Kesal

1217 Kata
Terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Rima, Rudi pun mengerem mendadak, sampai menimbulkan bunyi berdecit yang nyaring. Rudi menatap Rima dengan tajam, “Apa maksudmu dengan berkata seperti itu?, kamu masih mempunyai niat akan menceritakan apa yang sudah terjadi kepada istriku?” “Tenang, Mas Rudi!, santai saja, tidak usah panik. Kalau Mas Rudi memang tidak bersalah, pasti semua akan baik-baik saja.” Rudi memukulkan tangannya pada setir mobil, stok kesabarannya hampir habis dalam menghadapi Rima. Ia menyenderkan badannya pada sandaran jok mobil, sambil memejamkan kedua matanya. “Siapa kau sebenarnya, Rima? dan mengapa kamu tidak menyukai saya?” tanya Rudi. Rima tertawa kecil, “Mas bertanya siapa aku?, sementara Mas Rudi sudah membaca informasi pribadi tentang diriku, melalui CV lamaran pekerjaanku. Informasi apalagi yang Mas cari?” “Nama lengkap, tempat tanggal lahir, nama orang tua, pendidikan, dan lainnya sudah Mas ketahui.” “Berhenti memanggil saya Mas!, kita tidak sedekat itu untuk panggilan mas. Di antara kita hanya akan ada hubungan profesional terkait dengan pekerjaan, tidak lebih! dan kamu harus memahaminya.” “Aku sedih mendengarnya, Mas…!” Rima tidak jadi melanjutkan apa yang ingin dikatakannya, ketika dilihatnya muka Rudi yang merah dan hidungnya yang kembang kempis, karena marah. “Saya merasa ada informasi yang kau sembunyikan. Kau menyembunyikan informasi penting tentang dirimu.” “Bapak benar!” sahut Rima, sambil mengedipkan sebelah matamya ke arah Rudi. “Ada hal penting yang tidak saya katakan. “Saya tidak mempunyai kekasih, kalau malam saya tidur tanpa mengenakan bra…” belum selesai Rima mengungkapkan apa saja informasi penting yang tidak dikatakannya, Rudi sudah lebih dahulu memotong ucapannya dan berkata dengan suara yang bergetar menahan kemarahan. , “saya tidak mau tahu dan tidak peduli dengan apa yang barusan kamu katakan, saya hanya merasa kamu sudah berbohong kepada saya, sejak pertama kali diterima bekerja,” kata Rudi dengan berang. “Sekarang kamu turun!, terserah kamu mau pulang naik apa, saya tidak peduli sama sekali!” tambah Rudi lagi. Dengan wajah yang cemberut, Rima pun turun dari mobil Rudi. Di tutupnya dengan kasar pintu mobil itu, sampai menimbulkan bunyi berdebam yang nyaring. Berdiri di pinggir jalan, dengan wajah yang cemberut, Rima menelepon ojek online untuk mengantarkannya sampai ke rumah. Selagi menunggu ojek yang dipesannya datang, Rima berpikir kalau ia terlalu mendesak Rudi. Sepertinya , ia harus mengubah strateginya. Ia harus lebih santai dan tidak terlalu terburu-buru, seperti sekarang ini. Saat ini, ia harus mendinginkan suasana dan membuat Rudi bersikap santai tidak menaruh curiga dan marah dengan apa yang dilakukannya. Semuanya untuk almarhumah saudari kembarnya, sekaligus untuk menuntaskan rasa bencinya kepada Rudi. Tak lama kemudian ojek yang dipesannya datang juga. Rima pun naik ojek tersebut untuk mengantarkannya menuju kontrakan. Dalam waktu 20 menit, ia pun sampai di rumah kontrakannya. Berada di dalam rumah kontrakannya, Rima langsung meletakkan tasnya di atas meja dan kemudian, ia pun membersihkan sofa bekas ditiduri Rudi. Dia tidak sudi, ada jejak bekas pria itu tertinggal di rumahnya. Selesai membersihkan sofa, Rima pun masuk ke dalam kamarnya dan membersihkan badannya, di bawah air pancuran. Dengan keadaan badan sudah bersih dan memakai pakaian yang rapi, serta memakai jaket. Rima pun duduk di teras rumahnya, menunggu kedatangan sopir taksi online yang telah ia pesan. Duduk dengan nyaman di jok belakang menuju bandara yang akan membawanya ke kota kelahirannya, Rima melamun. Pikirannya jauh melayang ke saat saudari kembarnya masih hidup. Besok, ia akan memperingati hari ulang tahunnya dengan mendatangi makam saudari kembarnya. Ia memang sengaja berbohong kepada rekan kerjanya tentang tanggal lahirnya. Ia hanya tidak mau Rudi menjadi curiga dan menghubungkan dirinya dengan Monica, karena kalau diperhatikan dengan seksama, maka akan ada kemiripan wajahnya dengan kembarannya itu. Ia tidak mau penyamarannya terungkap, sebelum dirinya berhasil membalas dendam kepada Rudi. Oleh karena itu, ia banyak memberikan keterangan palsu. Asyik melamun, Rima tidak sadar kalau taksi yang ditumpanginya sudah sampai bandara, sampai sang sopir taksi menyadarkannya dari lamunan. Rima pun turun dari taksi dan membayar ongkosnya. Ia berjalan masuk ke dalam bandara dan menuju kafe yang ada di sana untuk makan. Duduk seorang diri, sambil menikmati makanan pesanannya dan secangkir kopi, Rima tidak mempedulikan orang-orang yang ada di dekatnya. Ketenangan Rima terusik, ketika ada seorang pria yang usianya kemungkinan terpaut tidak jauh darinya, duduk tepat di depannya. “Maaf, kursi ini kosong, bukan?” tanya pria itu. Rima yang sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun hanya menganggukkan kepalanya saja. Namun, pria yang di depannya ini, bukannya mengerti, kalau ia tidak mau diajak berbicara, malah berbicara lagi, yang membuat Rima menjadi marah. “Kamu sedang sariawan ya, kok dari tadi hanya bicara dengan bahasa isyarat saja?, atau jangan-jangan gigi palsu kamu lepas.” Rima melotot kan matanya ke arah pria itu, yang tidak peka sama sekali. Ia pun berdiri dan menyudahi makannya. Saat ia berjalan dan melewati pria itu, Tangan Rima ditarik, sehingga ia tepat berdiri di samping pria itu. “Kenapa kamu pergi?, saya yang akan pergi dari meja ini, kalau kamu keberatan saya duduk satu meja dengan kamu?” kata pria itu dengan suara yang sengaja dikeraskan. Sontak saja orang-orang melihat ke arahnya dengan tatapan tidak suka. Rima dengan menahan kemarahannya di dalam hati kembali duduk. Ia akan mengabaikan saja pria itu dan membiarkannya berbicara sesuka hatinya. Benar saja dugaan Rima, pria itu kembali berbicara, “Perkenalkan namaku, Andri,” kata pria itu seraya mengulurkan tangannya untuk mengajak Rima bersalaman. Rima yang sadar, kalau masih ada sebagian orang yang ada di dekat meja tempatnya duduk memperhatikan mereka. Mau tidak mau, ia pun menerima uluran tangan itu dan memperkenalkan dirinya. “Ternyata suaramu merdu, ya!, apa karena itu kamu tidak mau terlalu banyak berbicara, karena takut orang yang mendengarnya jatuh hati kepadamu?. Besar sekali kamu ini.” Di bawah meja, kedua tangan Rima terkepal dengan erat, ia harus menahan tangannya untuk menonjok orang tidak dikenal yang sepertinya memang berniat untuk mencari masalah dengannya. Beruntungnya, sebelum kesabaran Rima habis, di dengarnya suara melalui alat pengeras, bahwa pesawat yang akan ditumpanginya akan berangkat. Rima pun berdiri dan berlalu begitu saja meninggalkan pria yang sangat menyebalkan itu. Namun, ternyata pria itu justru mensejajari Rima, dengan berjalan di sampingnya. “Wah, sungguh suatu kebetulan sekali, ternyata tujuan pesawat kita sama, dengan tujuan menuju kota Banjarmasin. Pasti menyenangkan mempunya teman seperjalanan seperti dirimu,” kata pria itu. Rima menghentikan langkahnya dan menatap tajam Andri, “Mengapa dari tadi kamu berbicara terus?, apakah kamu tidak merasa malu, tidak mendapat tanggapan dari lawan bicaramu?. Bagiku, mendapatkan teman seperjalanan seperti dirimu merupakan suatu kesialan.” Ia lalu melanjutkan langkahnya, tidak peduli dengan Andri. Terserah saja ia mau marah atau merajuk, karena perkataannya. Ia akan merasa sangat senang, jikalau pria itu sampai tidak jadi naik pesawat yang sama dengannya. Sayangnya, harapannya tidak terkabul, ia justru mendengar pria itu berkata, “Tenang saja!, aku juga bisa menutup mulutku dan diam seperti patung. Dasar wanita sombong, sok cantik.” Rima baru sekali ini bertemu dengan pria yang sejak awal sudah membuatnya merasa tidak suka. Ia pun berjalan di belakang pria itu untuk melakukan boarding pass. Ternyata, hari ini bukanlah hari keberuntungan Rima, dirinya harus duduk bersebelahan dengan pria itu. Rima memasang headset dan menyenderkan badannya pada sandaran kursi, sambil memejamkan kedua matanya. Lamat-lamat, dapat didengarnya, pria di sebelahnya ini berkata, “Sungguh khas orang sombong dan angkuh, menggunakan alat tambahan, agar tidak mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang duduk di sebelahnya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN