ke perusahaan Sanjaya apa pun yang terjadi. “Assalamualaikum,” ucapku dengan lesu sambil melepaskan sepatuku, aku melihat ibu yang keluar dari kamar terlihat bingung karena melihatku yang pulang lebih awal. “Waalaikumsalam,” jawab ibu kemudian duduk di sampingku dengan wajah heran, aku tahu bahwa ibu pasti heran mengapa aku pulang secepat itu padahal aku baru saja tiga puluh menit yang lalu pergi dari rumah, tapi sudah kembali. “Loh, Nduk kamu kok pulangnya cepat? Apakah ada masalah?” tanya ibu dengan wajah bingung. Pertanyaan yang aku tunggu-tunggu keluar juga dari mulut ibu. Aku menghela napas pelan kemudian menyenderkan punggungku di sofa dengan wajah bingung. Sepertinya hari ini aku penuh dengan kebingungan sehingga mau menjawab pertanyaan ibu saja aku tidak mampu. Aku menoleh pada ibu kemudian tersenyum padanya. “Aku mendapatkan tawaran kerja di perusahaan temanku, sedikit lebih jauh dari kontrakan ini, tapi aku rasa gajinya sedikit lebih besar di perusahaan itu daripada cafe yang saat ini aku tempati. Ibu doakan saja, ya tes dan yang lainnya lancar agar Gea bisa memberikan Ibu uang,” kataku yang berusaha untuk tidak menyebutkan dan menjelaskan dengan jelas di mana aku akan bekerja. “Ibu selalu mendoakanmu apa pun yang terjadi agar jalan hidupmu dipermudah oleh Allah, lalu bagaimana dengan hutangmu pada Exel jika kamu berhenti dari cafe tersebut? Apa tidak masalah?” tanya ibuku. “Aku sudah memberitahunya kok untuk menunggu sampai aku gajian dari perusahaan baruku, aku akan melunasinya, ibu jangan khawatir,” kataku kemudian aku pamit pada ibu untuk beristirahat, lebih tepatnya aku masih merasa syok dibentak oleh Exel dan memikirkan di mana kesalahanku karena aku sampai sekarang tidak menemukan kesalahanku. Di dalam kamar, aku merasa benar-benar tidak bersemangat menyambut hari esok. Suara dering ponsel membuat aku melihat layar ponselku yang ternyata tertera nama Exel. Aku benar-benar malas sekali berhubungan dengan Exel mengingat dia sangatlah mengesalkan hari ini. “Ya, halo, Assalamualaikum,” ucapku saat mengangkat telepon dari Exel. Tidak terdengar sedikit pun suara dari seberang sana, entah Exel di sana atau tidak. “Halo? Kamu di sana?” tanyaku karena merasa bingung Exel tidak menjawab salamku dan mengatakan apa pun. “Besok aku tunggu di depan gang kontrakanmu jam 7 pagi, aku tidak ingin menunggu terlalu lama. Bawalah semua berkas lamaranmu, itu saja yang mau aku sampaikan,” kata Exel kemudian langsung menutup teleponnya membuat aku merasa benar-benar sangat kesal dengan tingkah badboy itu. “Dasar tak punya sopan santun, salamku saja tak dijawab. Orang kaya memang berbeda, bahkan ketika dia melanggar norma saja rasanya tidak masalah di mata orang lain,” ucapku kesal kemudian kembali merebahkan tubuhku di kasur. Hari ini aku ingin beristirahat dengan tenang, tidak peduli dengan hari esok adalah caraku agar tetap waras menjalani hidupku yang penuh kesulitan apalagi sekarang aku harus menuruti semua keinginan Exel. Namun, jauh di dalam lubuk hatiku merasa sangat bersyukur karena aku sudah melunasi hutang ibu pada Pak Burhan. Aku bersyukur karena hutang-hutang yang selalu membuat hariku dan ibu mencekam ternyata sudah bisa kulunasi. Aku tahu bahwa menjadi kekasih bayaran bukanlah jalan yang benar, namun rasanya tidak ada jalan lain untuk melunasi hutang ibu dan benar kata Exel bahwa aku harus sadar di mana posisiku, tidak ada hak untuk menolak karena aku sudah dibayar olehnya. Sekali pun Exel menyuruhku untuk bekerja di perusahaan ayahnya yang aku dengan dari Jeselyn sangat menyeramkan, aku harus menurutinya lagi pula dia tidak meminta aneh-aneh dariku. Rasanya memang penawaran itu sangatlah baik, aku juga bisa beraktivitas secara normal berangkat pagi dan pulang sore. Tidak seperti bekerja di cafe yang berangkat malam, pulang dini hari atau paling cepat tengah malam. Aku perlahan memejamkan mataku berusaha untuk tidur karena besok aku harus berangkat pagi dan menyiapkan diri untuk segala kemungkinan buruk yang akan terjadi di kantor tempat bekerjaku nanti. Aku tidak peduli akhirnya bagaimana, yang terpenting adalah aku harus menuruti semua keinginan Exel sampai urusanku dengannya selesai, aku harus tanggung konsekuensi saat aku memutuskan untuk mengambil langkah. Suara klakson mobil membuat aku melihat ke arah mobil tersebut. Ternyata Exel sudah menungguku tepat di depan gang, perlahan aku melangkah mendekati mobil itu dan masuk ke dalamnya. Di dalam perjalanan aku tidak mengatakan sepatah kata pun begitu pula dengan Exel. Kami hanya fokus pada pikiran masing-masing, sampai akhirnya Exel menghentikan laju mobil di depan sebuah gedung tinggi yang sangat megah. Aku sangat takjub dengan gaya arsitektur gedung tersebut yang berbeda dengan gedung perkantoran lainnya. Rasa minder dan rendah diri langsung menyelimuti perasaanku saat ini. “Ini kantor ayahku dan tempat bekerjamu nanti, ayo kita turun,” ucap Exel, namun aku memegangi tangan kiri Exel membuat pemuda itu menatapku dengan penuh tanda tanya. “Xel, kamu yakin akan mempekerjakan aku di sini? Aku hanyalah lulusan SMA, yang bekerja di kantor ayahmu pasti orang-orang dengan lulusan sarjana dan mempunyai gelar,” kataku merasa benar-benar takut membuat kesalahan mengingat lulusan SMA saja rasanya tak cukup apalagi untuk bekerja menjadi sekretaris pribadi Yudhistira. “Lalu? Kau masih mempunyai otak, kan, untuk belajar? Selama kau mempunyai otak, maka rasanya tak masalah karena selama ayahku di Amerika aku akan menjelaskan semua tugas-tugasmu menjadi sekretaris pribadi ayahku. Tenang saja, ayahku tidak begitu kaku,” kata Exel kemudian melepaskan tanganku perlahan dan ia turun dari mobil. “Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa ayahnya tidak kaku? Lalu, dia mendapatkan sifat kaku dan menyebalkan itu dari mana? Pasti ayah dan anak tidak akan jauh berbeda,” ocehku dengan sedikit kesal. Aku turun dari mobil dan melangkah ke dalam kantor tersebut, aku berjalan di samping Exel. Entah mengapa, hari ini Exel terlihat begitu berwibawa lain seperti biasanya yang lebih cuek juga slengekan. Beberapa pegawai terlihat menyapa Exel dengan sopan dan ramah tamah, sementara lainnya seperti melihat ke arahku dan berbisik entah apa. Aku hanya diam dan mengikuti ke mana Exel melangkah, hari ini aku juga terlihat lebih segar dan tidak berpakaian seperti saat aku bekerja di cafe. Aku mendapatkan sebuah kiriman setelan kantoran saat jam lima pagi dari Exel, dia memang cuek, tapi tak bisa dipungkiri bahwa cuek dan perhatiannya begitu seimbang. Kami sampai di sebuah ruang kerja, Exel mengetuk pintu ruangan tersebut dan terdengar perintah agar kami masuk ke dalam ruangan tersebut. Exel membuka knop pintu tersebut sementara aku berada di belakangnya mengikuti Exel seperti anak ayam yang mengikuti induknya. Saat kakiku melangkah masuk, aku melihat seorang pria paruh baya dengan perawakan tegas berada di meja kerjanya, ia tampak seperti pekerja keras dan benar dugaanku bahwa wajah Yudhistira benar-benar seperti Exel versi tua. Ekspresinya yang datar, wajah tegasnya dan entah mungkin sifat mereka sebelas dua belas. Aku sedikit muram karena aku terjebak di antara ayah dan anak yang mempunyai sifat sebelas dua belas, aku mengetahui itu dari Jeselyn setidaknya aku sudah tahu garis besarnya seperti apa sifat kedua curut di hadapanku ini. “Pah, perkenalkan ini orang yang aku rekomendasikan untuk pengganti Bella. Ge, perkenalkan ini Pak Yudhistira yang akan menjadi atasanmu,” ucap Exel memberitahuku. Aku tersenyum kemudian memperkenalkan diri. “Perkenalkan saya...” ucapanku terpotong ketika Yudhistira mengganti posisi duduknya dan melihatku dengan wajah tidak senang. “Berikan berkasmu padaku,” ucap Yudhistira dengan tegas, aku hanya bisa mengangguk kemudian menyerahkan berkasku ke mejanya dengan perasaan yang tak enak. Aku sekilas melihat Exel yang tampak tegang juga, sebenarnya aku bingung mengapa Exel ikut tegang seperti itu padahal Yudhistira adalah ayahnya sendiri dan sifat mereka juga sebelas dua belas menurut Jeselyn. Aku melihat Yudhistira yang tampak memeriksa berkasku perlahan-lahan dan membacanya dengan baik. “Astaga, apa kau ingin merekrut seseorang yang hanya lulusan SMP? Apa kau sudah gila? Kau kira perusahaan Ayah ini apa?” tanya Yudhistira membentak Exel dengan wajah yang menyeramkan. Sekarang aku tahu kenapa Exel ikut tegang. “Gea lulusan SMA, hanya saja ijazah dan surat keterangan lulus butuh waktu untuk diproses, kau bisa kembali melihat ijazahnya setelah dia mendapatkan ijazah tersebut,” kata Exel masih berdiri tegak di hadapan ayahnya, aku sampai bingung ekspresi itu masih saja terlihat santai walaupun tak dapat dipungkiri bahwa ekspresi tegang Exel juga terlihat di wajahnya yang tampan itu. Tiba-tiba saja Yudhistira membanting berkasku ke lantai membuat aku dan Exel terkejut. “Kalau begitu kembalilah saat ijazahnya sudah keluar!! Apa kau tidak tahu bahwa bagian yang kosong adalah sekretaris? Sekretaris pribadi bukanlah sesuatu yang mudah, bagaimana kau bisa melakukan itu dengan tamatanmu yang hanya mentok di SMA? Sungguh menyedihkan jika kau menganggap bahwa kau bisa masuk ke perusahaan ini hanya karena kau bawaan Exel,” kata Yudhistira membuatku tertohok. Aku benar-benar tidak meminta pekerjaan ini, tapi Exel yang memaksaku dan sekarang ayahnya memarahiku seperti aku adalah orang paling bodoh di dunia. Exel menoleh padaku dan memberi kode agar aku keluar dari ruangan tersebut, aku hanya mengangguk menurutinya saja karena berlama-lama di ruangan tersebut juga membuatku ingin menangis. Aku terdiam di luar ruangan, bahkan untuk duduk saja aku masih takut karena ini adalah wilayah Yudhistira. “Lihatlah anak baru itu, kasihan sekali baru saja menampakkan wajahnya di hadapan Pak Yudhistira, tapi dia sudah diomeli. Lulusan baru pasti akan kesulitan di sini karena tidak mempunyai keahlian apa pun,” ucap seseorang yang masih terdengar di telingaku. Sepertinya benar kata mereka bahwa aku lulusan baru apalagi hanya lulusan SMA tanpa pengalaman dan dijadikan sekretaris pribadi, rasanya kerja keras saja tidak akan pernah cukup. Aku menunduk lesu karena mendengar hal-hal seperti itu, cukup lama juga aku menunggu di luar ruangan sampai akhirnya Exel keluar dari ruangan tersebut. “Masuklah,” ucapnya dengan nada tenang, aku merasa bingung kenapa ia bisa setenang itu padahal ayahnya baru saja mengatakan hal-hal tak enak padaku. Aku langsung menggeleng cepat, rasa trauma melihat wajah Yudhistira masih membayangiku walaupun hal tersebut telah terjadi satu jam yang lalu. “Aku tidak mau, aku mau pulang. Ayahmu tetap saja tidak akan mengizinkanku sampai ijazahku keluar dan melanjutkan perkuliahanku. Aku akan mencari pekerjaan lain untuk bertahan hidup, terima kasih sudah berusaha menerimaku di perusahaan ayahmu,” kataku kemudian hendak pergi dari hadapan Exel. “Masuklah atau statusmu akan aku sebar di sini,” kata Exel memberikan sebuah pilihan untukku. Masuk artinya aku harus tahan banting melihat wajah Yudhistira yang seperti harimau lepas dari kebun binatang, jika aku pergi maka siap-siap saja aibku diketahui oleh semua orang sepanjang aku berjalan di kantor ini. Aku berbalik ke arahnya kemudian langsung mencengkram kerah kemeja Exel. “Apa kau benar-benar di sekolahkan oleh ayahmu? Apa kau tidak pernah diajarkan sopan santun oleh orang tuamu? Sepertinya anak-anak orang kaya tidak mempunyai sikap yang baik karena mereka tahu kemarahan orang-orang di sekitarnya bisa dibungkam oleh uang, apakah aku salah?” tanyaku kemudian langsung menghempaskan tubuh Exel dari hadapanku. Setelah mengatakan itu aku langsung meninggalkan Exel tidak peduli bahwa ia sudah berjasa padaku atau tidak. Yang terpenting saat ini adalah harga diriku, aku tidak akan membiarkan orang kaya membeli harga diriku walaupun aku miskin. Sesampainya aku di luar gedung mewah tersebut, aku langsung duduk di trotoar merasa bodoh karena aku tidak membawa dompetku apalagi ponsel karena tadi pagi aku berangkat terburu-buru, aku baru menyadarinya saat aku merogoh tasku beberapa kali.  Aku sudah yakin bahwa ponsel dan dompetku sudah aku masukkan ke dalam tas. Aku beberapa kali mengutuk kebodohanku, masalahnya kantor ini lumayan jauh dari tempat tinggalku. Bagaimana aku bisa berjalan dan sampai ke tempat tinggalku. Namun, saat aku sedang duduk aku melihat sebuah tangan pria mengulurkan tangannya kepadaku yang sedang dilema saat ini. Aku pikir yang mengulurkan tangannya adalah Exel karena mungkin saja ia menyesal, namun ternyata bukan aku merasa terkejut dibuatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN