Makin Menjadi

1230 Kata
Andin melotot, nggak terima banget mereka menahan Lusi. ”Eh, Demit! Lepasin Lusi!” kesal Andin. Edo sengaja, menahan tubuh langsing Andin. Namanya juga Edo, Andin mana bisa ngelawan kekuatan Edo. “Import! Lepasin gue!” teriak Andin. Edo menyeringai. Nih anak cewek satu, nggak ada takut-takutnya sama dia. “Nggak bakalan! Lo ngaku dulu, kalau lo yang ikut balapan tadi malam,” ucap Edo. “Balapan? Maksud lo balapan apa? gue nggak paham,” ucap Andin sok polos. Lusi nyengir. “Do, itu cowok gue. Kalian tenang aja, kasih waktu satu minggu, dia bakalan ngelunasi utangnya, sumpah! gue janji!” seru Lusi. Andin pasang tampang feminimnya. Edo mengernyit, menatap Andin dari kepala sampai ujung kaki. Tapi satu yang Edo ingat, benda kenyal seperti yang tadi malam dia pegang. Apa mungkin, sama kek punya Markonah? Cuma mo ngetes doang. Dengan tampang polosnya, Edo membalikkan tubuh Andin, memepet tubuh Andin pada pintu gerbang. Sekali lagi, dengan wajah dan gerakan super polos, Edo menangkup d**a Andin dengan kedua tangannya, yang ini kenyalnya lebih kerasa. Andin melotot, dia baru nyadar. Edo dua kali megang squishynya. Wajahnya memerah. Lusi, Febian, Leo dan juga Risky, ikut melotot. Tidak percaya dengan aksi kurang ajar Edo. “Importt!!” teriak Andin super kencang. Menyikut keras perut Edo, wajah Andin memerah, seperti orang mau nangis aja. Edo yang dalam mode tidak siap, melepas genggamannya pada squishy Andin. Andin membalikkan badannya, siap ngamuk. Menimpukki kepala Edo dengan tas selempang yang dia bawa. “Dasar buaya buntung! nggak punya perasaan! Gue cincang lo! nggak bermoral! Hiks … gue benci lo!” teriak Andin. Edo melindungi kepalanya dengan kedua tangannya, timpukkan Andin benar-benar keras. Sumpah, meskipun dia di cap sebagai seorang Bad Boy. Urusan ciuman dan pegang squishy, ini baru pertama kali dia lakukan. Eh, ralat! kalau pegang yang kenyal-kenyal, dua kali sama tadi malam. “Hentikan Markonah! pegang dikit doang langsung ngamuk!” protes Edo santai. Anak-anak lain yang penasaran hanya melewati mereka, nggak berani berurusan dengan Edo dan temennya yang emang kalau marah nyebelin dan agak kejam juga sih! Mendengar ucapan Edo barusan, Andin semakin membabi buta. “Enak aja! ini benda berharga milik gue. Nggak sembarang orang boleh nyetuh, lo emang keterlaluan! jahat lo!” teriak Andin dengan air mata yang mulai mengalir. Edo yang mulai kesel karena Andin memukulinya terus, dan nggak ada pertolongan dari temennya, Edo menangkap tas Andin. Menatap sekilas wajah Andin yang sudah banjir air mata. “Gue bilang hentikan!” ucap Edo sinis. Febian maju, nggak tega aja sama Andin kalau Edo sampai nekat memukul wajah cantiknya. “Sudah, lepasin!” bujuk Febian. Menahan tubuh kekar Edo. Andin sedikitpun nggak takut, menatap tajam wajah Edo, meski air matanya masih mengalir. “Gue nggak akan terima lo perlakukan kek gini. Kita bikin perhitungan pulang sekolah! jangan kek Banci! Gue tantang lo!” seru Andin. Maju, mendekatkan wajahnya dengan wajah Edo. Dengan sangat kesalnya, Andin menginjak kaki Edo. Edo meringis, Febian ikut meringis. “Sialan! lepasin kaki gue Markonah!” teriak Edo dengan kakinya yang rasanya ngilu. Gimana nggak, Andin kejem banget, nginjak kaki Edo, sengaja menekankan kakinya makin kuat. “Rasain! Lo pikir, gue takut sama lo!” Andin menatap tajam Edo. Mulai melepas injakkannya. Menarik Lusi dari sekapan Leo dan Risky. “Lepasin, Lusi!” teriak Andin. Leo dan Risky seperti terhipnotis, langsung melepas cekalannya pada lengan Lusi. “Ya ampun … Andin kek singa betina aja, bener-bener pantes jadi cewek gue …” lirih Leo. Risky mentonyor kepala Leo. “Pala lo!” Leo menoleh kearah Risky. “Sakit, pe-a!” Leo melotot. “Rasain!” ucap Risky. Edo masih meringis, menahan kakinya yang lumanyan sakit akibat ulah Andin. “Ihh … gue amit-amit. Punya cewek model Markonah, sampai kapanpun. Gue ogah!” kesal Edo. Febian memutar bola matanya jengah. “Gue pegang omongan lo!” Edo melotot, nggak terima dengan omongan Febian. “Eh, Feb. Gue serius! sampai kapanpun, Markonah nggak bakalan masuk dalam daftar cewek impian gue, ngerti!” kesal Edo. “Woi, Nyet! ayo masuk!” seru Leo. Ketiganya hanya nurut, ngikut Leo yang duluan masuk ke dalam kelasnya. Ini tumben banget pada rajin masuk kelas. *** Andin yang masih kesal banget dengan tingkah Edo, lansung membanting tasnya di atas meja, Lusi hanya bisa nyengir. Andin yang keki banget dengan tingkah Lusi, menatap tajam Lusi. “Ini Lus. Kebiasaan lo, yang kalau bertindak nggak mikirin akibatnya. Jadinya gini ‘kan? gunung indah gue yang jadi korban! Itu si Import emang pengen banget gue jadiin bregedel kali. Dasar Import sialan!” Andin mengucapkannya dengan nada berapi-api. Kedua tangannya seolah meremas sesuatu. “Iya, gue salah. Masa lo tega, keperawanan gue sampai diambil empat orang, modelan kek gitu. Gue nggak rela! Gue maunya perawan gue diambil CEO tajir! Bukan modelan preman kek mereka.” Lusi mengucapkannya penuh dengan drama. Ya elah, Lus. Mana ada mereka serius. Nggaklah! Andin makin kesal dengan ucapan Lusi, lebih tepatnya kesal sama Edo dan temen-temennya. “Itu nggak bakalan terjadi, Lus. Lo tenang aja, entar habis pulang sekolah, Import bakalan menyesal karena pernah mengenal yang namanya Andin.” Lusi bukannya menjawab, malah sibuk menggerak-gerakkan wajah dan matanya. Andin mengernyit. “Lo napa? kek orang ayan gitu. Ngomong yang jelas!” kesal Andin. “I—itu …” lirih Lusi, lebih tepatnya berbisik. Andin cengo, makin nggak mudeng. “Apaan sih! lo lihat demit?” Andin masih belum paham. Seseorang menoel pinggang Andin dari belakang. Andin mengibaskannya, tanpa menoleh. Masih saja menoel pinggang Andin. “Ini juga, kenapa main toal-to—“ Andin membalikkan badannya dengan mengomel, berhenti ngomel saat tau siapa yang noel dia. “Kenapa?! kaget!” sinis Edo. Yang ternyata udah berdiri di belakang Andin. Andin menatap sinis Edo. “Lo lagi! bisa nggak?! sehari aja nggak usah muncul di depan gue!” kesal Andin. “He Markonah, lo nggak punya otak atau amnesia? Kelas gue di sini, otomatis tiap hari gue di sini, ngerti!” kesal Edo. “Kenapa hidup gue apes banget, harus ketemu model demit Import kek gini!” “Heleh! bilang aja lo demen saat gue sentuh dadanya lo yang kenyal!” Edo mengucapkannya dengan suara lumayan nyaring. Semua menatap tajam Andin. Edo cuek, nggak peduli dengan Andin yang wajahnya udah merona karena saking malunya. “Lo …” Andin yang nggak terima dengan perlakuan Edo, langsung memukul wajah tampan Edo. Semua melotot dengan aksi Andin. Edo jangan di tanya, matanya merah menyalang. Itu artinya, dia sangar marah. Lusi gemetar … Andin sedikitpun tidak pernah takut. “Do, sudahlah … ayo kita duduk!” ajak Febian. Edo tersenyum sinis. “Enaknya cewek model ginian di apain ya!” Edo maju, mengusap pipinya yang lumayan sakit akibat pukulan Andin, bahkan ujung bibirnya mengeluarkan sedikit darah. Andin sedikitpun tidak takut, tepat menatap Edo tajam. Andin pikir, Edo akan balas memukul dia, tapi nyatanya salah. Edo meraih pinggang ramping Andin, langsung mencium kasar bibir Andin, semua orang yang ada di situ melotot, nggak percaya aja dengan aksi Edo. Andin memukul-mukul punggung Edo, tenaga Edo sangat kuat. Sekuat apapun Andin ingin lepas, masih saja nggak bisa. Hingga suara teriakan seseorang, menghentikan aksi Edo. “Ada apa ini!” seru seorang guru pria yang baru saja datang ke kelas mereka. Terkejut dengan aksi Edo dan Andin yang di kiranya tengah ciuman di dalam kelas, di depan semua orang lagi. “Dia minta di cium, Pak. Katanya semalam kurang!” celetuk Edo. Andin melotot!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN