Bab 11 - Kesedihan

2197 Kata
Halo, Fellas. Kembali lagi dengan cerita bertema remaja dan misteri dariku. Berharap kalian menyukainya. Akan sangat menyenangkan jika kalian dapat menyukai dan memberikan komentar membangun pada ceritaku yang berjudul "Ten Reasons Why She's Gone." ini. Atas kekurangan yang akan kalian temukan dalam cerita ini, penulis memohon maaf. Terima kasih. *** • Selamat Membaca • Dua Hari Setelah Menghilangnya Valerie. Wina terbangun dari tidurnya. Mata yang biasanya cerah, kini justru terlihat sayu dan dihiasi oleh lingkaran hitam. Tak ada lagi semangat yang terpancar dalam sorot matanya. Ia telah kehilangan sebagian dirinya bersamaan dengan kepergian Valerie. Gadis itu belum ditemukan sampai detik ini. Sementara itu, polisi sudah mulai bergerak melakukan pencarian setelah Edwin membuat laporan kehilangan. Selebaran berisi foto dan wajah Valerie pun sudah mulai di pasang oleh orang suruhan Edwin. Pria itu bahkan rela meninggalkan pekerjaannya, mengambil cuti sementara hanya untuk menemukan putri sematawayangnya. Edwin selalu berdoa di dalam hatinya, seandainya saja waktu dapat diputar kembali atau setidaknya seandainya jika putrinya itu dapat kembali hanya untuk melihat pengorbanan dan perjuangan sang ayah. "Pak, masakannya sudah siap." Suara Bi Inah berhasil memecah lamunan Edwin. Ia yang sejak tadi terduduk di ruang tamu hanya bisa merenungi setiap kesalahan yang telah diperbuatnya. Begitu pula dengan Wina, wanita itupun duduk di hadapan Edwin. Terdiam seperti mayat hidup, bernyawa tapi tidak b*******h. Semenjak hilangnya Valerie, kedua manusia itu seolah kehilangan minat mereka terhadap dunia. Tak ada lagi gairah dalam hidup. Mereka bahkan seolah menghilang dari gaya hidup mereka sendiri. "Makasih, Bi." Bi Inah hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan prihatin. Sesekali ia hampir menangis melihat majikan yang selama lebih dari lima tahun memperkerjakan nya, kini justru terlihat sangat menyedihkan. Wanita yang tak lagi muda itu kadang-kadang khawatir dengan kondisi kesehatan Wina maupun Edwin. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk melamun setelah selesai berkeliling mencari putri mereka. Mereka berpikir bahwa Valerie mungkin diculik oleh seseorang dan khawatir jika nasib putri mereka menjadi lebih buruk di luaran sana. Setelah Bi Inah kembali ke belakang, beristirahat di kamarnya, meski akhir-akhir ini tak banyak pekerjaan yang dilakukannya, Edwin pun berdeham dan menyadarkan Wina dari lamunannya. "Kita terlihat menyedihkan sekarang." Dan Wina pun mengangguk setuju. Kedua mata hitam itu menunduk, menatap nasi goreng bakso yang dibuat Bi Inah untuk mereka berdua sudah tersaji dengan rapi di atas meja. Namun, meski aroma dan tampilan masakan cukup menggoda, Wina sama sekali tak berminat untuk menyentuhnya. "Apa Valerie sudah makan ya, Mas?" Edwin menghela napas berat. Ia kemudian menggerakkan satu tangannya dan menggenggam jari-jemari kanan milik Wina. "Win." Membuat wanita itu kemudian mendongak perlahan. Mata mereka lantas bertemu. Wajah keduanya sudah sama-sama kusut. Tak ada lagi keceriaan dan ego tinggi seperti yang biasa mereka tampilkan setiap harinya. "Sepertinya ini adalah karma karena perbuatan kita berdua," kata Edwin dengan hati-hati. "Maafkan kesalahan saya, ya, Wina. Saya berjanji akan menjadi suami yang lebih baik buat kamu." Air mata tiba-tiba jatuh dari pelupuk mata Wina. Ia mengangguk dan mengatup bibirnya, menahan getar yang menyelimuti dirinya. Sambil menangis, ia pun mengeratkan pegangan tangannya kepada Edwin. "Seandainya saja kita memperlakukan Valerie dengan baik. Kita nggak akan semenyesal ini." Edwin mengusap punggung tangan Wina. Ia mengangguk setuju. Mungkin memang inilah hukuman Tuhan untuk dirinya, untuk semua kesalahan yang pernah dilakukannya. "Hari ini, aku akan cari Valerie lagi ke jalan. Tapi ... kita sebaiknya makan dulu. Malu dong nanti sama Valerie kalau kita terlihat menyedihkan seperti ini. Ya?" Dan sang istri pun mengangguk mengiyakan. Mereka kemudian makan dengan lahap meski sebenarnya tak benar-benar merasa lapar. Setidaknya, kedua pasangan ini telah memutuskan untuk menjalani kehidupan rumah tangga dengan lebih baik. Perasaan bersalah itu kembali muncul di benak keduanya. Seandainya saja Edwin tak bermain-main dengan wanita dan seandainya saja, Wina tak melampiaskan kekecewaannya kepada pria lain. Mereka berdua mungkin bisa menemani dan membimbing Valerie tanpa perlu merasa seputus asa sekarang. "Hari ini kamu mau cari Valerie kemana lagi, Mas?" tanya Wina. "Mungkin ke pusat kota. Ada temenku yang bilang, biasanya korban-korban penculikan anak, suka dijadikan pengemis di daerah itu," kata Edwin menjelaskan. "Aku berharap hari ini bisa ketemu sama anak kita. Kamu doain ya, Wina." Dan wanita itu mengangguk pelan. Ia tak tahu harus memberi harap sebesar apalagi. Sudah sejak dua hari yang lalu Edwin pergi ke sana kemari hanya untuk mencari putri mereka yang hilang. Pencarian dari pihak polisipun belum membuahkan hasil yang signifikan. Pak Jaka yang sesekali disuruh ikut berpencar di jalanan pun mengalami hal yang sama. Pencarian mereka selalu berakhir di jalan buntu. Tak ada jalan, tak ada petunjuk, hanya harapanlah yang membantu mereka tetap bertahan sampai detik ini. "Kamu sudah selesai makannya, Wina?" "Sudah, Mas." Edwin tersenyum tipis. Senyuman lembut yang sudah lama sekali tak dilihat Wina dari pria berkumis tipis di hadapannya. Edwin bahkan mengusap lembut puncak kepala Wina. "Sekarang kamu istirahat saja di kamar. Kalau bosan, coba minta temani Bi Inah jalan-jalan. Ini pasti berat banget buat kamu." "Tapi aku tahu Mas Edwin juga pusing dan capek cari-cari Valerie sendiri." "Aku nggak apa-apa kok, Sayang. Ya?" "Uhm, gimana kalau aku ikut Mas Edwin cari Valerie hari ini?" Tiba-tiba saja Wina berubah antusias. Mendadak, suasana hati Edwin pun berubah menjadi lebih baik. "Feeling ku bilang, kita akan menemukan Valerie hari ini." "Amin, semoga saja ya." Wina menggumam. "Uhm, jadi ... aku boleh ikut mas Edwin hari ini?" Senyuman di bibir abu-abu itu kembali merekah. Sudah lama sekali mereka tak merasakan kehangatan seperti ini. Hari ini adalah hari yang benar-benar menakjubkan. "Boleh. Tapi ...," Kedua alis Wina pun mengernyit heran. "Tapi apa, Mas?" "Tapi kamu harus selalu di samping aku. Jangan jauh-jauh. Aku nggak mau kamu hilang seperti Valerie. Okay?" Dan dengan penuh semangat, Wina pun mengangguk seraya berkata. "Iya, Mas. Yaudah, aku siap-siap dulu." Edwin beranjak dari kursinya dan mengangguk. "Aku mau bilang sama Pak Jaka dulu kalau gitu. Nanti kalau udah siap, kamu langsung ke mobil aja ya, Sayang." "Iya, Mas." Seperti mengulang kembali kisah lama yang entah sejak kapan terkubur dalam keegoisan, mendadak harapan untuk menemukan Valerie menjadi lebih besar. Wina tak tahu perasaannya akan jauh lebih baik seperti saat ini. Ia tidak menyangka perceraian yang telah sedemikian rupa dipersiapkan, akhirnya akan segera dibatalkan. Valerie, gadis itu ... Diam-diam Wina berterima kasih kepada putrinya. Berkat putrinya, hubungannya dengan Edwin pun menjadi sedikit lebih hangat. Kini ... Wina akan membantu Edwin mencari putrinya itu. Dan kali ini, Wina akan menaruh harapan yang sangat sangat besar agar putrinya dapat segera kembali dan berkumpul dengan keluarga kecil mereka lagi. *** INFO TIME. Seseorang yang melihat atau mengalami sebuah peristiwa, lalu berdampak pada respon emosionalnya, bisa dikatakan mengalami trauma. Trauma ini bisa terjadi pada usia anak-anak sekalipun, tidak hanya orang dewasa. Trauma pada anak yang tidak diatasi bisa berujung pada PTSD. Apa itu PTSD pada anak? PTSD adalah posttraumatic stress disorder, di mana ini adalah gangguan psikologis yang terjadi setelah anak mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan, yaitu trauma. Contoh, trauma pada anak yang bisa berubah menjadi PTSD bisa disebabkan oleh peristiwa seperti adanya bencana, mengalami kecelakaan, kekerasan, atau meninggalnya seseorang yang punya hubungan dekat dengan anak. Namun perlu diketahui, bahwa tidak semua trauma pada anak menyebabkan PTSD. Bagaimanapun, setiap anak punya faktor-faktor yang membuat ia mampu untuk menghadapi trauma. Misalnya dengan dukungan lingkungan sosial yang baik, anak mampu mengelola emosinya, dan konsep diri yang baik. Setiap peristiwa yang terjadi pada anak juga punya dampak yang berbeda-beda. Misalnya, pada dua anak yang berbeda melihat adanya kecelakaan. Pada anak pertama, efeknya bisa hanya takut dan menangis. Setelah menyaksikan kejadian tersebut, ia dapat kembali ceria tanpa ada keluhan apa pun. Sedangkan pada anak kedua, setelah melihat kecelakaan tersebut sikapnya bisa berubah jadi diam dan menunjukkan tanda-tanda PTSD. Ada beberapa ciri-ciri PTSD akibat trauma yang dapat orang tua perhatikan pada anak setelah ia mengalami peristiwa traumatis: Anak mengalami tekanan berulang tentang peristiwa itu. Misalnya anak jadi suka bermain tentang kecelakaan yang ia lihat, atau anak mengakui bahwa ia memikirkan hal itu terus menerus Anak bermimpi buruk dan berhubungan dengan peristiwa itu; Anak mengulang kembali reaksi saat peristiwa itu terjadi, misalnya takut, teriak, menangis Anak menghindari apapun yang mengingatkan tentang peristiwa itu, misalnya kecelakaan menghindari mobil Anak sulit konsentrasi pada suatu hal Anak jadi mudah terkejut Apakah ada yang bisa dilakukan ortu saat anak trauma agar tidak sampai mengalami PTSD? Ada beberapa hal yang dapat orangtua lakukan untuk mencegah trauma peristiwa pada anak tidak sampai menyebabkan PTSD. Berikut aksi yang bisa dilakukan para orang tua: 1. Orang tua dapat menanyakan apa anak pikirkan, apa yang ia lihat, dan apa yang mereka rasakan setelah melihat peristiwa traumatis tersebut. 2. Orang tua bisa membiarkan anak untuk mengungkapkan perasaan mereka sembari didengarkan baik-baik. Bila anak sulit mengungkapkan dengan cerita langsung, Anda dapat mengetahui perasaannya lewat cara lain. Misalnya seperti saat ia menggambar dan coba cari tahu apa ia ceritakan tentang apa yang digambarnya. Lalu, saat anak bermain boneka, orangtua juga dapat menanyakan apa yang bonekanya sedang lakukan. Dengan cara ini, orangtua dapat mengetahui isi perasaan anak 3. Anak yang khususnya usia di bawah 6 tahun, biasanya lebih mudah mengungkapkan perasaannya dengan ada simbol-simbol dari apa yang mereka gambar dan boneka yang mereka mainkan 4. Orang tua juga dapat bantu menciptakan rasa aman pada diri mereka. Misalnya dengan mengatakan “ Tenang ya adik, di sini ada Ayah dan Ibu yang menjaga kamu, kamu aman sekarang”. Anda juga bisa memberikan pelukan hangat atau membelai lembut anak untuk menambah rasa aman pada mereka. 5. Setelah itu, orangtua bisa mengajak anak kembali ke rutinitasnya. Bila sudah melakukan langkah-langkah di atas dan masih ada perilaku yang membuat ortu khawatir, segera bawa buah hati ke psikolog anak. Apa yang akan terjadi apabila trauma dan PTSD anak dibiarkan begitu saja? Trauma berujung PTSD pada anak yang tidak diatasi akan memberikan dampak negatif. Misalnya, dapat memunculkan perilaku-perilaku negatif seperti kecemasan dan ketakutan berlebihan pada mereka. Anak juga bisa jadi murung, menarik diri, dan sulit konsentrasi pada pelajar. Hal-hal tersebut dapat berdampak pada prestasi belajar, beradaptasi dengan teman, dan sikap anak ke depan nanti. Pengobatan atau metode apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma anak? Pengobatan trauma PTSD pada anak bisa diberikan melalui terapi, Terapi bisa diberikan tergantung keadaan anak, beberapa terapi untuk anak adalah play therapy, art therapy, atau cognitive behavior therapy. Konsultasikan dan periksakan kondisi si kecil pada psikolog anak untuk mendapatkan perawatan yang terbaik. Peristiwa traumatis memang tidak selalu meninggalkan luka fisik namun seringkali meninggalkan luka psikis dan emosional. Luka tersebut bisa berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental anak bahkan hingga ia beranjak dewasa kelak. Psikolog Kate Eshleman mengatakan, anak-anak seringkali tumbuh dengan peristiwa traumatis. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang dewasa untuk mengatasi hal ini. "Orang dewasa bisa membantu anak untuk pulih dari trauma," ucap dia. Memahami trauma masa kecil Peristiwa traumatis - seperti pelecehan, menyaksikan kekerasan, atau bencana alam - memang selalu menakutkan. Apalagi, anak-anak melihat dunia dengan cara yang berbeda dari orang dewasa. Itu sebabnya, apa yang dianggap biasa oleh orang dewasa bisa menjadi hal menakutkan bagi anak. Peristiwa seperti intimidasi di sekolah, kematian anggota keluarga atau perceraian juga bisa membuat anak trauma. "Orang tua harus sadar meskipun suatu peristiwa mungkin tidak tampak traumatis bagi mereka, itu mungkin traumatis bagi anak mereka," kata Eshleman. Faktor yang meningkatkan trauma pada anak Menurut Eshleman, ada banyak hal yang membuat seorang anak bisa mengalami trauma jangka panjang. Berikut faktor yang berperan: 1. Usia Trauma dapat terjadi pada usia berapa pun. Namun, anak-anak yang berusia di bawah delapan tahun sangat rentan mengalami trauma. 2. Tingkat trauma Tidak semua orang mengalami trauma dengan cara yang sama. Beberapa anak dapat bangkit kembali dari stres besar sementara yang lain lebih terpengaruh oleh hal-hal yang dianggap tidak terlalu parah. Secara keseluruhan, semakin ekstrem trauma, semakin tinggi efeknya pada anak. 3. Durasi trauma Paparan kronis atau berulang terhadap kejadian buruk meningkatkan risiko masalah kesehatan yang berkelanjutan. Anak-anak yang menyaksikan kekerasan berulang di lingkungan yang tidak aman, atau mereka yang dilecehkan, lebih cenderung memiliki trauma jangka panjang. Efek trauma masa kanak-kanak Trauma masa lalu dapat berefek panjang bagi anak dan memengaruhi kesehatan fisik mereka. Anak-anak yang mengalami peristiwa traumatis memiliki peluang lebih besar untuk mengalami gangguan kesehatan, seperti berikut: kegelisahan kanker depresi. diabetes. penyakit jantung. kegemukan. gangguan stres pasca-trauma (PTSD). stroke. penyalahgunaan zat. Respon trauma Respon trauma pada anak bisa terjadi lewat dua cara, yakni respon fisik dan emosional. Berikut penjelasannya: - Respon fisik Menurut Eshleman, tubuh merespon stres emosional dengan cara yang sama seperti tubuh merespon stres fisik. Respon tersebut bisa berupa peningkatan kadar protein atau hormon tertentu. Setelah cedera kepala fisik seperti gegar otak, misalnya, kadar protein yang disebut S100B meningkat. Kadar protein tersebut berpotensi meningkatkan peradangan yang berpotensi merusak di otak. Para peneliti menemukan tingkat protein yang sama pada anak-anak yang mengalami trauma emosional. Sementara itu, stres memengaruhi tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ketika sesuatu yang menakutkan terjadi, hormon stres membuat jantung berdetak kencang dan membuat tubuh mengeluarkan keringat dingin. Jika hormon-hormon tersebut meningkat untuk waktu yang lama, hal ini dapat menyebabkan peradangan dalam tubuh dan menyebabkan masalah kesehatan yang berkelanjutan. - Respon emosional Terkadang, stres atau trauma yang signifikan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Orang-orang dengan masalah kesehatan mental yang tidak diobati berisiko mengalami hal-hal berikut: peningkatan risiko penyakit tidak mampu membuat pilihan yang sehat, seperti mengunjungi dokter secara teratur atau makan dengan baik cenderung melakukan hal-hal yang merusak tubuh, seperti mengonsumsi alkohol atau merokok.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN