Zayn melirik Bella yang sedang menyantap makan siang bersamanya. Ia memperhatikan wajah Bella yang terlihat polos tanpa riasan makeup sedikitpun, namun Zayn mengingat kembali ketika ia memergoki Bella sedang bekerja di club malam semalam. Walaupun cahaya ruangan di club itu remang-remang, namun ia dapat melihat wajah Bella dengan jelas yang tampak cantik dengan polesan makeup.
“Kalau menggunakan polesan makeup dia tampak lebih cantik, seperti yang aku lihat di club semalam.” Gumam Zayn dalam hatinya.
Saat itu Zayn berpikir ingin memanfaatkan Bella untuk menghadapi ancaman yang diberikan ayahnya.
“Aaahh, apa yang baru saja aku pikirkan tadi? Mana mungkin seorang pelayan kujadikan sebagai wanitaku, walaupun hanya pura-pura… setidaknya aku harus mencari wanita yang berkelas agar bisa mengimbangiku. Haaah, tapi wanita berkelas mana yang bisa aku manfaatkan untuk masalahku saat ini? Semua wanita yang aku kenal sangat pintar dan licik!” Gumam Zayn lagi dalam hatinya.
Bella melirik majikannya yang sedari tadi telah menatapnya tanpa ia sadari. Tatapan Zayn itu membuat Bella menjadi salah tingkah. Bella yang memiliki sikap blak-blakan langsung bertanya pada Zayn.
“Tuan, kenapa tuan melihatku seperti itu? Apa ada yang salah denganku?” tanya Bella.
Pertanyaan yang dilontarkan pelayannya barusan membuat Zayn lantas mengalihkan pandangannya.
“Apa kau tulang punggung keluargamu?” tanya Zayn.
“Apa?” ucap Bella bingung lantaran Zayn tiba-tiba saja membuka pembicaraan mereka dengan pertanyaan itu.
“Apa kau itu tulang punggung keluargamu? Kau bekerja mati-matian ingin mendapatkan uang sampai-sampai kau harus melakukan dua pekerjaan dalam sehari.” Kata Zayn mengulangi perkataannya.
“Eeemm, ya bisa dikatakan seperti itulah… aku harus membantu keluargaku agar mereka tidak kelaparan.” Sahut Bella.
“Memangnya berapa jumlah orang dikeluargamu?” tanya Zayn.
“Jumlah orang dikeluargaku sangat banyak, tuan!” sahut Bella.
“Lebih dari 5 orang?” tanya Zayn lagi.
“Lebih dari 10 orang.” Sahut Bella.
“Hah? Banyak sekali!” seru Zayn kaget.
“Heemm, bahkan kenyataannya lebih dari 30 orang.” Ucap Bella dalam hatinya.
“Tuan, tidak akan memecatku kan karena aku bekerja di club malam?” tanya Bella.
“Aku sih tidak masalah, tapi apa kau benar-benar mampu mengerjakan dua pekerjaan dalam sehari? Aku hanya tidak ingin kau jadi tidak becus melakukan pekerjaanmu sebagai pelayanku gara-gara pekerjaan sampinganmu itu.” kata Zayn.
“Tuan, jangan khawatir… aku tidak akan mengecewakan tuan!” seru Bella.
“Bersemangat sekali dia! Sampai segitunya ya karena memerlukan uang!” ucap Zayn dalam hatinya melihat sikap Bella yang tampak bersemangat.
“Terserah kau saja, asalkan kau tidak mengabaikan pekerjaanmu sebagai pelayanku… aku sudah bilang padamu kalau aku suka kebersihan dan aku tidak mau ruangan di apartemenku kotor walaupun hanya sedikit berdebu.” Kata Zayn.
“Heh, yang benar saja dia suka kebersihan… seingatku saat pertama kali aku bekerja, semua ruangan di apartemen ini sangat berantakan bahkan debunya sangat tebal!” gumam Bella dalam hatinya.
Lantaran tidak ada sahutan apapun, Zayn lantas melirik Bella yang duduk di depannya.
“Hei, kau dengar tidak yang aku bilang barusan!” seru Zayn.
“Eh, iya tuan… aku dengar kok! Tuan tenang saja, aku tidak akan membiarkan ruangan di apartemen ini berdebu sedikitpun!” kata Bella.
“Bagus!” ucap Zayn.
Zayn kemudian bangkit dari kursinya setelah ia meminum sedikit air putrih dari gelas yang ada di sebelah kirinya.
“Eh, tuan mau kemana?” tanya Bella.
“Kembali ke kantor.” Sahut Zayn terus melangkah keluar dari ruang makan itu.
Bella melirik piring bekas makan majikannya yang masih tersisa banyak makanan.
“Dia bahkan tidak menghabiskan makan siangnya… apa dia sedang ada masalah sampai-sampai tidak selera untuk makan?” gumam Bella dalam hatinya.
Sore harinya setelah Bella selesai bekerja menjadi pelayan di apartemen Zayn, ia bergegas naik bis untuk pergi ke panti asuhan. Ia berniat akan membarikan sejumlah uang yang ia dapatkan saat bekerja di club malam. Setibanya disana seperti biasa anak-anak yang begitu polos menyambut kedatangannya. Senyuman ceria itu membuat Bella sangat senang ketika berbincang sejenak bersama mereka. Kemudian Bella melangkah menuju keruangan Sonya yang kebetulan sedang menerima tamu seorang pria yang tampak duduk di sofa dengan sikap angkuhnya. Bella menghentikan langkahnya saat ia berada di depan pintu ruangan itu dan mendengar suara isak tangis Sonya yang sedang memohon kepada pria tersebut.
“Tuan, saya mohon agar anda mempertimbangkannya kembali… jika anda menjual tanah ini lalu bagaimana dengan nasib anak-anak panti?” kata Sonya pada pria itu.
“Apa perduliku? Panti asuhan ini dibangun diatas tanah milik keluargaku dan aku adalah satu-satunya yang menjadi ahli waris jadi sesuka hatiku jika aku ingin melakukan apa saja dengan tanah ini!” sahut pria itu sama sekali tidak perduli pada Sonya yang tidak berhenti untuk memohon padanya.
“Tapi tuan, kami tidak memiliki tempat lain untuk menampung anak-anak malang itu.” kata Sonya.
“kalau begitu biarkan saja mereka hidup dijalanan… bukankah mereka memang sudah dibuang kedua orang tua mereka!” sahutnya lagi membuat Bella sangat kesal, lalu menerobos masuk ke dalam ruangan itu.
“Hei, apa kau sama sekali tidak memiliki hati nurani???” teriak Bella sembari mengacungkan jari telunjuknya kepada pria itu.
“Bella!” ucap Sonya terkejut akan kehadirannya yang secara tiba-tiba.
Pria itu menatap Bella dari ujung rambut hingga kakinya sambil menyunggingkan senyuman disudut bibirnya.
“Lancang gadis cantik ini?” kata Pria itu tak mau mengalihkan pandangannya sama sekali dari Bella.
“Tu-tuan, maafkanlah dia.” kata Sonya tak ingin pria itu marah kepada Bella yang masih menatapnya dengan kesal.
Pria itu bangkit dari tempat duduknya lalu melangkah mendekati Bella.
“Gadis cantik, siapa namamu? Apa kau sudah memiliki kekasih, hemm? Kalau belum apa kau mau menjadi istriku yang ketiga?” bisik Pria itu di telinga Bella.
“Menjijikkan!” seru Bella menghinanya.
“Hei ayolah, jangan bersikap kasar seperti ini denganku, kalau kau mau denganku… aku akan menjadikanmu sebagai kesayanganku! Kau ingin apa? Katakan saja padaku… aku akan memberikan apa saja yang kau inginkan!” bisik Pria itu lagi.
“Jangan dekat-dekat denganku! Nafasmu bau!” seru Bella sontak membuat Pria itu berang. Pria itu langsung mencengkram lengan Bella dengan erat dan membuat Sonya panik.
“Dasar gadis sialan! Beraninya kau berkata seperti itu padaku, hah? Apa kau belum tau siapa aku?” Bentak Pria itu pada Bella.
“Aku tidak perduli siapa kau!!!” pekik Bella sembari meronta agar terlepas dari cengkraman Pria itu.
“Tuan, saya mohon jangan seperti ini… dia masih sangat muda, jadi sikapnya masih kenakan-kanakan.” Kata Sonya ingin membela Bella.
Pria itu lantas menoleh pada Sonya tanpa mau melepaskan cengkramannya dari Bella.
“Kalau kau tidak ingin panti asuhan ini dirobohkan, maka kau harus menyediakan uang 100 ribu dollar untukku!” seru Pria itu kemudian kembali menatap tajam serta menyeringai lebar kepada Bella.
“Atau gadis ini juga boleh menjadi tebusannya, hehehe.” Ucap Pria itu lagi menginginkan Bella untuk dijadikan istri ketiganya.
“Aku tidak sudi!!!” pekik Bella sembari mendorong pria itu sekuat tenaganya hingga dirinya berhasil terlepas.
“Aku beri waktu tiga hari untuk kalian menyanggupi permintaanku atau aku tak segan-segan untuk meratakan bangungan ini dengan tanah!” ucap Pria itu memberikan ancamannya sebelum ia pergi dari panti asuhan itu.
Setelah Pria itu pergi, Sonya lantas menangis tersedu-sedu memikirkan nasib anak-anak yang telah di telantarkan oleh orang tua mereka.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? 100 ribu dollar itu sangat banyak, darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu tiga hari, hiks…” ucap Sonya dalam isak tangisnya.
Bella juga kebingungan menghadapi masalah tersebut. Ia tak mungkin tega membiarkan anak-anak yang sangat ceria itu terlantar di jalanan lantaran gedung panti asuhan yang telah mereka anggap sebagai rumahnya akan rata dengan tanah. Bella memeluk Sonya mencoba untuk menenangkannya. Kemudian ia memberikan semua uang yang ia dapatkan dari hasil bekerja di club malam.
“Bu, ini ada sedikit uang untuk mereka.” Kata Bella memberikan uang sebanyak 50 dollar kepada Sonya.
“Darimana kau dapatkan uang ini, Nak?” tanya Sonya.
“A-aku bekerja membantu temanku di sebuah café dan gajiku dibayar perhari.” Jawab Bella terpaksa berbohong karena tak ingin Sonya tau bahwa ia bekerja sebagai pelayan rumah tangga apalagi bekerja di club malam.
“Nak, kau juga membutuhkan uang untuk membayar kos dan juga kebutuhan sehari-hari.” Kata Sonya mengembalikan uang itu pada Bella.
“Ibu tidak perlu khawatir… aku masih punya sedikit uang untuk kebutuhanku.” Kata Bella tetap memaksa Sonya agar mau menerima uang yang ia berikan.
“Haaahh….” Sonya menghela nafas dengan sangat berat.
“Ibu, untuk uang yang diminta pria itu… aku akan berusaha untuk mencarinya.” kata Bella membuat Sonya terkejut.
“Apa yang kau katakan, Bella? Itu tidak mungkin! Kau mau cari uang itu dimana? Jumlahnya sangat besar!” kata Sonya.
“A-aku akan meminjam pada bosku! Siapa tau dia mau memberikan pinjaman uang untuk menebus tanah ini.” kata Bella.
“Nak, jangan menyusahkan dirimu.” Kata Sonya sembari mengelus wajah Bella.
“Ini rumahku, Bu! Dan anak-anak di panti asuhan ini adalah keluargaku… aku tidak akan membiarkan mereka telantar dijalanan!” seru Bella membuat Sonya tertegun menatapnya.
Kemudian Bella bangkit hendak melangkah pergi.
“Bella, kau mau kemana?” tanya Sonya.
“Aku akan berusaha mencari uang 100 ribu dollar itu,” sahut Bella bertekad kuat untuk menyelamatkan nasib anak-anak di panti asuhan tempatnya dibesarkan. Sonya tak bisa mencegah apa yang dilakukan anak asuhnya tersebut. Ia hanya berdoa dalam hatinya agar tidak terjadi suatu apapun kepada Bella.
Berjalan kaki sendirian di pinggir jalan yang ramai, Bella semakin frustasi lantaran ia bingung mencari uang 100 ribu dollar demi menyelamatkan nasib anak-anak panti asuhan.
“Cih, aku harus mencari uang kemana? Apalagi dengan jumlah yang sangat besar seperti itu… mana mungkin ada orang yang mau meminjamkan uang sebanyak itu padaku?” ucap Bella dalam hatinya.
“Haaaah, kepalaku seakan mau pecah rasanya.” Ucapnya lagi.
Tiiiinnn….
Suara klakson mobil membuat Bella melompat kaget. Ia langsung menoleh pada mobil yang berhenti di sebelahnya. Perlahan kaca pintu mobil itu terbuka dan memperlihatkan seorang pria yang dikenalnya. Bella melirik kesal ketika pria yang tak lain adalah Willy tampak terkekeh padanya.
“Hei, suara klakson mobilmu membuatku kaget!!! Kau pasti sengaja melakukannya kan???” pekik Bella kesal.
“Hei pelayan! Mau kemana kau?” tanya Willy.
“Bukan urusanmu!” seru Bella sengit.
“Huh, dasar pelayan judes!” seru Willy menjulukinya.
“Pergi sana!” pekik Bella mengusirnya.
“Hemmmpp!!!” Willy mendengus kesal lalu menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya.
Bella masih saja menggerutu kesal setelah tanpa sengaja bertemu dengan Willy di jalan.
“Huh, dia dan tuan Zayn itu sama saja! Mereka sama-sama menyebalkan!” gerutu Bella.
Kemudian tiba-tiba saja sebuah ide muncul di pikiran Bella ketika ia baru saja mengingat majikannya yang ia ketahui sangat kaya.
“Eh, tuan Zayn kan sangat kaya… dia pasti memiliki banyak uang! Apa sebaiknya aku meminjam uang padanya saja? Tapia pa dia mau memberikannya? Sikapnya saja sangat menyebalkan, mana mungkin dia mau meminjamkan uang untukku apalagi dengan jumlah yang sangat besar… haaah, kalau aku pinjam uang padanya yang ada aku malah dimarahinya.” Gumam Bella dalam hati.
“Huh, tapi aku harus bagaimana lagi? Apa salahnya kalau aku mencoba kan? Baiklah, besok pagi sebelum dia berangkat ke kantornya, aku akan memberanikan diriku untuk bicara padanya.” Gumam Bella lagi bertekad ingin meminjam uang kepada Zayn.