15 - Healing Berdua

1650 Kata
Chisa mengenakan setelah lengan panjang keluar dari kamar. Di ruang tamu, Orion sudah menunggunya sejak beberapa menit yang lalu. Hari ini, mereka akan merealisasikan rencana Orion, mengajak Chisa jalan-jalan ke sekitar Lembang. Kata pria itu sih, healing, mumpung jadwal shootingnya sedang kosong. Chisa tiba-tiba berhenti saat akan melewati pintu utama apartemen mereka. Selama ia tinggal di sini, ia belum pernah sekali pun keluar bareng dengan Orion dari pintu itu. Ia khawatir, akan ada orang yang melihat mereka keluar bersama dari unit ini dan menyebarkan info macam-macam. “Kenapa? Ada yang ketinggalan?” tanya Orion, menyadari Chisa yang malah membeku di tempatnya. “Itu … kamu turun duluan aja! Aku nanti nyusul lima menitan lagi,” ucap Chisa. Orion mengernyitkan alisnya bingung. Namun, ia pikir, mungkin saja Chisa ingin mengambil sesuatu yang tertinggal atau sebagainya. Maka dari itu, ia pun hanya pasrah mengikuti ucapan gadis itu dan berjalan lebih dulu meninggalkan apartemen. Chisa menutup pintu. Lalu ia menghela napas panjang karena sikap Orion yang tidak ingin mempersulit keadaan. Selang beberapa menit, barulah Chisa keluar. Ia mengirim pesan pada Orion, menanyakan plat nomor mobil serta letak lelaki itu memarkirkannya. Sebab, Chisa baru sekali melihat mobil Orion, yaitu saat Orion membawanya pindah ke sini. Chisa tidak yakin, ia ingat detail mobil teman satu atapnya itu. Setelah menemukan mobil Orion, Chisa menyapukan pandangannya ke segala arah, memastikan jika tidak ada orang yang menyadari jika mobil yang akan ia tuju itu adalah milik seorang aktor terkenal. Dan sikap aneh Chisa yang terlalu was-was itu, tentu menarik perhatian Orion, hingga membuat pria tersebut bertanya-tanya. “Ada apa? Memang kamu lihat siapa?” Chisa memasang sabuk pengamannya, lalu menoleh ke arah Orion, “aku cuma mau memastikan kalau nggak ada yang lihat kita keluar dan pergi bareng. Kan bisa bahaya kalau sampai ada yang lihat, apalagi sampai salah paham.” Orion mengangguk singkat. Lalu, ia segera menyiapkan mobilnya untuk menempuh perjalanan jauh Jakarta-Bandung. Tidak seperti yang Orion duga, ternyata Chisa lebih banyak terdiam saat mereka berada di perjalanan. Untuk ukuran orang yang anti sosial seperti Orion, ia pun merasa kesulitan untuk lebih dulu membuka percakapan di antara mereka. Ia hanya beberapa kali berdehem, tetapi, Chisa tidak peka dan tetap mengabaikannya. Hingga saat Orion berdehem untuk keempat kalinya, barulah Chisa menoleh. Itu pun, karena ia ingin menawarkan Orion untuk minum, bukannya peka jika pria itu ingin diajak bicara. “Atau kamu mau minum sesuatu? Kita mampir ke mini market dulu aja kalau gitu! Sekalian beli snack buat di jalan,” usul Chisa. Orion pun segera menepikan mobilnya saat melihat mini market terdekat. Chisa segera melepas sabuk pengamannya, lalu menoleh ke arah Orion. “Kamu mau pesan sesuatu nggak?” “Nggak usah. Aku juga ikut turun,” tolak Orion. Chisa melebarkan pupil matanya. Ia bahkan tidak sempat menahan pria itu untuk tetap di tempatnya, karena Orion yang justru mendahuluinya turun dari mobil. Chisa bergegas menyusul pria itu. Ia menoleh ke segala arah, memastikan jika belum ada orang yang menyadari keberadaan aktor tampan itu di sini. Lalu, ia menahan bahu Orion saat pria itu akan berjalan. “Kamu tunggu di mobil aja! List aja apa yang kamu mau beli, biar aku yang beli,” kata Chisa. Ia tidak ingin identitas Orion terbongkar dan menyebabkan keributan. Terlebih, saat pria itu sedang bersamanya seperti ini. “Kenapa aku nggak boleh turun?” tanya Orion. “Bukan nggak boleh. Tapi bisa kacau kalau ada orang yang lihat Orion Erlangga di sini. Kamu lupa kalau kamu aktor?” balas Chisa. “Lalu apa masalahnya? Aku rasa itu nggak masalah. Udah, biasa aja! Ayo!” Chisa semakin terkejut saat Orion memegangi lengan tangannya dan menariknya pelan menuju ke pintu mini market. Ia berusaha memberatkan langkahnya agar Orion kesulitan menariknya. Namun, itu semua tampak percuma karena Orion yang tidak tampak terusik sedikit pun. Pada akhirnya, mereka masuk ke mini market itu berdua. “O- Orion, tunggu!” kata Chisa. Chisa mengambil sesuatu dari rak, lalu menuju ke arah kasir. “Saya ambil ini satu ya, Mbak. Nanti saya bayar bareng pesanan lain.” Lalu, gadis berusia dua puluh dua tahun itu kembali pada Orion. Ia membuka plastik pembungkus barang yang tadi ia ambil, lalu memasangkan barang itu pada wajah Orion. “Apa-apaa, sih?” kesal Orion. “Ini tindakan preventif biar nggak ada orang yang ngenalin kamu. Kita bisa berada dalam masalah kalau sampai ada yang ngenalin kamu. Untung aja pas kita masuk, mini marketnya lagi sepi. Coba kalau pas ramai. Ish,” kesal Chisa. Di balik masker hitam yang Chisa pakaikan, Orion tersenyum melihat raut wajah menggemaskan gadis di hadapannya. Lalu, ia mengambil alih sisa masker di tangan Chisa, lalu memakaikan salah satunya di wajah Chisa. “Aku kan bukan artis, nggak akan ada juga yang kenal sama aku,” protes Chisa. “Biar adil. Enak aja aku doang yang harus sumpek-sumpekan pakai masker,” balas Orion santai. Kemudian, pria itu mengambil satu keranjang belanjaan berwarna merah, lalu membawanya berkeliling sembari memasukkan beberapa camilan yang membuatnya tertarik. Chisa turut memasukkan camilan yang ia mau ke keranjang Orion. Sekilas, keduanya tampak seperti pasangan normal yang bahagia. Usai keranjang mereka nyaris penuh, akhirnya mereka pun membayarnya di kasir, sebelum akhirnya kembali ke mobil. Orion langsung melepas maskernya. Lalu ia menoleh ke arah Chisa yang justru tampak betah dengan masker di wajahnya. Saat Orion berniat membantu gadis itu untuk melepasnya, Chisa menghindar. “Udah, gini aja aku nggak papa, kok,” kata Chisa. “Nggak sumpek?” tanya Orion memastikan. Namun, Chisa menggeleng. Kemudian, mereka pun segera melanjutkan perjalanan menuju Lembang. Perjalanan pasca mereka mampir ke mini market terasa lebih menyenangkan. Chisa sering kali memulai pembicaraan. Tampaknya gadis itu sudah mulai merasa nyaman. “Memang kamu berencana ke mana aja? Ada tempat wisata khusus yang mau kamu kunjungi?” tanya Chisa. “Jujur, belum kepikiran sih. Kamu ada tempat yang mau dikunjungi?” Orion balik bertanya. Chisa tersenyum penuh arti. Sebenarnya, ia punya beberapa whistlist di otaknya. Lembang merupakan salah satu tempat yang ingin ia kunjungi jika ia punya uang dan waktu. Ia memang tak muluk-muluk untuk bepergian ke luar negeri. Hanya saja, melihat story teman-temannya yang pernah ke Lembang, ia jadi ingin. Ia pikir, tempat itu cocok digunakan untuk healing setelah menjalani penatnya hidup di perkotaan. “Ada sih. Ada beberapa. Tapi kalau semisal kamu nggak cocok, skip aja juga nggak papa,” jawab Chisa. “Aku pernah lihat story temanku di Orchid Forest. Tapi bagusnya pas sore menjelang malam gitu, sih. Terus, aku juga pernah kepikiran, pengen ke Gunung Tangkuban Perahu, Great Asia Africa, The Lodge Maribaya lunch di Farmhouse. Cuma aku nggak tahu juga mana yang lebih bagus. Sekadar pengen aja.” Orion menoleh ke arah Chisa. Cukup kaget mengetahui ada banyak tempat wisata yang ingin Chisa kunjungi di Lembang. Dan bisa dibilang, semua itu pernah Orion datangi berkali-kali, bahkan sejak ia kecil. “Banyak, ya? Hehe … tapi, best of the best dari Lembang yang ada di pikiran aku, tetap menikmati pagi dan sore di depan hamparan menghijau yang segar, sih. Kayak … enak aja gitu bayangin menjalani daily life di alam yang bersih dan udara segar,” lanjut Chisa, sembari membayangkan bagaimana jadinya jika ia menikmati hari-harinya tinggal di daerah berudara sejuk. Pasalnya, meski Chisa aslinya bukan berasal dari ibu kota, ia sejak kecil memang terlahir di tempat yang berudara cenderung panas. Bogor bagian bawah, tidak jauh dari Jakarta jika dilihat dari keadaan alamnya. “Aku nggak yakin bisa menuruti semuanya. Aku sendiri, lebih suka santai-santai di villa kalau ke Lembang,” kata Orion. “Nggak papa. Aku juga nggak harus banget datang ke tempat-tempat itu, kok. Kamu ajak jalan gini aja udah seneng,” balas Chisa sambil tersenyum. Orion rasa, senyum gadis itu adalah sesuatu yang dapat menular. Terbukti, hanya dengan melihatnya saja - meski bibir itu tertutup masker, tetapi Orion bisa ikut tersenyum karena binar di mata Chisa. “Buat lunch di Farmhouse sih, kayaknya bisa diusahakan, ya,” ucap Orion kemudian. Chisa menatap Orion dengan mata berbinar. “Kamu serius? Tapi gimana soal privasi kamu? Gimana kalau ada yang ngenalin kamu terus lihat kamu sama cewek asing kayak aku? Kamu nggak takut itu bisa jadi masalah?” “Aku udah niatin buat healing dua hari ini. Jadi, aku pasti juga udah memikirkan cara biar hal ini nggak akan jadi masalah di kemudian hari,” balas Orion. Chisa diam. Ia tidak mengerti dengan rencana seperti apa yang sudah Orion persiapkan. Namun, mengingat dibanding dirinya, Orion akan menjadi pihak yang paling dirugikan jika hubungan mereka terendus publik, itu artinya pria itu pasti sudah benar-benar mempersiapkan semua ini dengan matang, kan? ***’ Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam, akhirnya, mereka tiba di Farmhouse menjelang siang hari. Orion dengan santainya keluar dari mobil, membuat Chisa kelabakan mencari stok masker yang masih untuk ia pakaikan pada pria itu. Namun, sialnya Orion menolek. “Kamu jangan gila! Ini bahaya, Yon.” “Justru akan makin bahaya kalau mereka sadar ini aku dan aku nyamar pas pergi sama cewek asing. Udahlah, let it flow aja. Justru itu nggak akan bikin mereka macam-macam,” kata Orion. Orion berjalan lebih dulu, meninggalkan Chisa yang masih merasa parno, menatap ke sekelilingnya berkali-kali. Setelah membeli tiket, akhirnya mereka masuk ke area wisata tersebut. Namun, Chisa sengaja menjaga jarak dari Orion agar tidak membuat perhatian publik. Menyadari hal itu, dengan sengaja Orion malah memperlambat langkahnya, membuat Chisa berkali-kali berdecak kesal karena kesulitan untuk menjauhi pria tersebut. “Mau aku duluan apa kamu duluan yang jalan?” tanya Chisa. “Kenapa nggak bareng aja?” bingung Orion. Chisa membenarkan letak maskernya. Namun, dengan usil Orion malah menariknya turun hingga wajah gadis itu terekspos. Chisa mendelik sebal. “Kalau nggak jail kenapa, sih?” Orion memutar bola matanya malas. “Cuek salah, berusaha ramah juga salah.” “Y- ya nggak gitu juga. Tapi kan-” Belum sempat Chisa menyelesaikan perkataannya, gadis itu sudah kembali dikejutkan dengan perilaku tak terduga Orion. Pria itu dengan santainya menggandeng Chisa untuk berjalan beriringan dengannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN