Sembilan belas

668 Kata

Dzaki menatap putri bungsunya tak percaya, menggelengkan kepala pelan tak habis fikir. Entah untuk keberapa kalinya Dzaki menghembuskan nafas pelan. Syakila membelai lembut punggung Dzaki, bermaksud untuk menenangkan sang suami. Di rumah dinas hijau ini, semua berkumpul. Dzasya, Arjuanda, Musa, Syafa serta anak anak Zasya. Mungkin bagi Musa dan Syafa, pemandangan Akya membuat ulah adalah hal yang sudah biasa. Tapi bagi Dzaki, Syakila, Arjuanda dan khusunya Zasya -yang baru mengetahui kenakalan Akya dan juga baru mengetahui adiknya dijodohkan- ini luar biasa. Akya mengigit bibir bawahnya kuat kuat. Menahan tangis dan takut secara bersamaan. Sesekali, mata Akya menatap kerumunan yang ada di depan. Posisinya yang duduk di single bed membuat Akya semakin merasa di kucilkan. "Padahal, Papa

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN